"Saya minta maaf karna saya tadi malam tidak tidur sebab ibu saya sakit, saya minta maaf karna terburu sampai tersenggol sebab saya sudah terlambat, saya minta maaf karna saya membuat anda menunggu lama sebab saya serasa gak bisa buka mata, saya sangat mengantuk, saya minta maaf, saya mendahulukan tuan Ale Lionard karna saya pikir kerjasama yang akan dia tawarkan lebih penting demi perusahaan ini, saya tidak tahu siapa yang menunggu saya sebelumnya dan untuk urusan apa jadi saya lebih mendahulukan yang sudah jelas, begitu maksud saya!"
Meski panjang kali lebar, Prilly masih ingat alasan yang diutarakan Amora sesaat tadi. Kenapa semuanya jadi terasa ia yang terlalu sensitif dan hanya merasa tidak dihargai?
"Pap, menurut papa apa aku bisa kerjasama dengan orang yang seperti itu?" Tanya Prilly ketika ia berdiskusi diruangan ayahnya.
"Seperti itu bagaimana?" Tanya Tuan Lyandraz ingin penjelasan yang lebih spesifik.
"Bersalah, tapi pandai mencari pembenaran agar kita yang seolah tak punya belas kasihan!"
Prilly teringat ibunya yang sakit yang menjadi alasan kenapa ia tidak tidur semalaman, akhirnya terlambat dan mengantuk. Seharusnya adab orang yang sayang kepada orangtua lebih bagus daripada itu.
"Bisnis tidak bisa dicampur adukkan dengan perasaan, kalau menurutmu dia memang belum layak manager dan masih harus banyak belajar, pilihannya ada 2, dipecat atau diturunkan menjadi staf biasa, kalau dia masih mau bekerja disini!" Tuan Lyandraz 'to the poin' dengan solusinya.
"Kenapa bisa-bisanya dia yang menggantikan pak Bondan? Karyawan yang lebih lama kan banyak," komplin Prilly dengan wajah yang ditekuk.
"Karna dia selama hampir 2 tahun menjadi staf dan membantu pekerjaan pak Bondan, menurut pak Bondan dia dapat diandalkan, Amora sudah tahu dan paham cara kerjanya!" Jelas tuan Lyandraz.
"Tapi sayang adabnya kurang baik, pa!" Timpal Prilly sambil menggenggam tangannya yang berada diatas meja.
Tuan Lyandraz nampak melepas kacamatanya lalu berkata dengan nada tanya,
"Ini bukan karna kamu tidak suka dia lebih exited bertemu Ali daripada kamu kan?" Tembak tuan Lyandraz.
"Papa ini!" Prilly mencelos tak terima, namun disambut tawa tuan Lyandraz.
Prilly mengusap rambut lalu menyangga dagu dengan sebelah tangannya. Papanya itu membuat bayangan Ali berkelebat.
Sebelum ia menuju ruangan ayahnya, Ali lagi-lagi pamit. Prilly tidak berusaha mencegahnya karna ia tak lupa misinya saat ini. Ia mulai belajar untuk tidak repleks atau keceplosan didepannya. Ia harus pada misi semula, jaga image, menghindari 'malaikat' pencabut nyawanya tersebut. Meski semakin ia ingin menghindari, selalu saja ada cara Tuhan untuk membuat mereka bertemu.
"Kau tunggu saja sebentar, Li, kita makan siang setelah kami selesai!" Ujar Tuan Lyandraz pada Ali. Padahal baru saja Ali membatin, kenapa Prilly tidak menahannya seperti tadi? Namun perintah tuan Lyandraz cukup membuatnya tak bisa menolak. Lagipula sebenarnya urusannya belum selesai. Ia belum membicarakan apapun sesuai dengan misi kedatangannya.
Sementara Prilly membatin, bukan dia yang menahan, ada papanya yang berinisiatif. Setidaknya papa menghargainya sebagai tamu yang belum selesai berurusan dikantor ini.
"Melamunkannya?"
Prilly tersentak mendengar pertanyaan ayahnya. Ia mulai tak profesional. Meski sikap Ali saat ini berbandimg terbalik dengan saat ia melewatinya, harusnya ia tidak gegabah membiarkan perasaannya seperti semula.
"Apaan sih Papaaa, harusnya papa mengajari aku profesional!" Protes Prilly melihat ayahnya seolah menatapnya mencari kebenaran.
"Bukan begitu, papa tidak ingin kamu stress dihari pertamamu menginjakkan kaki dikantormu sendiri!" Ujar Tuan Lyandraz menenangkan. Bagaimanapun ia paham putrinya masih harus banyak belajar tak mungkin langsung ia lepas begitu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Life
FantasyBeralur Cerita mundur dari tahun 2025 ke 2021, dimana 4tahun yang lalu Prilatusina Lyandraz (Prilly) adalah seorang gadis cantik nan ambis, egois, arogan dan kaya raya karna memiliki 90% saham di perusahaan milik ayahnya. Ia berhasil menjatuhkan sem...