Bab 33

1.2K 193 8
                                    

Pemakaman selesai dan air mata Prilly kembali berjatuhan saat menabur bunga diatas makam sang Ibu. Para pelayat sudah kembali ke rumah mereka masing-masing meninggalkan Prilly yang begitu setia ditemani oleh Ali dan keluarganya.

Hendra memeluk bahu istrinya yang tampak begitu berduka atas apa yang menimpa Prilly. Miska seolah kembali dilempar pada kenangan puluhan tahun lalu dimana ia kehilangan sahabat yang sudah selayaknya saudara bagi dirinya.

Miska sangat mengerti bagaimana hancurnya perasaan Prilly saat ini. Namun ia begitu salut dengan ketegaran yang gadis itu miliki, bahkan gadis itu jauh lebih kuat dari yang ia bayangkan. Prilly benar-benar melepaskan kepergian sang Ibu dengan senyuman yang walaupun terlihat begitu sendu dan hancur setidaknya ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja dihadapan jenazah Ibunya.

Ryan menoleh menatap Joana sekilas, gadis itu tidak lagi menangis seperti tadi malam namun melalui mata sembabnya air mata kembali menetes saat melihat Prilly berbicara didepan makam sang Ibu. Perlahan ia beranjak mendekati Joana lalu mengusap bahunya pelan.

Joana menoleh dan tersenyum sendu. "Terima kasih karena lo selalu ada buat gue Mas Ry." Bisiknya lirih namun masih bisa didengarkan oleh Ryan.

"Saya akan selalu membantu jika memang saya mampu." Jawab pria itu kaku namun cukup membuat perasaan Joana menghangat.

"Ibu jangan khawatirin Prilly disini. Prilly kuat kok." Air mata kembali mencuri keluar namun dengan cepat ia seka. "Ibu tenang disana ya sampai suatu saat nanti Prilly akan datang menemui Ibu dan kita akan kembali bersama."

Ali mengarahkan tatapannya pada wajah sembab Prilly. Meskipun memakai kacamata namun ekspresi pria itu sarat akan kesedihan. Ia seolah merasakan apa yang Prilly rasakan.

Setelah selesai, mereka serempak berbalik dan berjalan menuju parkiran dimana mobil mereka terparkir. Ryan berjalan beriringan dengan Joana begitupula dengan Ali dan Prilly.

Hendra dan Miska berjalan didepan mereka dengan saling berangkulan. Ali menoleh menatap Prilly yang berjalan dengan tatapan kosong hingga membuat gadis itu nyaris tersungkur jika Ali tidak sigap menahan pinggangnya.

"Hati-hati." Prilly menoleh lalu tersenyum pada Ali. Ia sangat beruntung karena memiliki Ali disisinya. Sejak semalam pria ini begitu setia menemani dirinya.

Joana tersenyum kecil melihat Ali yang begitu menjaga sahabatnya.

"Saya baru pertama kali melihat Ali seperhatian itu pada perempuan selain mantan kekasihnya dulu."

Kening Joana tampak mengerut. "Kenapa Pak Ali bisa putus sama kekasihnya?" Tanya Joana penasaran.

Ryan menatap Joana sekilas lalu mengedikkan bahunya. "Kalau kamu mau tahu silahkan tanyakan pada Pak Ali." Jawab Ryan yang sontak mendapat dengusan dari Joana.

Gila saja dia bertanya hal pribadi pada Bos besar.

"Kamu tinggal sama Tante saja mulai sekarang." Miska berkata sebelum memasuki mobilnya. "Setelah tujuh hari Ibu kamu, kami akan menjemputmu Nak." Lanjut Miska sambil mengusap wajah sayu Prilly.

Prilly tersenyum lembut pada Miska. "Terima kasih Tante, tapi rasanya saya tidak mungkin tinggal bersama Tante." Prilly menolak dengan halus. "Lagipula sekarang saya sudah tidak memiliki Ibu jadi sudah tidak ada hati yang perlu saya jaga." Mata Prilly kembali memanas. Jika dulu ia bersedia bersembunyi di apartemen Ali semata-mata karena menjaga perasaan Ibunya.

Ia tidak ingin Ibunya dihujat karena skandal yang melibatkannya tapi sekarang biar saja seluruh dunia menghujat dirinya, Prilly sudah tidak perduli.

Ali yang berdiri disebelah Prilly menatap gadis itu dengan tatapan sulit diartikan. Ia tidak mungkin memaksa Prilly untuk terus berada disisinya karena gadis itu memiliki hak penuh atas hidupnya sendiri.

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang