4. The Pure Blood

1.8K 190 0
                                    

Dikamar, sejak semalam Friska hanya duduk diam memandangi lantai tak berkutik barang sedikitpun. Otaknya kacau, pikirannya bercabang, perasaannya gundah dan tak ada yang bisa membuatnya merasa lebih baik sekalipun itu Minela. Sang bunda berkali-kali telah membujuk agar si putri keluar dari kamar namun dari malam sampai malam kembali datang Friska tak kunjung keluar, dia tidak makan seharian membuat Simon-Minela khawatir. Kedua orang tua manusia-nya tak bisa melakukan apapun, karena percuma jika memaksa. Friska bisa saja marah pada mereka, Simon-Minela sedikit bersyukur Friska masih mau tinggal dan menganggap keduanya sebagai orang tua meski telah didatangi oleh orang tua kandung si gadis. Dalam lamunan itu, wajah Joanna-Hugo muncul membuat Friska memejamkan mata dan menggeleng.

"Aku tidak mungkin anak mereka, tidak" gumamnya.

Wussh

Friska menoleh seketika saat sebuah gelombang angin membuka jendela kamarnya dengan paksa, tirai gorden melambai-lambai tak beraturan akibat terbukanya jendela. Alis Friska menyatu namun dia beranjak turun dari ranjang, mendekati jendela berniat hendak menutupnya sebelum retina bulat gadis itu melihat beberapa pasang mata merah yang tertuju ke arahnya dari bawah sana.

"Vampir.." lirih Friska.

Si gadis diam di tempat, tak ada rasa takut dalam diri Friska ketika mata-mata merah itu menatap tajam seakan ingin membunuhnya.

"Pergi, aku tidak menyukai kalian"

Setelah berujar demikian, semua mata merah hampir serempak membola kaget. Friska mengangkat satu alis kemudian menggeleng, segera menutup jendela serta menarik tirai gorden kamarnya yang terbuka.

"They're so annoying" Friska berujar pelan dan kembali ke ranjang.

Dibawah sana, 4 vampir masih terkejut dengan perlakuan Friska. Gadis manusia itu sangat berani dan ke-4 makhluk penghisap darah tersebut dibuat tak percaya akan sikapnya, sungguh diluar dugaan.

"Sial, kenapa dia sangat berani?!" Sungut salah satunya.

"Dia berbeda, Grace" sahut yang lain.

"Berbeda atau tidak, dia bukan seperti manusia! Dia bahkan mengatakan kalau dia tidak menyukai kita?! Did she know about us?" Grace menampakkan wajah kesal.

"Maybe? Dari cara dia menatap kita balik, dia sepertinya sering bertemu dengan vampir" gumam yang tertua.

"Clara benar, sepertinya gadis itu tidak asing dengan makhluk seperti kita" yang terakhir menganggukkan kepala.

"Kau benar Marissa, dia tak terlihat takut sama sekali" Clara sependapat.

"Shit! Baru kali ini aku merasa di remehkan terlebih lagi oleh manusia!" Grace mengepalkan tangan.

"Tenang Grace, dia hanya manusia dan kau adalah vampir.. we are different, kau bisa menghabisinya kapanpun kau mau"

"Nice words, Gaby" Grace tersenyum miring.

"Come on, rasa penasaranku semakin tinggi dan kurasa dia bukan manusia sembarangan" Clara berbalik melesat pergi disusul Gaby, Grace dan Marissa.

🍷🍷🍷

"Dava?"

Putra kedua keluarga Nathanael berbalik ketika suara Claudya menyapa gendang telinganya, pria itu tersenyum tampan hingga matanya melengkung membentuk bulan sabit yang manis. Claudya mendekati Madava yang berdiri di balkon kamar, seperti biasa, dia akan berdiam diri memandangi sang pujaan hati yaitu bulan.

[✔️] HALF OF METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang