41#TheSecondLife

1.7K 318 53
                                    

"Shiitttt, kamu sudah pasti dijebak!"

Ali memukul udara kosong didepannya dengan tangan yang mengepal. Sepulangnya dari kantor cabang untuk urusan penting yang harus segera ia selesaikan, dimana Pak Fathir mengundurkan diri karna sedang fokus pada kesehatannya yang bermasalah, ia mendapati bang Ben sudah ada dirumah. Prilly bahkan didampingi orangtuanya, tuan Lyandraz dan nyonya Rana juga tentu saja Jasmine.
Pengunduran diri pak Fathir sendiri sebetulnya tidak mendadak namun tertunda karna beberapa waktu Ali begitu sibuk dengan berbagai urusan pribadi dan kantor pusat, jadi ia harus segera menyelesaikan urusan dengan pak Fathir dan penggantinya dikantor cabang yang berjarak 4 jam dari kantor pusat dengan provinsi yang berbeda. 

Prilly terlihat menutup wajah dengan sebelah tangan dimana sikunya menumpu pada pahanya. Disebelah kiri Prilly ibunya mengusap pundak putrinya itu menenangkan, sementara ayahnya menggenggam sebelah tangannya menguatkan. Melihat Ali datang Prilly berdiri dan gegas menghambur yang disambut rangkumannya.

"Maaf aku lancang pergi tanpa ijinmu!" Sesal Prilly dengan suara bergetar saat Ali melepas pelukan dan mengusap rambutnya.

Meski Ali merasa syok mendengar kabar kematian Amora terlebih ternyata setelah Prilly datang mengunjunginya, ia berusaha untuk tidak gusar karna Prilly tidak bercerita atau minta ijin padanya sebelumnya. Ia gusar karena Prilly kemungkinan dijebak hingga tangannya mengepal dan menghantam udara kosong. Pertanyaan kenapa tidak bilang ketika akan menjenguk Ali rasa sudah tidak berguna. Menyalahkan, hanya akan membuat mereka semakin panik.

"Sudahlah, tenang dulu!"

Ali membimbing Prilly duduk di Sofa yang bersebrangan dengan orangtua Prilly sementara di Sofa yang lain disebelah kanan mereka, bang Ben duduk menatap mereka.

Prilly tentu lebih syok mendengar kabar  duka kematian Amora sepeninggal ia menjenguk wanita itu. Ali benar ia mungkin saja dijebak. Dan hal ini juga jawaban atas kecurigaan Jasmine saat mengetahui sesungguhnya ternyata bukan rumah sakit yang menghubungi dan mengundang Prilly untuk datang kerumah sakit.

Jasmine sudah tidak bisa berkata, karna ia tidak ingin membuat  Prilly lebih panik lagi. Ia paling memahami Prilly, tak guna menyalahkan atau membuatnya tertekan, Prilly akan semakin tersudut. Yang pasti ia yakin, ini jebakan.

"Sebelum ada yang datang mengantarkan makanan, seseorang sudah lebih dulu datang mengeksekusinya, dan tidak terlihat dicctv karna cctv tertutup setelah kunjungan terakhir dari nyonya Li!" Jelas bang Ben.

"Berarti orang tersebut sudah tahu seluk beluk didalam ruangan termasuk letak cctv hingga mereka menutupnya sebelum mengeksekusi Amora!" Sahut Ali.

"Apakah suster Ana sudah diinterogasi? Saya menjenguk Amora bersamanya, jadi dia harusnya dapat menjelaskan keadaan Amora setelah kami keluar dari sana!" Sela Prilly lirih.

Untung saja ia selalu teringat pada waktu yang sudah ia lewati. Saat itu ia tidak punya saksi kalau ia meninggalkan Amora dalam keadaan masih hidup. Ia-pun tidak menyentuh Amora sama sekali. Tidak seperti waktu itu dia menampar dan mendorongnya. Sebab Prilly sudah pernah mengalami, tentu ia dapat waspada. Itulah sebabnya ia minta temani dan tidak bertindak apa-apa mendengar umpatan dan halusinasi Amora. Ia percaya apa yang diucapkan Amora hanyalah buah pikirannya yang sedang terobsesi dan delusi.

"Sayangnya suster Ana mengalami kecelakaan dan koma saat pulang dari rumah sakit nyonya," ungkap bang Ben dengan nada menyesal.

"Ya Tuhannnn!" Prilly menggeleng dan makin mengusap kembali wajahnya dengan sebelah tangan.

Penelpon gelap.
Kunjungan singkat.
Amora Mangkat.
Suster Ana sekarat.

Kematian adalah takdir, tak dapat ditunda meski dihindari. Apakah nasibnya akan berujung sama? Tiba-tiba tubuhnya menggigil. Wajahnya memucat. Meski ia sudah pasrah akan takdirnya namun bisakah bukan orang yang ia cintai malaikat mautnya?

The Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang