Maaf banget ya Gusy aku jarang udpate!
Tapi, aku bakalan tetep tamatin cerita ini kok!
HAPPY READING!
Gelap malam dan semilir angin yang menelusup pori-pori menemani perjalanan Fatan pulang ke rumah. Gang yang hanya diterangi lampu yang samar-samar menyambut Fatan ketika cowok itu memasuki pemukimannya. Malam masih menunjukkan pukul sembilan, tapi gang itu sepi dan hanya suara decit ban sepeda miliknya yang memecah keheningan.
Mata Fatan menyipit, keningnya berkerut dalam dengan pandangan yang fokus ke depan. Kedua tangannya mencengkeram stir sepeda dengan kuat ketika menangkap bayangan tiga orang di tengah samarnya cahaya dalam gang.
Di sana di ujung gang Aisyah bersama Attar dan Aham menanti cowok tersebut dengan cemas.
"Ya Allah, Fatan. Kenapa kamu bohong sama Bunda, Nak? Kenapa kamu tutupin ini semua dari Bunda? Kalau kamu butuh uang kamu bilang Bunda sayang jangan kayak gini," cecar Aisyah begitu sang putra duduk di tikar sambil melepas kaus kakinya.
Perempuan berkepala tiga itu tidak tahu jika putranya bekerja di warung mie ayam jika saja Attar dan Aham tidak datang ke rumahnya untuk mengajak Fatan keluar. Dia mengira bila Fatan memang belajar di rumah salah satu di antara mereka, sama seperti yang putranya itu ucapkan tadi pagi.
"Fatan kalau kamu pengin sesuatu kamu bisa bilang sama Bunda. Bunda pasti bakalan usahain buat kamu, Nak. Kamu nggak harus kerja kayak gini. Belum waktunya sayang. Biar Bunda aja yang nyari uang."
Fatan menghela napasnya. Cowok berwajah kearab-araban itu menatap sang bunda. "Fatan itu kerja bukan buat nyukupin kebutuhan kita, Bun. Karena itu emang kewajibannya orang tua. Fatan itu kerja buat beli motor. Fatan pengin punya motor kayak temen-temen, Bun. Fatan capek dan malu diledekin sama mereka terus karena enggak punya dan enggak lancar naik motor."
"Kalau Fatan minta sama Bunda emang Bunda bisa beliin Fatan. Enggak, kan? Makanya Fatan kerja biar bisa beli motor pake uang sendiri tanpa harus ngutang ke orang-orang."
Seolah ada pisau kasat mata yang mengiris-iris hati perempuan berjilbab hitam itu. Hatinya terasa ngilu dan perih mendengar ucapan sang putra. Setetes air mata merembes pelan mengaliri pipinya yang tirus. Bibirnya bergetar dan kaku untuk mengeluarkan kata-kata. Hanya sebuah gumaman maaf yang keluar dari bibirnya."Maafin Bunda Fatan," lirih Aisyah. Aa perasaan sedih juga kecewa pada dirinya sendiri lantaran tak bisa membelikan apa yang diinginkan oleh putranya sampai ia harus bekerja seperti ini.
"Kalau lo emang pengin beli motor kenapa lo nggak ngomong aja sama kita, Tan? Kita pasti bakalan bantuin lo, Tan," sahut Attar yang sudah ikut duduk dan bergabung bersama ibu dan anak itu di atas tikar.
"Bener, Tan. Kalo lo ada keinginan lo bisa bilang ke kita. Lo pengin motor lo tinggal bilang aja ke kita nanti kita bakalan bantuin kalau itu soal dananya," imbuh Aham.
"Bantuin apaan, Tar, Ham? Bantuin gue beli maksudnya? Atau bantuin dengan cara ngasih motor lama kalian ke gue?"
Sudah seringkali Aham dan Attar menawarkan motor lama mereka yang masih bagus, namun sudah tak terpakai untuk diberikan pada Fatan. Hanya saja cowok berhidung mancung itu selalu menolak dengan alasan tak mau merepotkan.
"Mau sampai kapan hidup gue terus bergantung sama kalian?" tanya Fatan menatap kedua temannya secara bergantian.
"Selama ini kalian udah banyak banget ngebantuin hidup gue. Kalian selalu ngasih apapun ke kita. Gue hargai kebaikan kalian, tapi tolong kali ini aja biarin gue berjuang buat apa yang gue inginkan." Fatan menarik napas menahan sesak dan perasaan kacau akibat keadaannya yang tak kunjung membaik ini.
"Gue emang miskin, nggak punya ayah, nggak tahu ayah gue di mana dan siapa, dibilang anak haram, dan enggak punya motor. Tapi, gue masih punya harga diri untuk minta bantuan atas hal-hal yang seharusnya bisa gue usahain, Ham, Tar," ucap Fatan dengan napas yang tak beraturan.
Dadanya kembang kempis, wajahnya tampak lelah dan lesu. Rasanya Fatan ingin cepat-cepat mandi dan beristirahat. Tubuhnya terasa pegal akibat belum terbiasa bekerja. Namun, ia tidak bisa memendam semua ini. Ia harus mengatakannya pada Aham dan Attar. Fatan tidak mau bantuan yang mereka berikan padanya justru akan membuatnya tampak tak ada harga dirinya.
Sudah cukup ia disebut anak haram. Fatan tidak mau jika sampai ia dibilang parasit pada pertemanan mereka.
Aham dan Attar tak membalas apapun. Keduanya memilih bergeming. Memaksakan kehendak pada ucapan Fatan di saat seperti ini justru akan memperkeruh keadaan dan memancing emosi cowok tersebut.
Sebuah tangan menggenggam tangan Fatan. Cowok itu menoleh pada ibunya yang masih berlinang air mata. Ia mengumpat dalam hati. Semakin kesal karena selalu saja bundanya menangis seperti ini di hadapannya.
"Maafin, Bunda ya, Nak. Maafin Bunda. Ini semua salah Bunda. Kalau Bunda punya uang banyak dan bisa beliin kamu motor. Kamu pasti nggak bakalan diledek sama temen kamu sampai harus kerja paruh waktu kayak gini," tutur Aisyah mempererat genggaman tangan kanannya. Sedang tangan kirinya berusaha menepis bekas air mata di pipinya. Lantas, meletakkan sebelah tangan tersebut di atas tangannya yang menggenggam Fatan.
"Bunda janji, Nak. Bunda bakalan beliin kamu motor. Jadi, kamu nggak usah kerja ya sayang. Bunda bakalan usaha lebih keras lagi biar uangnya cepet terkumpul.
Fatan menarik tangannya dari genggaman sang bunda. Bibirnya terangkat dan ia menyeringai tipis. "Udah deh Bun nggak usah janjiin apapun ke Fatan. Fatan udah nggak percaya sama janji Bunda lagi. Dari dulu Bunda selalu ingkar. Katanya mau ngetemuin aku sama Papa, tapi buktinya apa? Zonk kan," sindirnya.
"Jadi, nggak usah larang-larang Fatan buat nyari uang biar bisa beli motor. Mending Bunda fokus aja sama masa diri sendiri yang mungkin udah butuh pasangan lagi. Biarin Fatan berjuang demi apa yang Fatan inginkan dan buktiin ke orang-orang walaupun Fatan nggak punya ayah, tapi Fatan masih punya harga diri," tandas cowok beralis tebal itu lalu berlalu menuju kamarnya. Meninggalkan kedua temannya yang hanya bisa membisu. Tidak peduli apakah keduanya akan marah atau tidak padanya di esok hari.
Karena merasa tak enak pada kedua teman putranya, Aisyah meminta maaf pada mereka agar memaklumi sikap Fatan. "Maafin Fatan ya Nak Attar, Nak Aham."
"Enggak apa-apa kok, Bun. Kita udah paham kok sama sikapnya Fatan," ujar Attar.
"Harusnya kita yang minta maaf karena bikin Fatan marah dengan kasih tahu kalau dia nggak ke rumah kita sama Bunda," ucap Aham merasa tak enak. Pasalnya ia yang memberi ide untuk datang ke rumah Fatan.
Setelah meminta maaf keduannya pun pamit karena sudah malam. Mereka tidak mau mengganggu waktu istirahat Aisyah. Mereka juga ingin memberi waktu pada Fatan untuk menangkan dirinya.
Selepas Aham dan Attar pergi. Aisyah menutup pintu sambil bergumam, "Seandainya Papa kamu itu tahu kalau kamu butuh nafkah dan kasih sayang dari dia, Nak."
Terima kasih telah membaca
Jangan lupa vote dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
EL - FATAN (HIATUS)
Teen Fiction"KENAPA FATAN HARUS LAHIR DARI RAHIM SEORANG WANITA SIMPANAN SEPERTI BUNDA? KENAPA, BUN?!" "KENAPA FATAN NGGAK LAHIR AJA DARI RAHIM PEREMPUAN LAIN? FATAN MALU PUNYA BUNDA SEORANG PELAKOR!" El-Fatan Gafar Saputra begitu membenci takdirnya sebagai seo...