Bab 4

1.4K 196 7
                                    


"Bapak nggak bisa dong main salahin saya aja nih si bego juga salah Pak." Suara lantang Prilly terdengar memenuhi ruangan dimana beberapa orang polisi yang bertugas terlihat menahan tawa saat seorang gadis dengan berani menunjuk seorang pria yang sepertinya sudah siap menelan gadis itu hidup-hidup.

"Eh cebol lo yang sopan ya sama yang lebih tua." Pria itu ikut bersuara.

"Dih udah tua bego lagi." Ejek Prilly yang sontak membuat pria itu melebarkan matanya. Gadis ini benar-benar luar biasa, luar biasa kurang ajarnya.

"Lo--"

"Apa?!"

"Sudah cukup tolong tenang saudara-saudara! Kita bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan cara damai."

"SAYA NGGAK MAU BERDAMAI!!" Teriak Prilly dan pria itu serentak dan cukup mengagetkan polisi yang bertugas.

Prilly dan pria itu saling mengeluarkan tatapan sengitnya. Tidak ada yang mengalah sampai akhirnya seorang pria datang lengkap dengan stelan jas mahalnya.

"Maaf saya datang terlambat. Saya pengacara dari Bapak Ali." Pria itu terlihat menyodorkan sebuah kartu nama pada polisi.

Prilly bersidekap membalas tatapan pria yang bernama Ali itu. "Dih cemen nggak bisa ngurus diri sendiri padahal udah tua." Ejek Prilly yang membuat geram setengah mati.

Dari mana sih asalnya gadis cebol ini, kenapa mulutnya pedas sekali? Ali belum pernah bertemu dengan perempuan sekasar ini.

"Baik masalah ini bisa kita selesaikan dengan cara damai namun terkendala dengan kedua belah pihak yang masih enggan untuk berdamai." Jelas polisi itu pada pengacara Ali.

Pengacara itu tampak menoleh menatap Ali yang masih beradu tatapan dengan gadis didepannya. Prilly juga sama sekali tidak mengendurkan tatapannya meskipun ia sendirian disini tanpa pengacara yang membelanya tapi ia tidak takut. Prilly tidak merasa dirinya salah sepenuhnya pria ini juga salah.

Polisi yang menangani mereka juga tampak kebingungan pasalnya kedua biang onar itu malah asik tatap-tatapan tapi enggan berdamai.

"Jadi gimana Pak?" Akhirnya polisi itu memilih bertanya pada pengacara yang sepertinya sama kebingungannya namun lebih baik ia yang membuat keputusan. "Damai saja Pak nanti biar klien saya itu menjadi urusan saya." Ucap pengacara itu lalu mengikuti polisi untuk membereskan beberapa surat yang harus ia tanda tangani.

Biarkan saja kedua manusia itu saling tatap-tatapan jika tidak ada yang mengalah mungkin sampai besok mereka akan saling beradu tatapan seperti sekarang ini.

***

"Lo ngapain sih pakek tanda tangan mau damai segala? Gue harus kasih pelajaran tuh cewek belagu." Ali memarahi pengacaranya yang tidak lain adalah sahabatnya, Ryan.

Ryan sendiri hanya bisa menghela nafasnya jika bukan karena sudah mengenal laki-laki ini dari kecil mungkin sudah lama ia akan angkat kaki dari keluarga Hutama.

Benar, Ryan adalah pengacara sekaligus orang kepercayaan keluarga Hutama. Sebenarnya Ayah kandung Ryan yang sudah lama bekerja dengan Hendra hingga akhirnya Ryan juga turut mengabdikan diri pada keluarga konglomerat itu.

Ryan berusia sepantaran dengan Ali, usia mereka hanya selisih beberapa tahun. Ryan sudah bagaikan Abang untuk Ali yang terkadang masih betingkah layaknya anak kecil itu.

Seperti sekarang ini lihat saja Ryan hampir melayangkan tendangannya jika saja tidak mengingat jika saat ini ia sedang berperan sebagai pengacara pribadi pria menyebalkan ini.

"Li mending kita pulang gue banyak kerjaan di kantor." Ryan lelah sekali. Meskipun ia merupakan pengacara handal tapi satu-satunya klien yang ia layani hanyalah Ali selebihnya ia bekerja di kantor sebagai asisten pribadi pria menyebalkan ini.

Ali menatap Ryan dengan tatapan sangarnya namun sama sekali tidak membuat Ryan takut. "Lihat saja kalau ketemu lagi tuh cewek gue jejelin mulut toa itu pakai sepatu gue." Ucap Ali sebelum beranjak memasuki mobilnya.

"Takutnya mulut lo yang lebih dulu dijejelin helm bogo dia." Sahut Ryan yang mendapat acungan jari tengah dari Ali sebelum pria itu benar-benar menghilang dengan mobil sedan kesayangannya itu.

Ryan hanya menghela nafasnya. Sebelum ia meninggalkan area kantor polisi ia terlebih dahulu menghampiri gadis yang menjadi korban keegoisan sahabat sekaligus bosnya itu.

Prilly sedang merapikan barang dagangannya yang sedikit penyot karena kecelakaan tadi. Untung saja hanya kardusnya yang penyot bukan barang yang ada didalamnya.

"Mbak.."

Prilly menoleh saat seorang pria yang ternyata pengacara pria songong itu tiba-tiba menghampiri dirinya. "Kenapa Pak? Kalau Bapak mau minta maaf nggak usah Pak karena bukan Bapak yang salah." Ujar Prilly tanpa basa-basi. Ia kembali mengingat kardus di sepeda motornya.

Ryan tersenyum kecil ia salut sekali dengan keberanian gadis ini. "Saya tidak akan minta maaf saya cuma ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja." Kata Ryan sambil membantu Prilly mengikat kardus miliknya.

Prilly sontak menoleh menatap Ryan, pria ini memiliki wajah yang tampan serta senyuman yang cukup manis. Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya, apa-apaan sih dirinya.

"Saya baik-baik saja Pak."

"Ryan. Cukup panggil Ryan."

Prilly tersenyum kikuk. "Baiklah eum Kak Ryan." Prilly tidak mungkin memanggil Ryan dengan nama saja pria ini jelas usianya jauh diatas dirinya. Jadi ia menambahkan embel-embel 'Kak' sebagai bentu kesopanan serta menghargai orang yang lebih tua darinya.

Ryan kembali melebarkan senyumannya. Ternyata gadis ini memiliki sisi manis juga. "Sudah sekarang kamu bisa jalan lagi. Oh ya soal ganti rugi nanti kamu bisa hubungan saya." Ryan menyodorkan kartu namanya pada Prilly.

Prilly menerima kartu nama itu lalu tersenyum sopan pada Ryan. "Baik Kak."

"Ya sudah kamu hati-hati jangan sampai kejadian tadi terulang lagi." Peringat Ryan sebelum beranjak meninggalkan Prilly yang menatap kepergian Ryan dengan senyuman. "Ternyata masih ada orang baik di dunia ini." Gumamnya sambil menatap kartu nama ditangannya. "Mana ganteng lagi." Lanjutnya diiringi dengan kekehan gelinya.

"Nggak kayak yang tua bego tadi." Tiba-tiba wajah menyebalkan pria yang menyebabkan kecelakaan tadi terlintas di kepalanya. "Iyuh! Ogah banget kenal sama cowok model kayak gitu." Ucap Prilly dengan ekspresi wajah yang terlihat sekali ia begitu membenci pria itu.

Namun sepertinya Prilly lupa jika takdir bisa mengubah kebencian berubah menjadi cinta yang mendalam.

*****

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang