Kabar tentang Ali yang mencium seorang gadis di mall milik keluarganya benar-benar santer terdengar bahkan sudah banyak pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menjatuhkan Ali yang sebentar lagi akan menggantikan posisi Ayahnya.Ali terlihat begitu tenang menghadapi rentetan kalimat yang keluar dari para pemegang saham yang sejak tadi terus berusaha menyudutkan dirinya.
Ali dan Ryan sedang mengikuti rapat dewan yang diadakan secara mendadak akibat pemberitaan miring tentang Ali. Hendra terlihat tenang di kursinya, tidak ada yang bisa membaca ekspresi wajah pria paruh baya itu sekarang.
"Jadi sebaiknya pengalihan kepemimpinan perusahaan ini harus kembali dikaji. Kami takut akibat pemberitaan ini akan merugikan perusahaan." Salah seorang pemegang saham di Hutama Group bersuara.
"Apa mungkin sebaiknya posisi Direktur Utama digantikan saja oleh putra dari Pak Agung Pramudya?" Semua mata tertuju pada Agung Pramudya yang terlihat tenang di kursinya. "Saya tidak bisa mengatakan apapun semuanya tergantung dari voting saja." Jawabnya tenang namun Ali bisa melihat kilatan penuh kemenangan di wajah pria yang sebaya Ayahnya itu.
Ali mendekatkan wajahnya sedikit pada Ryan. "Siapa putra pria itu?" Tanyanya pelan.
Ryan segera membuka iPad miliknya lalu memperlihatkan foto pria yang Ali duga putra dari Agung Pramudya.
"Raditya Pramudya."
Ryan menutup kembali iPad miliknya lalu kembali fokus pada jalannya sidang. Ryan melirik sekilas kearah Agung Pramudya yang tampak menyeringai kearah Hendra Hutama.
Ryan juga melirik sekilas pada Ayahnya yang duduk tak jauh dari Hendra Hutama selaku bosnya. Jika hubungan Ryan dan Ali tampak begitu santai berbeda dengan Ayahnya mereka. Bukan karena Hendra yang terlalu bossy melainkan Adnan -Ayahnya Ryan- yang terlalu kaku.
Adnan begitu menjunjung tinggi keprofesionalitasnya sehingga tidak heran wajah pria itu selalu tampak kaku minim ekspresi.
Merasa diperhatikan Adnan menoleh sekilas kearah putranya hanya sekilas bahkan tak sampai 3 detik pria itu kembali memfokuskan tatapannya pada peserta rapat.
Ryan refleks mendengus pelan melihat Ayahnya yang bersikap seolah-olah tidak ada hubungan apa-apa di antara mereka. Ayah durhaka.
"Lo cari tahu tentang Raditya itu!" Perintah Ali pada Ryan.
"Untuk? Lebih baik lo pikirin jalan keluar skandal lo ini daripada urusan Raditya yang tidak penting itu." Sahut Ryan yang sontak membuat Ali melotot namun sama sekali tidak membuat Ryan takut.
"Menurut saya yang menjadi inti dari rapat hari ini adalah kalian semua keberatan jika putra saya mengambil sesuatu yang sudah seharusnya menjadi miliknya. Silahkan bantah jika saya salah!" Akhirnya Ali bisa mendengar suara berat Ayahnya.
Hendra adalah pebisnis handal, ia sudah sering menghadapi posisi seperti ini jika dulu ia melindungi haknya maka sekarang ia harus melindungi hak putranya. Hendra Group tidak akan jatuh ke tangan orang lain selain putranya.
Suasana di dalam ruang sidang itu tiba-tiba berubah sunyi tidak ada yang berani membuka suara sampai akhirnya Agung Pramudya berdehem. "Saya rasa tidak ada yang salah dengan kekhawatiran kami disini Pak Hendra. Kami tepatnya kita semua tentu sangat menginginkan Hutama Group semakin maju dan berkembang kedepannya."
"Jadi menurut Anda putra saya tidak bisa memajukan perusahaan ini begitu Pak Agung?" Tanya Hendra dengan suara tenang namun mematikan yang sontak membuat Agung Pramudya terdiam.
Hendra terlihat berbisik pada Adnan beberapa saat sebelum akhirnya pria itu mengangguk dan bangkit dari tempatnya.
Ali dan Ryan hanya bisa menatap Ayah mereka tanpa ada yang bersuara.
"Tapi Pak Hendra perihal skandal---"
"Tidak ada yang salah dengan kejadian hari itu hanya saja tempatnya yang kurang tepat lagipula itu terjadi karena suatu insiden bukan kesengajaan." Potong Hendra yang lagi-lagi berhasil membungkam mereka-mereka yang sangat menginginkan kepemimpinan Hutama Group.
"Lagipula perempuan yang terlibat skandal itu adalah calon menantu saya jadi tidak ada yang salah bukan?" Ucap Hendra tiba-tiba yang tidak hanya mengejutkan para dewan pemegang saham tapi Ali dan Ryan juga.
Ali nyaris sesak nafas saat Ayahnya tiba-tiba mengatakan jika Prilly adalah calon menantunya dan itu artinya?
Ali menoleh ketika Ryan menepuk pundaknya beberapa kali. "Ini nyata bukan mimpi." Ujar Ryan seolah tahu apa yang ada dipikiran Ali saat ini.
Demi apapun Ali benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.
***
"Maaf ya Bu, Prilly harus ngabarin Ibu lewat telepon begini karena kemarin benar-benar nggak ada waktu lagi untuk pulang."
Prilly sedang berbicara dengan Ibunya melalui sambungan telepon. Ia sedikit bersyukur Ibunya tidak terlalu pandai menggunakan media sosial jadi untuk sementara berita tentangnya akan sedikit aman.
"Tidak apa-apa yang penting kamu baik-baik ya disana."
Tenggorokan Prilly sedikit sakit ketika menjawab. Ia begitu merasa bersalah karena harus membohongi Ibunya. "Iya Bu. Ibu juga baik-baik ya kalau emang Ibu kecapean, Ibu dirumah aja jangan ke pasar."
Prilly sedikit lega saat mendengar tawa Ibunya. Ia sudah beberapa menit berbicara dengan Ibunya. Jujur, Prilly tidak menyukai situasi yang mengharuskan dirinya bersembunyi seperti ini tetapi apa boleh buat seperti kata Ryan tadi pagi saat menjemput Ali ke kantor jika diluar banyak pemburu berita yang sedang berusaha menyelidiki dan mencari dirinya jadi mau tidak mau Prilly memang harus bersembunyi disini.
"Ya sudah Ibu beres-beres dulu ya. Ibu pulang cepet dari pasar karna hari ini banyak yang borong jadi stok barang-barang di kedai sudah menipis. Ibu berencana untuk berbelanja sama Paman Aseng."
"Jangan Buk! Ibu tunggu aja biar Prilly yang telepon Paman Aseng untuk meminta pegawainya mengantarkan barang ke kedai kita. Pokoknya Ibunya dirumah aja jangan kemana-mana." Titah Prilly yang dibalas tawa oleh Lela.
Beberapa menit kemudian panggilan telepon mereka berakhir dan Prilly kembali merasa begitu kesepian. Prilly menoleh menatap ke sekeliling apartemen yang begitu luas untuk dirinya sendiri.
Prilly merebahkan tubuhnya diatas sofa. Ia tidak tahu jika Ali akan kembali ke apartemen ini atau ke rumah orang tuanya karena menurut yang ia dengar dari Ryan, pria itu jarang sekali menempati apartemen ini.
Prilly tidak heran mengingat sosok Ali yang merupakan putra tunggal keluarga Hutama. Prilly tentu sudah tahu jika Ali bukan pria sembarangan semenjak kejadian naas kemarin.
Jika Ali bukan orang berpengaruh jelas saja insiden kemarin tidak akan memberikan efek apapun pada keduanya tapi yang terjadi justru sebaliknya dan itu menandakan jika Ali bukanlah sosok biasa seperti dirinya.
Kembali terdengar helaan nafas Prilly. "Kenapa nggak gue telpon Joana aja ya biar dia kesini jadi gue nggak kesepian." Mata Prilly sontak berbinar saat mengingat sahabatnya.
Ia segera menghubungi Joana dan meminta sahabatnya untuk datang ke apartemen Ali. Sekalian mereka berencana untuk makan siang bersama disini.
*****
Promo Jumat berkah jangan kelewat yaa sayang2ku.. cuss ke wa +62 821-6196-6480
Kalau mau update lebih 1 kali jangan malas vote dan komen yaaa..💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs Aliandra
RomanceNext Story jangan lupa baca yaaa.. Ceritanya nggak kalah seru dari cerita sebelumnya.. Jangan lupa vote dan komennya yaaa..