6

48 8 13
                                    

Sebuah rumah sederhana yang dihuni oleh seseorang. Lebih tepat disebut rumah hantu. Rumah tersebut sudah ditinggalkan penghuni nya selama 4 bulan ini, namun, rumah tersebut telah menjadi tempat persembunyian ke sekian dari seorang wanita. Setelah insiden satu tahun lalu, ia memutuskan keluar dari rumah mewah milik suaminya. Alasannya satu, ia tak mau kedua anaknya dalam bahaya. Pelakunya adalah musuh lama suaminya.

"Ck, gue kangen mereka," gumamnya.

Sebuah motor berhenti didepan rumah tersebut. Hari kian petang, rumah tersebut semakin mencekam tanpa lampu. Hanya ada satu lampu, yaitu di area dapur.

"Permisi,"

"Masuk,"

Pemuda tersebut duduk di kursi kayu yang tersedia disana. Dia yang menemukan wanita ini dan membelikan rumah ini, sebenarnya bisa saja ia memberikan apartemen, namun wanita didepannya menolak dan lebih memilih rumah ini.

"Bagaimana?"

"Gue udah nyoba buat nampakin diri didepan Anis. Dikit sih,"

"Boys, you stupid! Lo bisa aja dicari sama Fenly dan bisa aja habis ditangan dia,"

"Gue ga punya cara lain selain menjadi pengagum rahasia dia. Lagian barang yang gue kirim ga berbahaya,"

"Berapa banyak lagi informasi tentang Fenly yang harus gue kasih? Fenly ga sekalem yang lo kira, pengecut,"

"Gue emang pengecut,"

"Selanjutnya?"

"Gue mau coba lamar Anis lewat Fenly,"

"Lakukan, sebelum anak gue jatuh terlalu dalam sama lelaki brengsek itu," pemuda tersebut mengangguk paham, setelahnya ia pergi untuk kembali menjaga Mala, atas perintah Arkan.

*:..。o○ ○o。..:*

Pagi yang cerah menyambut hari ini. Beberapa saat yang lalu, terdengar huru-hara, siapa lagi kalau bukan Alya dan Lina. Mereka berdua kerap berkolaborasi, terutama tentang idola mereka. Seperti tadi, Alya dan Lina kompak merayu orang tua mereka untuk memberikan uang lebih untuk membeli album terbaru boygroup andalan mereka.

"Lo kerja kan, Al?"

"Kerja,"

"Duit lo buat apa? Stop minta-minta kayak tadi, buat benda pribadi, pake duit lo sendiri. Ga seharusnya lo kayak gitu sama papa,"

"Kenapa sih kak? Lo iri? Jangan mentang-mentang lo kakak gue, seenaknya ngatur,"

"Al, papa juga punya kebutuhan lain, ga semuanya tentang kita,"

"Sekarang, papa cuma punya kita, kak! Mama udah meninggal, kalau lo lupa itu,"

"Dan gue, baru tau satu hal dari seseorang kalau lo sebenernya anak Gryan kan? Bukan Fenly," Anis menghembuskan napasnya kasar. Dari mana Alya tau? Apakah Adrian?

"Diem kan lo? Lo ga ada hak ngatur gue, karena lo bukan kakak gue, paham?" Alya pergi begitu saja. Sejak masuk kedalam dunia kerja, Alya banyak berubah. Dari mulai tingkahnya hingga ucapan yang keluar dari mulutnya.

Plak

Anis membulat kala mendengar suara itu, ia langsung bergegas keluar kamar. Disana, ia mendapati Alya dengan Fenly yang diselimuti amarah. Dapat Anis lihat dari sorot mata papanya.

"Papa ga pernah ngajarin kamu ngomong kayak gitu sama Anis, dia kakak kamu!"

"Pa, udah, ga seharusnya papa nampar Alya,"

"Lihat, dia sayang kamu Al,"

"Terus pa! Belain aja terus anak kesayangan papa ini,"

"Al, Alya! Anis kejar Alya dulu," Fenly menatap tangannya yang ia gunakan untuk menampar putrinya, pertama kali ia melakukan kekerasan pada anaknya.

"Alya,"

"Lepas! Puas kan lo? Kenapa sih, lo lebih di sayang sama papa, padahal lo bukan anaknya! Seharusnya lo udah pergi dari rumah ini, karena lo bukan keturunan Keluarga Alfenzo!"

"Jaga ucapan kamu! Dia kakak kamu, Al, apa yang buat kamu kayak gini?" tegur Raya.

"Ck, kenapa sih pada belain dia?"

"Udah, Nis, biarin," cegah Raya saat Anis hendak mengejarnya.

"Jangan terlalu nanggepin omongan Alya ya,"

"Tapi, yang di bilang Alya bener, seharusnya aku udah ga tinggal disini sejak mama pergi,"

"Kamu anak papa, Nis," ucap seorang pria yang baru saja turun dari lantai dua.

"Ga usah didengerin Alya nya, dia lagi emosi aja. Udah ya, papa berangkat dan papa harap kamu ada disaat papa pulang," Fenly mengacak pelan rambut putrinya dan mengecup pucuk kepala nya.

"Raya engga bang?"

Cup

"Udah, abang berangkat ya, assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam,"

*:..。o○ ○o。..:*

Seorang wanita mendatangi sebuah cafe. Ia ingin melepaskan penatnya sebentar. Matanya membulat kala melihat seorang gadis tengah menangis didepan pemuda. Ia mencari tempat untuk dekat dengan gadis tersebut, sepertinya gadis tersebut akan diperalat.

"Udah Al, ga usah nangis,"

"Gimana gue ga nangis, Ja, papa lebih sayang anak sialan itu, hisk,"

"Gue ada ide supaya Anis di benci sama bokap lo,"

"Hisk, lo sebenernya pacar Anis bukan sih?"

"Gue cari akan, Btiger ga akan kuat ngadepin musuh sendirian, sejak hubungan gue sama Anis ke publish, banyak yang takut dan memilih menghindari Btiger, untung kan gue?"

"Licik,"

"Gimana caranya?" pemuda tersebut yang tak lain adalah Raja, memberikan rencana yang sempurna. Dan gadis yang menangis didepan nya adalah Alya, adik dari kekasihnya.

Wanita yang sedari tadi memata-matai, perlahan meneteskan air matanya. Kedua anaknya diadu domba? Ia segera menghubungi lelaki yang sejak dulu ia percaya untuk menjaga Anis.

Prefect Boys

Kirim sesuatu ke Fenly, beritahu dia kalau Raja mempengaruhi Alya untuk membenci Anis.

Raja?
Dia pacarnya Anis kan?

Lakukan saja, peluang bukan?
(1 audio)
Kirim ini juga, ingat identitas gue ga boleh kebongkar

Siap














Udah pada bisa nebak belum, cewe itu siapa dan Prefect boys nya siapa?

Jangan lupa buat votmen ya dan jangan ada niatan buat jadi silent readers. Hargai author/penulis dengan cara memberi vote dan masukan.

Typo tandai ya gais, see youu

Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang