Bab 5

1.3K 192 9
                                    


"Maaf ya Pak pengantarannya terlambat karena tadi ada insiden di jalan."

"Nggak apa-apa Nak. Terima kasih ya."

"Sama-sama Pak."

Prilly menganggukkan kepalanya sebelum benar-benar beranjak dari rumah pelanggannya.
Ia kembali meminta maaf atas keterlambatannya.

Akhirnya Prilly bisa bernafas lega saat pekerjaannya sudah selesai. Ia hanya perlu kembali ke pasar untuk mengunci pintu kedainya.

Prilly melirik pergelangan tangannya yang terasa sakit ternyata insiden tadi melukai dirinya memang bukan luka menganga namun cukup membuat Prilly risih karena denyutan rasa sakitnya.

Akhirnya Prilly memilih menepikan sepeda motornya ke salah satu apotik untuk membeli obat tetes untuk pergelangan tangannya yang terluka. Setelah memastikan sepeda motornya terkunci dengan baik, Prilly melangkah memasuki apotik.

"Selamat datang Mbak ada yang bisa dibantu?" Tanya salah seorang gadis yang bekerja di apotik dengan ramah.

"Saya mau beli obat buat luka ditangan saya Mbak." Kata Prilly sambil memperlihatkan pergelangan tangannya yang terluka.

Gadis itu segera mengambil satu botol obat tetes berwarna kuning yang namanya sudah cukup dikenal di kalangan masyarakat. Prilly menanyakan harganya lalu membayar setelahnya ia berniat keluar dari apotik itu namun saat akan menuju sepeda motornya terparkir Prilly melihat seorang Kakek tua yang sedang dimarahi di depan salah satu warung makan.

Prilly mengurungkan niatnya untuk kembali ia justru melangkahkan kakinya menuju warung itu. "Eh Pak jangan kasar-kasar dong!" Prilly segera menghampiri sang Kakek yang nyaris tersungkur saat di dorong oleh pria didepannya.

"Kakek nggak apa-apa?" Tanya Prilly pada pria tua itu. "Kakek baik-baik saja Nak." Jawab pria itu lemah.

"Eh jangan ikut campur urusan orang tua ya? Bocah bau kencur kayak kamu tahu apa urusan orang tua!" Pria itu justru meneriaki Prilly hingga membuat Prilly berbalik dan menatapnya dengan sengit.

Kenapa hari ini selalu saja ada orang yang berusaha memancing emosinya?

"Ini bukan masalah ikut campur Pak tapi Bapak punya hati nggak sih? Kakek ini tubuhnya udah lemah kenapa Bapak masih aja kasar sama beliau." Balas Prilly tak gentar. Ia benar-benar sangat membenci kekerasan apalagi kekerasan pada orang yang sudah tidak berdaya seperti Kakek ini.

"Wajar saya kasar pria tua ini sudah mencuri di--"

"Saya tidak mencuri Tuan saya hanya memakan makanan sisa pelanggan Anda saja." Sela Kakek itu dengan suara lemah.

Hati Prilly semakin iba, bagaimana bisa pria didepannya ini begitu tega memperlakukan Kakek ini dengan begitu kasar hanya karena memakan makanan sisa pelanggannya?

"Halah! Mau itu makanan sisa atau bukan tetap saja tubuh bau Anda menganggu pelanggan saya yang lain. Warung saya jadi kotor karena Anda." Marah pria itu lagi.

"Sudah Kek kita pergi dari sini biarkan saja pria sombong ini diazab oleh Tuhan." Ujar Prilly sambil menatap pemilik warung itu. "Sialan lo bocah!" Pria itu nyaris melayangkan tamparannya pada wajah Prilly jika seseorang tidak segera menahannya.

"Anda tidak bisa bermain fisik pada orang lain seperti ini Pak atau saya akan membuat Anda membusuk di penjara." Suara berat pria itu membuat Prilly menoleh dan betapa terkejutnya ketika ia mendapati Ryan sedang menahan tangan pemilik warung itu.

"Anda siapa?!" Pemilik warung itu tampak kesal dengan kehadiran Ryan.

Ryan menoleh menatap Prilly lalu tersenyum kecil. "Saya adalah Kakak dari gadis yang ingin Anda lukai dan ini kartu nama saya." Ryan menyerahkan kartu namanya dan seketika wajah pria itu memucat saat menyadari jika pria didepannya ini adalah bagian dari keluarga Hutama.

Tanpa mengatakan apapun pria itu segera beranjak dari hadapan Ryan dan Prilly.

Ryan kini berbalik menatap Prilly yang sedang membantu seorang pria tua. "Tidak perlu Nak, Kakek bisa pulang sendiri. Sekali lagi terima kasih." Pria itu benar-benar berterima kasih pada Prilly.

Prilly menganggukkan kepalanya. "Hati-hati Kek." Ujarnya pelan. Mata Prilly tampak berkaca-kaca ketika melihat Kakek itu berjalan menjauhi dirinya. Kakek itu menolak bantuannya bahkan ketika Prilly ingin memberinya sedikit uang Kakek itu menolak dengan alasan ia harus bekerja terlebih dahulu sebelum mendapatkan uang. Kakek itu sedang menyatakan jika dirinya bukan pengemis padahal Prilly tidak bermaksud seperti itu.

"Jangan sedih tidak semua hal yang kita anggap baik akan diterima dengan baik." Ujar Ryan yang berdiri disebelah Prilly.

"Aku cuma mau menolong Kakek itu." Jawab Prilly lirih. "Dan Kakek itu memiliki prinsip yang kuat dalam menjalani hidupnya." Jawab Ryan dengan senyuman teduhnya.

***

"Aduh!" Prilly tanpa sadar mengaduh kesakitan saat Ryan membersihkan lukanya. Mereka sedang berada di sebuah taman dan hal itu dikarenakan Ryan yang memaksa untuk membersihkan luka ditangan Prilly yang tertangkap matanya.

"Maaf." Katanya yang dijawab anggukan oleh Prilly. Luka Prilly memang tidak terlalu parah namun cukup dalam hingga membuat Ryan harus hati-hati membersihkannya.

"Ternyata efek kecelakaan itu sampai seperti ini ya." Ucap Ryan yang lagi-lagi dijawab anggukan oleh Prilly. "Iya pria tua itu benar-benar keterlaluan." Ryan terkekeh pelan saat Prilly kembali menyebut Ali dengan panggilan pria tua.

"Dia belum tua bahkan umur saya jauh lebih tua darinya. "Sahut Ryan yang membuat Prilly menoleh. Ryan menganggukkan kepalanya. "Meskipun hanya selisih beberapa tahun saja." Lanjutnya lagi.

Prilly tertawa pelan. "Terima kasih Kak." Ucapnya saat Ryan selesai membaluri salap pada lukanya.

"Kamu mau pulang? Mau saya antar?" Prilly menggelengkan kepalanya. "Nggak usah Kak. Aku bawa kendaraan." Ryan menganggukkan kepalanya.

"Perihal ganti rugi kamu benar-benar bisa menghubungi saya." Prilly yang sudah melangkah sontak menghentikan langkahnya.

"Baik Kak. Besok kalau memang ada aku bakalan hubungin Kakak." Jawab Prilly. "Aku pulang ya Kak. Sekali lagi terima kasih." Kata Prilly sambil memperlihatkan pergelangan tangannya.

Ryan menganggukkan kepalanya. "Sama-sama."

Sepeninggalan Prilly yang mulai menghilang dari pandangan matanya. Ryan ikut beranjak, ia tidak tahu kenapa takdir kembali membawa dirinya bertemu dengan gadis itu.

Drt..drt...

Ponsel yang ada disaku Ryan terdengar berdering. "Halo."

"Lo dimana? Buruan ke kantor!"

Tut.

Ryan menghela nafasnya, hidupnya memang selalu jauh dari kata tenang jika sudah berhubungan dengan Bosnya. Aliandra.

"Selamat tinggal ketenangan!" Lirih Ryan pelan sebelum melangkahkan kakinya menuju mobilnya.

*****

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang