Bab 28

1.2K 202 16
                                    


Prilly akhirnya bisa bernafas lega setelah menyiapkan beberapa makanan untuk makan malam si tuan muda. Prilly terlihat menyeka keringatnya, ia sedikit kelelahan karena memasak dengan diburu waktu.

Begitu tiba di apartemen Ali segera menuju ke kamar untuk membersihkan dirinya sedangkan Prilly langsung menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.

Jika dipikir-pikir kenapa ia bodoh sekali sudah enak-enak di ajak makan di restoran tapi malah meminta Ali pulang dan sekarang ia lelah sendiri. Tapi mengingat harga makanan yang menyentuh angka jutaan di restoran tadi membuat rasa lelah Prilly hilang seketika.

"Kenapa nggak gue minta aja yang 5 juta jatah makan di restoran tadi buat gue?" Tiba-tiba Prilly mendapatkan ide cemerlang. Lumayan kan ia dapat 5 juta dalam satu malam.

Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin seperti itu diberi tempat tinggal gratis saja ia sudah bersyukur.

Prilly kembali melihat makanan sederhana yang ia masak dan sudah ia tata diatas meja. Terkadang ia merasa heran kenapa pria sekaya Ali mau menyantap makanan sederhana seperti ini.

Prilly memang pandai memasak namun hanya makanan-makanan rumahan seperti ini selebihnya ia tidak bisa. Prilly juga tidak tahu kenapa sejak tinggal di apartemen ini ia menjadi lebih rajin memasak, apa karena Ali selalu lahap ketika menyantap masakannya?

"Udah selesai lo masaknya?"

Prilly mengalihkan pandangannya pada Ali. Pria itu terlihat lebih segar dengan pakaian rumahan yang membalut tubuhnya.

"Udah. Nih lo makan duluan aja gue mau mandi." Prilly berniat beranjak dari sana namun tangan Ali terlebih dahulu memegang lengannya. "Lo temenin gue makan!" Titahnya yang membuat Prilly menoleh menatap pria itu dengan tatapan kesal.

"Gue belum mandi!"

"Lah terus kenapa? Gue cuma minta lo temenin makan bukan temenin tidur." Jawab Ali enteng yang nyaris membuat Prilly menendang tulang kering pria itu.

Ali menyeringai kecil lalu menarik Prilly menuju kursi meja makan. "Duduk!" Perintahnya setelah menarik kursi meja untuk Prilly.

Prilly menatap kesal Ali namun ia tetap menempati kursi yang Ali seret tadi. Ali tersenyum lebar saat kembali ke kursinya ia mengambil piring lalu menyerahkannya pada Prilly.

Prilly menatapnya dengan sebelah alis menukik. "Lo nggak mau latihan jadi istri yang baik buat gue?" Prilly nyaris melemparkan piring itu ke wajah Ali yang sedang memasang ekspresi polosnya.

Dengan berat hati Prilly meraih piring itu lalu mulai mengambilkan makanan untuk Ali. Pria itu tampak tersenyum penuh kemenangan. Sejak kehadiran Prilly di hidupnya ia merasa salah satu kebahagiaannya sekarang adalah menjahili gadis itu. Ali sangat menyukai wajah kesal Prilly yang terlihat begitu menggemaskan di matanya.

"Nih makan!" Prilly meletakkan piring yang sudah dipenuhi dengan nasi dan lauk itu dihadapan Ali.

Ali menerimanya dengan mata berbinar. "Dulu Mami sering banget masakin buat gue." Prilly yang sejak menyendokkan nasi untuknya berhenti lalu beralih menatap Ali. "Emangnya Tante Miska masak makanan kayak gini?"

Ali menoleh menatap Prilly dengan kening berkerut. "Kayak gini? Maksud lo gimana?"

Prilly berdehem pelan. "Gue cuma bisa masak makanan kampung sederhana kayak gini aja." Jawab Prilly, sejujurnya ia merasa minder sendiri ketika melihat hasil makanannya yang sekarang di lahap oleh Ali.

Prilly takut jika suatu saat nanti Ali akan bosan dengan masakannya yang begini-begini saja.

Sebenarnya ada apa sih dengan dirinya?

"Mami sama aku penyuka makanan rumahan asal kamu tahu." Sahut Ali setelah menelan nasi didalam mulutnya. "Papi juga cuma Papi lebih suka makanan kebarat-baratan gitu nggak kayak gue sama Mami." Lanjut Ali lagi.

Prilly mengangguk pelan. "Besok bisa nggak lo masakin gue sayur bening sama sambal terasi?"

Prilly kembali menoleh setelah mendengar permintaan sederhana Ali. Pria itu terlihat sibuk melahap makan malamnya. "Masakan lo enak. Gue suka." Puji Ali disela kunyahannya.

Dan Prilly tidak bisa menahan senyumannya lagi. Ia merasa jantungnya berdetak kencang dan tak sabar menunggu hari besok.

"Oke. Menu makan siang besok sayur bening sama sambar terasi." Ali mendongak lalu tersenyum lebar menatap Prilly. "Nggak sabar nunggu besok." Ujarnya.

Tanpa sadar keduanya kembali berbincang sambil menyantap makan malam. Keduanya mulai akrab satu sama lain dan untuk pertama kalinya si cebol dan tua bangka menghabiskan waktu tanpa adanya perdebatan.

*****

Kondisi Agung perlahan mulai membaik setelah nyaris satu minggu menghabiskan waktu dirumah sakit. Hanya saja hubungannya dengan Renata semakin hari semakin renggang saja. Agung menatap sendu wanita yang sedang memasukkan segala perlengkapannya selama dirumah sakit ke dalam tas.

Renata tidak lagi memulai percakapan diantara mereka, wanita itu lebih memilih diam dan akan bersuara jika ia yang bertanya terlebih dahulu setelahnya Renata kembali bungkam.

"Sudah semua?" Tanya Agung yang dibalas anggukan kepala oleh Renata.

"Kamu pulang sama Raditya dan Reihan." Ucap Renata yang membuat kening Agung mengerut. "Memangnya kamu mau kemana?" Tanya Agung pada istrinya.

"Aku ada urusan." Jawab Renata singkat tanpa menoleh kearah suaminya.

"Renata."

Gerakan tangan Renata yang sedang menarik resleting tasnya terhenti saat mendengar suaminya memanggil namanya. "Rasanya aneh sekali mendengar kamu memanggil namaku setelah sekian lama." Renata tersenyum kecil namun terlihat begitu miris di mata Agung.

Sekarang ia sadar jika selama ini, ia sudah begitu dalam menyakiti wanita yang dulu ia pilih sebagai pendamping hidupnya. Renata tidak bersalah, wanita ini tidak tahu menahu perihal masa lalunya ia hanya mengenal wanita masa lalunya hanya sebatas namanya saja selebihnya tidak.

"Aku akui aku salah karena masih menyimpan fotonya di dalam dompetku." Agung mulai berbicara namun Renata justru terlihat tidak tertarik. "Re, please." Agung tidak pernah sefrustasi ini menghadapi Renata karena selama ini istrinya itu selalu mengalah padanya.

"Aku tidak tertarik dengan wisata masa lalu kamu Mas." Kini Renata memusatkan seluruh perhatiannya pada sang suami. "Kalau kamu mencintainya ya sudah cintai dia sampai kamu mati atau perlu aku mencari wanita itu supaya kamu bisa kembali bersam--"

"Dia sudah meninggal Renata." Potong Agung dengan wajah datarnya.

Renata sedikit terhenyak namun segera ia menormalkan ekspresi wajahnya. "Maaf." Ucapnya sebelum berbalik berniat keluar dari ruang inap suaminya.

"Renata kamu mau kemana?" Tanya Agung.

"Bisakah kau memberitahu siapa nama perempuan itu Mas?" Alih-alih menjawab pertanyaan suaminya, Renata justru balik bertanya. Tubuh Agung sontak menegang ketika mendengar pertanyaan istrinya.

Renata membalikkan badannya lalu menatap suaminya yang tampak terpaku. "Aku semakin penasaran sebenarnya apa yang membuat kamu meninggalkan wanita itu dan memilih menikahi aku dulu Mas." Tatapan mata Renata dan Agung bertemu. "Jika kamu sangat mencintainya kenapa kamu malah menikahi dan meninggalkan wanita itu dulu?"

Agung masih setia dengan kebungkamannya.

Renata menghela nafasnya. Akhir-akhir ini ia merasa pernikahannya dengan Agung semakin kacau dan membuatnya tidak tenang.

Renata merogoh tasnya saat satu pesan masuk disana. "Anak-anak sudah sampai dibawah." Renata memberitahu suaminya. "Aku duluan Mas." Dan setelahnya Renata benar-benar pergi meninggalkan Agung yang menatap kepergian istrinya dengan tatapan sulit diartikan.

"Namanya Nilam, Renata. Satu-satunya penyesalan yang saya alami di dunia ini adalah meninggalkan dia dan calon anak kami." Lirih Agung diiringi dengan tetesan air matanya.

*****

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang