20#TheSecondLife

1.9K 327 32
                                    

"Ya Tuhan...."

Jasmine melongo bingung melihat kamar Prilly yang berantakan oleh gaun-gaunnya diatas tempat tidur bahkan lantai.

"Tidak ada yang cocok..." keluh Prilly.

"Gaun-gaun itu favorite kamu semua lho!"

"Tidak sukaaaa!"

Prilly menghempaskan diri dikursi meja riasnya.

"Memang semua gaun itu tidak kamu sukai sekarang, Piy, kenapa tidak ke Adeline saja!"

"Memangnya masih keburu?"

"Lagipula tumben banget bingung berpenampilan, istimewa sekali rupanya undangan ini?"

"EH!"

Jasmine menutup mulutnya. Takut-takut salah bicara apalagi melihat ekspresi Prilly yang tiba-tiba terdiam. Niatnya sih hanya menggoda. Tapi sepertinya ia sangat overdosis sampai menyadarkan Prilly.

"Aku bantu hubungi Adeline ya!" Tawarnya untuk memperbaiki. Ia takut Prilly akan badmood seketika karna ucapannya.

Prilly masih terdiam.
Ia memang benar-benar tersadar. Kenapa undangan tiba-tiba ini membuatnya seolah merasa panik?

Drrrtt. Ponselnya bernyanyi diatas nakas. Ia hanya meliriknya. Apakah dari Ali lagi? Gara-gara dia ia merasa panik sekarang. Menyapanya dipagi hari mengatakan akan menjemput membuat ia sesaat waktu itu termangu. Mau dijemput dan ada kejutan? Kejutan apa? Diundang dinner dadakan saja sudah membuatnya terkejut. Kejutan apalagi? Belum sempat ia menjawab Ali sudah say goodbye.

"See you, tunangan!"

Dan iapun masih bengong. Mama dan papa-nya nampak bersuka cita. Wajah mereka semringah bahagia. Mana mungkin ia membuat senyum semringah bukan sekedar turut bahagia namun memang bahagia itu ia luruhkan dengan penolakan.

"Siap-siap sayang, masih ada waktu creambath, luluran, manicure padicure biar dari ujung rambut dan kaki wangi paripurna!" Seru mamanya membuat semburat merah diwajahnya pasti merebak terasa karna hangat yang ia rasa.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki wangi? Tunangan saja sampai seperti mau dikawinin harus wangi dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Buruan telpon lagi nyonya Biandra, kalau Giska tidak bisa dia bisa utus yang lain," tambah Jasmine.

Giska? Prilly jadi teringat padanya. Padahal ia benar-benar berniat melewatkan malam tahun barunya dengan perawatan lengkap dirumah dengan menyulap sebuah kamar seperti sebuah room care. Tapi takdirnya berkata lain. Mendadak Giska dikabari tentang ayahnya yang masuk rumah sakit. Jika ia Prilatusina yang dulu, tentu ia takkan ada toleransi pada pekerja yang sudah ia boking jika belum menyelesaikan tugasnya. Baginya, mereka harus profesional karna dibayar. Namun kali ini ia memang berbeda. Tak ada arogan itu. Hatinya justru tergerak untuk memberi toleransi kepada Giska yang tidak fokus bekerja. Memberi kemudahan kepadanya dengan mengijinkan pak Fredo untuk mengantar langsung kerumah sakit. Apakah karna ia memberi kemudahan akhirnya kemudahan berbalik kepadanya? Begitu cepat jika ini adalah hukum tabur tunai.

"Piy, Adeline!"

Jasmine membuat pikiran Prilly kembali kedalam kamar yang berantakan dengan gaun-gaun yang ia sendiri heran, kenapa bisa waktu itu ia menyukainya? Bukan sekedar ia ingin tampil paripurna sehingga ia merasa semua pakaiannya tidak ada yang cocok. Namun memang benar-benar pakaian-pakaiannya terlalu mencolok. Rata-rata berlubang dan berbeling-beling dimana-mana. Kenapa ia merasa nyaman mengenakannya? Apakah karna pujian-pujian dari teman-teman nongkrongnya?

"Glamour sekaliii, Prila, you are the best!"

The best lah, yang mentraktir pesta.

"Wow, super duper sekseh, Prila, i likee it!"

The Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang