"Jangan biarkan dia merasa puas sudah berhasil membuatmu pergi dari aku dan membuat papamu jadi seperti ini!"
Prilly tersentak dan seketika melepaskan diri dari erat dekapan Ali mendengar kalimat dari pria yang ditinggalkannya tanpa kata itu. Ia berbalik menghindar dari tatap yang menyimpan segala tanya berbaur rindu jadi satu.
"Kamu pergi karena dia bukan? Kamu takut aku tidak bisa menghindar dari segala caranya untuk membuat kita tidak bahagia?"
Prilly memejamkan matanya mendengar tanya dibelakangnya. Meski memiliki kesempatan, kakinya tak melangkah pergi. Mau pergi kemana? Didalam ruangan bernada memilukan dari alat-alat yang menempel ditubuh koma, terbaring pria yang paling ia cinta. Ia keluar justru tidak ingin disana terjadi keributan dan hening ternoda dengan kata tanya yang ingin ia tahu jawabannya. Apa yang dikatakan Amora hingga membuat ayahnya tumbang tak berdaya?
"Ily?"
Ali meraih lengan Prilly dan membuat mereka kembali saling berhadapan. Ia tak mengerti kebungkaman Prilly selama ini. Meninggalkan tanpa kata, bertemu hanya bungkam melanda. Ia merangkum dagu yang tertunduk dengan ibu jari dan telunjuknya, tapi belum bisa membuat lensa mereka saling beradu.
"Bisakah sedikit saja kamu katakan sesuatu agar aku mengerti apa yang kamu pikirkan?" Lirih ucap Ali tanpa emosi.
Prilly memejamkan matanya. Bukan tidak ingin menatap kelam itu tapi ia tak mampu. Dirinya sadar sedari awal ia tak bisa menghindari kalau ia mencintai. Namun yang tak bisa ia pungkiri rasa takut tidak pernah dicintai tapi justru dibagi.
"Apa selama ini aku tidak bisa membuatmu bahagia?"
Bahagia, ia sangat bahagia selama bersama Ali. Ali selalu melakukan apapun yang ia maui. Selalu memberi apa yang ia sukai. Ia sudah punya banyak bunga bank sehingga ia hanya butuh bunga sebagai ungkapan maaf terlebih sayang.
Terdengar hempasan napas yang keras dengan deru udara yang terasa hangat menyapu wajahnya. Himpitan didagunya melonggar dan akhirnya ia merasakan jari itu terhempas.
"Aku sudah membicarakan banyak hal dengan ayah ibumu, aku sudah menjelaskan apa yang harus aku jelaskan padamu kepada mereka, sekarang terserah kamu saja, aku sudah..."
Belum selesai Ali berkata justru terdengar isak. Sementara Prilly benci dengan perasaannya sendiri. Begitu merasa Ali seperti putus asa seketika saja ia merasa sedih. Padahal sedari tadi ia yang bungkam dan tak satupun menjawab tanyanya.
"Kalau dia yang ingin bahagia denganmu, aku bisa apa? Mungkin kamu juga akan lebih bahagia dengannya!" Prilly berkata sebelum menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Ini yang paling tidak aku mengerti dari sekian alasanmu meninggalkan aku, Ily, sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa bisa berpikir aku lebih bahagia dengannya, tertarik saja tidak bagaimana mungkin....?" Ali menggeleng tak melanjutkan kalimatnya.
Ali mengacak rambutnya sendiri. Ia sungguh tidak mengerti jalan pikiran Prilly.
"Sekarang tidak, bagaimana dengan nanti?" Sanggah Prilly dengan pertanyaan yang mengherankan bagi Ali yang tak tahu kalau Prilly sudah pernah melewati hari hingga dua tahun kedepan bersamanya.
"Ily, sungguh aku tak mengerti jalan pikiranmu, kamu takut kehilangan aku? Kamu takut dia akan mampu merayu aku dan meninggalkanmu? Kamu ketakutan dengan sesuatu hal yang belum terjadi, kamu sedang apa sebenarnya? Meramal?"
"Kamu tidak akan mengerti!" Geleng Prilly yang merasa putus asa dengan jalan pikiran dimana hanya dia yang mengetahui.
"Bagaimana aku bisa mengerti tanpa kamu jelaskan? Hubungan itu diperjuangkan bukannya diramal!"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Life
FantasyBeralur Cerita mundur dari tahun 2025 ke 2021, dimana 4tahun yang lalu Prilatusina Lyandraz (Prilly) adalah seorang gadis cantik nan ambis, egois, arogan dan kaya raya karna memiliki 90% saham di perusahaan milik ayahnya. Ia berhasil menjatuhkan sem...