37. Selfish

1.1K 157 22
                                    

Minela melamun, ia merindukan putrinya. Putrinya dalam wujud manusia, Friska telah berubah menjadi vampir dan hal itu tak dapat Minela terima dengan mudah. Ia ingin marah namun tak berhak, ingin melarang juga tak punya suara, hanya bisa terdiam memendam segala kekesalan di dalam rongga dada.

Sejak Friska datang ke hidupnya, Minela menjadi sosok yang halus dan menumbuhkan jiwa keibuan dari dalam dirinya. Minela sangat menyayangi Friska, gadis itu sudah seperti putri kandungnya sendiri dan kepindahan antar bangsa seperti ini adalah sebuah hal besar untuk Minela. Ia tak siap, tak siap untuk melepaskan putri kecilnya ke dunia lain. Sampai kapanpun Minela tak akan pernah siap, mungkin dulu ia berkata tak apa namun kini rasanya untuk berjauhan dengan sang anak bahkan semenit saja Minela bisa kelimpungan berjauhan dari Friska.

Se-sayang itu ia pada Friska, se-berat itu ia menaruh hati pada anak yang bukan darah dagingnya. Minela terlanjur mencintai Friska dengan sepenuh jiwa, jika saja ia bisa membuat Friska kembali menjadi manusia dengan sebuah nyawa maka Minela tak akan ragu untuk menyerahkan nyawa-nya. Sejauh itu ia memberikan kepercayaan juga hatinya pada sang gadis, dalam kata lain, Friska menjelma menjadi separuh hidup Minela.

"Bunda?" Suara sosok yang ia rindukan terdengar, manik coklat terang itu melebar menyiratkan rasa bahagia sekaligus senang melihat siapa yang datang.

"Friska..?" Minela bergumam tak percaya, ia dari duduknya membuat Friska tersenyum manis dan menghampiri sang bunda.

Grep!

Minela memeluk erat si gadis, Friska membalas pelukan sang bunda tak kalah erat. Ia sangat merindukan bunda-nya, padahal belum sampai 2 minggu Friska tinggal di kediaman Nathanael namun hatinya terasa kosong karena tak berada di dekat sang bunda.

"Bunda sangat merindukanmu" bisik Minela.

"Aku juga, bunda, aku juga sangat merindukan bunda" sahut Friska.

Minela mengurai pelukan erat tersebut, ia menggenggam kedua tangan putih pucat sang anak. Maniknya menatap lekat kulit putih Friska yang terasa dingin, tak lagi hangat seperti dulu. Sudut bibir Minela tertarik membentuk senyuman sendu, anak gadisnya bukan bagian dari dunia manusia lagi. Dia seorang vampir sekarang, Minela harus terima dengan kenyataan yang hadir tepat di depan matanya sendiri.

"Have a sit, baby" keduanya duduk berdampingan, Minela mengelus sayang punggung tangan Friska yang pucat.

"How are you, hm? Kamu baik-baik saja disana, kan? Are you happy, sweety?" Ia bertanya.

"Not at all, aku benci berada di dunia vampir sekalipun aku ingin hidup bersama mommy dan daddy. Aku tidak berbohong bunda, aku lebih suka menjadi manusia daripada menjadi vampir" Friska menjawab dengan ekspresi kesal diakhiri dengan ekspresi memelas.

"Why did he do this to you? Dia sepertinya sangat menyukaimu, sayang" gumam Minela mengusap pipi Friska.

"Dia gila, bunda, i swear for God! Aku sangat membenci laki-laki itu" sungut si gadis. Minela tersenyum geli.

"Jangan terlalu membenci seseorang, kau bisa berbalik sangat mencintai seseorang yang kau benci itu" peringat si bunda, Friska merotasikan mata birunya dan menggeleng cepat.

"Aku selalu memohon pada Dewata agar tak jatuh cinta pada makhluk menyebalkan seperti dia" ujar anak gadis-nya.

"Allright then, it's up to you. Mau menginap disini? Sudah lama bunda tidak menemani putri bunda tidur, you want it?" Minela menaikkan alis.

"Sure, aku datang karena aku ingin menginap.. dimana ayah?" Friska tersenyum dan melihat sekeliling.

"Belum pulang, mungkin sebentar lagi" sahut Minela.

"Kau sudah makan?" Minela bertanya.

"Ah i'm sorry, kamu tidak makan makanan manusia lagi ya?" Sambungnya, Friska tertawa pelan.

"Bunda, aku tetap memakan makanan manusia meski aku telah menjadi vampir. I can't hold the scent of blood, i hate that, really" ujar si vampir baru.

"Let's have dinner then, bantu bunda masak, hm?" Minela tersenyum.

"Okay" Friska mengangguk. Keduanya beranjak ke dapur dan mulai menyibukkan diri dengan berbagai bahan makanan untuk makan malam.

🍷🍷🍷

Madava tak mencium aroma Friska di rumah, gadis itu juga tak dia temukan di dalam kamarnya. Dimana Friska berada?

"Looking for your girl?" Hector menghampiri Madava, yang ditanya mengangguk.

"Kau melihatnya?" Gumam Madava, Hector mengangguk.

"Kudengar tadi dia pamit pulang, mungkin dia merindukan rumah dan orang tua manusia-nya" ujar si sulung Willows. Madava menghela nafas dan mengangguk paham, ternyata Friska pulang ke rumahnya.

"Madava, can i ask you one thing?" Hector bergumam, nada suaranya terdengar serius.

"Go ahead" Madava menganggguk menginjinkan.

"Apa kau akan tetap seperti ini?" Tanya Hector memasukkan kedua tangan ke saku, menatap ke depan.

"Apa maksud dari pertanyaanmu itu?" Bingung Madava.

"You have a girlfriend, Dava" sahut Hector.

"Then?" Alis si bungsu Nathanael terangkat, ia paham arah pembicaraan ini namun ingin Hector mengatakan dengan sejelas-jelasnya.

"Tidakkah kau memikirkan perasaan Claudya?" Akhirnya Hector bertanya, ia menoleh pada Madava yang kini menatap ke depan.

"I do" jawab Madava, ia mengangguk.

"Kau sengaja menyakiti perasaan Claudya?" Alis Hector menyatu.

"Aku tidak sejahat itu, Willows" Madava menyahut datar.

"Lalu kenapa kau mengikat Evelyne? Maaf jika aku terlalu ikut campur, aku hanya tidak bisa melihatmu menahan 2 gadis sekaligus. You'll hurt them" Hector berujar dengan nada yang hati-hati, Madava menghela nafas pelan.

"Aku menginginkannya, Tor"

"Who?" Tanya Hector.

"Evelyne" jawab Madava.

"Lalu Claudya?"

"Aku menyayanginya" Hector bersikedap tangan mendengar jawaban Madava.

"Apa kau kehilangan akal sehatmu? Kau telah menjadikan Claudya sebagai wanitamu namun tak menandainya dan kini kau menandai sekaligus membawa Evelyne kemari, apa yang kau rencanakan sebenarnya?" Hector memasang wajah frustasi.

"Jangan kau urusi apa yang aku lakukan, aku tak memintamu untuk memikirkannya" ketus Madava, ia melangkah pergi menjauhi Hector yang menggeleng tak percaya.

"Tak perlu kau nasehati dia, Hector, kau hanya membuang tenagamu" Gaby menghampiri Hector.

"Apa dia sekeras itu?" Heran si sulung Willows.

"More than that, kau hanya belum mengenalnya terlalu baik" Gaby menarik sudut bibirnya.

"Aku merasa kasihan pada Claudya juga Evelyne" ujar Hector sarat akan nada prihatin.

"Why?" Tanya Gaby.

"Frist, aku hanya tak ingin Evelyne mendapatkan masalah atau sampai terluka sebab mommy berkata dia adalah saudariku yang wajib aku jaga. Second, aku merasa Madava keterlaluan pada Claudya karena menduakan gadis itu" jawab Hector, Gaby mengangguk setuju.

"Alasanmu tak ada yang salah, Madava memang keras kepala dan tak ada yang bisa melarangnya. Maybe the new vampire can, kurasa vampir baru itu bisa membuat Madava menurut" si sulung Ainsley bergumam.

"Kau juga berpikir seperti itu? I think the same thing, Gaby" Hector menyahut cepat.

"Let see, semoga saja gadis itu bisa menjadi pengendali seorang Madava" Gaby berujar, Hector mengangguk cepat.










TBC

[✔️] HALF OF METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang