34#TheSecondLife

2.1K 309 40
                                    

"Halo, selamat pagi istri calon ayah dari calon benihnya yang akan aku kandung!"

Sakit Jiwa!
Benar-benar wanita yang sedang berbicara ini sakit jiwa. Dan ucapannya tidak membuat Prilly berpikiran seburuk ucapannya yang ditujukan kepada pria yang saat ini beradu lensa dengannya.

"Sudah? Ada lagi yang ingin kamu katakan? Kalau tidak--,"

"Dasar Pelakor!"

Klik.
Selesai.
Tidak ada gunanya melayani perempuan sakit jiwa dan playing victim. Pelakor katanya? Memangnya ia merebut siapa dan merebut dari siapa? Benar-benar kehilangan akalkah karna terlalu terobsesi? Prilly menghela napasnya.

Mulai sekarang, ia tidak akan meletakkan kebahagiaan dari mulut seseorang. Ia akan diam dan mengamati, baginya kini tidak setiap masalah harus mendapat reaksi. Sungguh sangat melelahkan harus menghindar namun tetap tak terhindarkan. Menyiksa diri menahan rasa agar tak terjadi seperti waktu yang telah ia lewati. Ia bahkan sudah memberi kesempatan kepada Ali  dengan pergi jauh meninggalkannya. Jika Tuhan benar-benar menuliskan cinta Ali hanya untuk Haneenia, rela tak rela ia sudah mengambil jalan mengikhlaskannya.

"Jangan-jangan waktu itu juga hanya halusinasi, ia sudah 'sakit' sejak waktu itu!" Gumamnya tanpa sadar.

Tentu ia kembali harus flashback pada waktu yang sudah ia lewati. Dimasa itu dan dimasa ketika ia kembali menjalani kini, meski sudah ia hindari, duri dalam daging dalam kehidupan relationship dan bisnisnya terletak pada perempuan bernama Amora Haneenia. Apakah memang sudah menjadi takdirnya demikian? Ataukah kembalinya diwaktu yang sudah ia lewati hanya akan mengungkap bagaimana sebenarnya Amora Haneenia?

Apakah waktu yang sudah ia lewati hanya diisi dengan fitnah keji dan gangguan jiwa wanita itu? Benar-benar Prilly tak habis pikir. Pelakor teriak pelakor!

"Kenapa? Siapa yang sakit? Waktu itu kapan?"

Oh Tuhan. Mulutnya bocor dan pendengaran Ali sedang bekerja maximal.

"Ti--dak!"

"Siapa yang menelpon?" Tanya Ali menatapnya lekat, entah hanya untuk meyakinkan dugaannya saja atau ia memang ingin tahu.

"Yang menelpon begitu sakit, entah kenapa dia benar-benar tergila-gila padamu, tergila-gila atau tak senang melihat aku bahagia hingga ia mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku percaya!" Tutur Prilly.

Pada dasarnya Prilatusina tak suka memendam suatu masalah. Hanya saja keputusannya mengambil S2 dan kembali ke Singapore sudah ia pikirkan matang. Ia sudah mengikhlaskan jika Ali nanti akan bebas didekati siapapun, tidak terkecuali Haneenia. Ia mencoba menjalani hari seperti gadis normal lainnya, meski hampir setahun hingga hampir selesai pendidikan dinegeri orang.

"Amora?" Tebak Ali.

"Untung saja jantung aku kuat, tidak jatuh seperti papa!" Jawab Prilly membenarkan dengan bahasa yang lain. Siapa lagi yang membuat ayahnya harus dirawat di ICU?

"Menikahlah! Biarkan dia lebih gila lagi dari sekarang karna tidak bisa menerima kenyataan, biarkan dia terus berhalusinasi disentuh olehmu!"

Seketika ucapan ayahnya kembali terngiang saat sadar dan menyuruh mereka menikah. Hampir mirip dengan apa yang diucapkan Haneenia padanya. Sungguh Prilly tak habis pikir. Harusnya wanita itu ke psikiater agar terjaga kewarasannya.

"Ada ya perempuan macam begitu, terobesi sampai yang dilakukannya tidak masuk akal?" Gumam Ali tak habis pikir.

"Buktinya dia?" Sahut Prilly dengan nada tanya.

"Jadi kamu percaya padaku?" Ali menyentuh punggung tangan Prilly yang berada diatas meja.

"Dia memang berilmu tapi tidak beradab, tidak berpegang pada Tuhan, sehingga dibuat gila karena perasaannya!" Ucap Prilly menurunkan nada suaranya menjadi datar tanpa emosi.

The Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang