47. Maaf, Aku Memilih Dia

1.4K 181 61
                                    

Helaan nafas kembali Friska lakukan untuk kesekian kali, ia tak ingin kembali ke rumah keluarga Nathanael dan berencana pulang ke rumah ayah-bundanya. Saat ini Friska tengah duduk tenang di dahan sebuah pohon yang tinggi, ia memicing kala menangkap siluet 3 laki-laki dan menarik sudut bibir karena tahu siapa mereka. Itu adalah Sylas bersama Vince dan Gio, apa yang mereka lakukan? Friska tak berniat untuk menghampiri, ia diam melihat dari atas pohon.

"Wait.." Sylas menghentikan langkah, Gio dan Vince jadi kebingungan.

"Ada apa, Sylas?" Tanya Vince.

"Aku merasakan kehadiran seseorang, aku sangat mengenal aroma ini" jawab Sylas yang membuat Friska tersenyum kecil.

'Lihat ke atas pohon di sisi kanan-mu, Sylas'

Sylas membulatkan mata dan segera melihat ke sisi kanan atas, Friska melambaikan tangan sambil tersenyum di atas pohon sana.

"Kau ternyata" kekeh Sylas, Gio-Vince mengerjap melihat Friska.

Tap!

Friska melompat turun di depan 3 laki-laki tersebut, Sylas tersenyum tampan.

"What are you doing up there?" Sylas bertanya.

"Nothing, aku hanya sedang bosan.. lalu kau? Apa yang kalian lakukan berkeliling di dini hari seperti ini?" Sahut Friska.

"Patroli rutin, tugas mingguan yang tak bisa dibantah" ujar Sylas, Friska mengangguk paham.

"Emm.. Sylas, kau dekat sekali dengannya? Sejak kapan kalian akrab? Bukankah waktu itu dia tak menyukai kita?" Gio berujar heran.

"Maaf untuk yang waktu itu, aku tak tahu dan karena belum mengenal kalian jadi sedikit harus waspada dengan orang baru" sambar Friska.

"Ah i see" gumam Gio.

"Boleh aku ikut kalian untuk berpatroli?" Tanya Friska.

"Kau bercanda? Sure! Come on" Sylas mengangguk cepat, ia melangkah duluan bersama Friska meninggalkan kedua rekannya.

"What the hell is that?" Sungut Vince.

"Akrab sekali mereka" gumam Gio.

"Dan kurasa Sylas menyukai gadis itu" sambungnya.

"I think so" Vince mengangguk.

"Ayo susul mereka" ajak Gio menepuk bahu Vince untuk mengekori langkah Sylas-Friska.

Di ujung jalan, raut wajah Marcello, Bella, Hector, Angela dan Rafael berubah kusut melihat interaksi Friska-Sylas. Jika Madava mengetahui hal ini, maka dia benar-benar akan membunuh si manusia setengah vampir itu.

"Ayo pulang, jangan katakan apapun pada penghuni rumah tentang ini terutama Madava" Marcello mengingatkan dan melesat pergi disusul yang lain.

🍷🍷🍷

Joanna tak menemukan sang putri di kamar maupun di sekeliling rumah, aroma Friska pun tak masuk ke indera penciumannya. Dimana sang anak berada?

"Jo aunty" panggil Laura.

"Yes?" Joanna menoleh.

"Aunty mencari Evelyne?" Laura bertanya.

"Ya, apa kau melihatnya?" Sahut Joanna.

"Tadi dia keluar bersama yang lain" ujar Laura.

"Ah begitu" Joanna mengangguk.

Madava terdiam di lantai atas, manik merah itu menatap ke arah si ibu kandung dari Friska seraya menghela nafas. Ia merasa bersalah tetapi sama sekali tak menyesal, rasa ingin memilikinya lebih besar daripada rasa bersalahnya. Madava kini benar-benar harus mengambil satu pilihan, dia harus memilih. Friska atau Claudya. Ia kebingungan, ia tak ingin melepaskan Claudya begitu saja namun berniat mempertahankan Friska karena ia sangat menyukai si vampir baru. Otaknya kini serabutan memikirkan kemana Friska pergi, ia gelisah dan harus mencari wanita-nya itu. Madava melesat keluar dan berpas-pasan dengan para saudara yang tadi menyusul Friska.

[✔️] HALF OF METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang