28

44 7 4
                                    

Malam semakin larut. Diluar sana sudah terdengar suara kembang api. Seorang gadis berdiri di balkon rumah nya tanpa ada niatan tersenyum sedikitpun. Ia rindu dengan Jeno. Lelaki yang baru saja dimakamkan siang tadi. Padahal, sudah H-5 pernikahannya, tapi, Jeno sudah pergi terlebih dahulu.

"Jen, lo lagi apa?" monolog nya.

"Ternyata, sesakit ini ditinggal lo," Anis menatap dua cincin yang ia gunakan di jari manis dan jari tengah. Salah satunya yang pernah Jeno gunakan. Helaan napas terdengar darinya. Jeno pernah berjanji padanya untuk menikmati malam tahun baru bersama-sama.

My boy
27 Desember 2022

Nis
Yuhu
Weh lah kaga on

Apa sih!

Ntar malem tahun baru jalan yok

Ngapain?

Ya ngapain kek, bakar rumah lo juga ga masalah

Fuck

Cantik sekali mulutnya
Pokoknya jalan

Iya
Tapi janji dulu

Apa?

Ya janji bakal terlaksana, bukan wacana

Siap!

"Dan sekarang wacana, Jen," gumamnya saat membaca kembali chat nya dengan Jeno.

Seseorang memeluknya dari belakang. Ia menoleh dan mendapati Alya tersenyum kepada nya. Anis tak berniat membalasnya, ia kembali fokus pada ponselnya yang memperlihatkan room chat Jeno.

"Jalan yuk, kak, bareng cucu Alfenzo yang lain,"

"Ga minat,"

"Ada Bang El juga, lo ga kangen?"

"Ga, gue lagi kangen Jeno," Alya melepaskan pelukannya dan beralih didepan Anis.

"Kak, gue tau rasanya sakit banget, tapi gue mohon, jangan kayak gini. Yuk bangkit, banyak yang sayang sama lo,"

"Yuhu Anis Sekilo! Yok jalan!" teriak seorang pemuda yang tak lain adalah Elmino Bryan.

"Shakila!"

"Iya itu maksud gue, jalan yuk. Khususon cucu Alfenzo,"

"Tanpa Mala sama Nada," lanjut El.

"Tumben?"

"Ribet ngadepin dua bumil," lirih El.

"Kak Nada, Mala! Kata Bang El-"

"Diem!" potong El sambil membekap mulut Alya.

"Gue siap-siap dulu, kalian keluar," mereka mengangguk dan pergi dari kamar Anis.

Beberapa saat kemudian, Anis keluar dari kamarnya. Ia sudah siap dengan celana jeans, kaos oblong yang dibalut kemeja, style yang biasa ia gunakan. Tambah cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Ia tersenyum melihat keramaian dibawah. Seorang anak kecil mendekati nya.

"Kak," senyum Anis luntur.

"Kak Anis apa kabar?"

"Pergi dari hadapan gue bisa?"

"Ke-kenapa? Agam nakal ya?"

"Engga, Agam ga nakal. Cuma sementara waktu pengen lupain abangnya Agam dulu. Kalau liat Agam, kayak liat abangnya Agam, Agam paham kan?" jelas Anis. Anak laki-laki itu tersenyum dan mengangguk. Ia tau perasaan mantan calon kakak iparnya itu. Ia pun kembali bergabung dengan Mala.

"Zayn mana?" tanya Anis.

"Noh, lagi sama bini gue,"

"Gas jalan!" ucap Arkan dengan semangatnya.

"Kak, jangan lupa pesenan Mala!"

"Siap sayang,"

"Zayn, ikut ga?"

"Ikut dong kak bloon," Anis mengedipkan matanya berkali-kali. Ia menatap El, yang ditatap hanya memperlihatkan cengiran khasnya.

"Kok bloon?" tanya Arkan bingung.

"Kata Kak El, bloon itu cantik,"

"Lo apain ade gue bangsat!" kesal Anis sambil memperlihatkan kepalan tangannya.

"Canda aelah, ga sengaja waktu itu ngumpat,"

"Mau jadi ayah ga baik ngumpat,"

"Kayak situ kaga!"

Tiga motor mulai meninggalkan area rumah Fenji. Anis bersama Zayn, El bersama Lina, sedangkan Alya bersama Arkan. Bukan tanpa alasan, Arkan kalau naik motor ngajak mati, nah si Lina ga mau mati muda. Terus, Anis tak ingin Zayn semakin sesat jika bersama El. Jadilah boncengan nya tukeran.

Tiga motor tersebut berhenti di pusat kota. Mereka akan menikmati pesta kembang api yang diadakan pihak setempat. Anis memperlihatkan senyumnya. Sejujurnya, ia suka dengan kembang api. Tapi, untuk malam ini, ia benci.

"Jeno," gumamnya saat melihat bintang yang nampak sangat terang. Ia langsung kembali ke motor nya dan pergi dari sana.

"Huwaaa, Zayn sama siapa? Kak bloon pulang," tangis Zayn pecah saat melihat Anis pergi begitu saja.

"Ayo ikutin, Zayn sama kakak,"

Dua motor lainnya mengikuti motor Anis. Sementara itu, Anis menggeram kesal kala lampu berubah warna menjadi merah. Ia tak sabar untuk mendatangi seseorang.

"Siapa yang buat lampu merah selama 90 detik? Ga sekalian sejam?" gerutu Anis. Anis langsung tancap gas saat melihat lampu sudah berubah warna. Ia tak memperdulikan orang-orang yang menatapnya sinis akibat ngebut.

Beberapa saat kemudian, Anis sudah sampai di pemakaman umum. Ia tersenyum melihat salah satu makam yang masih baru. Ia pun mendekati nya dan langsung memeluk batu nisan yang tertulis jelas Jeno Akrian. A.

"Jen, udah tahun baru. Katanya mau ngajak jalan, tapi lo malah pergi," ucapnya.

"Lo pernah nanya, kalau seandainya lo pergi, gue bakal benci atau ga. Jawabannya iya, gue benci lo, tapi sayang. Rasa benci itu hanya sekian persen, lebih dominan rasa cinta gue,"

Dijalan setapak yang tak jauh dari sana. 5 pasang mata memperhatikan Anis tanpa ada niatan mendekat.

"Sesayang itu ya?"

"Dimata gue, Jeno paket lengkap. Tanggung jawab sebagai wakil, kakak, serta anak sulung. Gue salut sama dia,"

"Sayangnya, cinta terakhir Bang Jeno itu Kak Anis,"

Berkat naluri seorang adik, Alya mendekati Anis dan mengusap pundak nya pelan. Sesekali, ia juga mengusap gundukan tanah yang masih basah itu.

"Udah kak?"

"Belum, gue masih kangen sama dia,"

"Kita do'ain sama-sama ya, Jeno ga suka liat lo kayak gini kak,"

"Hmm, makasih,"














Gimana part ini? Suka?

Btw jangan lupa votmen ya.

Ada yang kepo ga sama perjuangannya Jeno dapetin Anis?

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?


Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang