14#TheSecondLife

1.7K 319 37
                                    

"Bro, pada mau ngumpul dicafe baru Shaloma, bisa datang?"

"Kapan?"

"Sabtu malam, bisa?"

"Aku..."

"Jangan bilang lagi pingin istirahat karna sudah lelah seharian dikantor, justru harusnya biar tidak stress kau harus senang-senang sejenak, anggap self reward lah!"

Self Reward. Ali pikir ada benarnya.
Sebulan bergelut dengan perusahaan yang hampir bangkrut memang membuat Ali sedikit stress dan merasa lelah. Weekendnya sekarang lebih banyak dirumah. Berkomunikasi dengan Prilly sesekali karna ada kepentingan. Di dalam perjanjian, perusahaannya akan membagi keuntungan dan membayar bantuan Lyandraz corp secara bertahap. Itulah sebabnya ia harus menjaga hubungan baik. Seperti apa yang diamanatkan ayahnya padanya.

"Mereka sangat membantu kita, bahkan tanpa memberatkan dengan syarat-syarat tertentu, jadi kau harus jaga hubungan baik, Li!"

Benar. Lyandraz corp terkesan sangat mudah sekali mengucurkan dana, hanya bermodalkan kepercayaan, tidak menguasai saham perusahaan. Ia tidak harus mengambil hati secara berlebihan. Prilly justru tidak menunjukkan ada ketertarikan padanya meski beberapa kali ia terkesan modus. Ia merasa sampai tidak percaya diri apakah sekarang pesonanya sudah berkurang hingga ada perempuan yang melewatkan kesempatan dekat dengannya? Ia yang tadinya terpaksa karna didorong-dorong orangtuanya malah harus bekerja keras untuk mengontrol perasaannya. Ia jadi insecure karna seorang gadis kaya raya tidak butuh hanya seorang pria yang tampan saja. Ia harus menunjukkan kalau perusahaannya akan membaik ditangannya hingga bisa sejajar dengan Lyandraz corp yang saat ini sedang menyokong Lionard corp.

"Kalau kau berhasil membangkitkan perusahaan kita kembali, setidaknya kau sejajar dengannya, gadis cantik seperti dia yang pintar lagi mandiri secara finansial, membutuhkan pria cerdas, lebih mapan bukan hanya sekedar tampan namun otaknya kosong!"

Pesan ayahnya membuat Ali merasa mendapat jawaban, kenapa Prilly terlihat biasa saja padanya. Tidak menunjukkan rasa tertarik. Dimodusin biasa saja seperti tidak ada rasa. Ia tak tahu Prilly sebenarnya mati-matian mengontrol diri dihadapannya.

Selama berurusan kerjasama, dari negosiasi hingga tanda tangan kontrak,  Prilly nampak formal dan profesional. Justru tuan Lyandraz yang sesekali mencairkan suasana jika ada diantara mereka. Tak jarang beliau meninggalkan mereka diruangan itu melanjutkan pembicaraan.

"Sudah selesai, ada lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Prilly setelah mereka selesai menandatangi perjanjian kerjasama.

"Ada." Sahutnya pendek.

"Apa?" Jawabannyapun dibalas pendek.

"Maukah menemani saya makan siang?" Tanyanya.

"Teman makan?" Prilly mengeryit dengan wajah yang tidak mudah Ali artikan.

"Maksudnya aku ingin mengajakmu makan siang, boleh?" Ali memperbaiki kalimatnya. Begitu tidak mudah dalam penggunaan kalimat kepada orang yang levelnya justru sedang membantu usahanya.
Apalagi pada akhirnya ia ditolak. Meski secara halus.

"Maaf aku sudah ada janji dengan teman, jadi tidak mungkin aku batalkan," ujarnya sambil membenahi berkas-berkas yang ada diatas meja tanda bersiap mengakhiri pertemuan mereka.

"Tidak apa, mungkin lain kali," sahut Ali sambil berusaha tenang dan biasa-biasa saja.

Ia pamit dari ruangan itu dengan rasa penasaran, mengapa sepertinya agak sulit membuat Prilly terkesan padanya.

Sementara Prilly sendiri sebenarnya mati-matian membujuk hatinya untuk menolak ajakan Ali yang sebenarnya jika ia normal, jika ia tidak pernah merasakan tidak cintai orang yang ia cintai, jika tidak dikhianati bahkan jika ia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian, ia tentu akan dengan senang hati menerima.

The Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang