Prilly tidak bisa memejamkan matanya padahal Joana yang berbaring disebelahnya sudah terlelap menuju alam mimpinya.
Tatapan Prilly terlihat kosong menatap langit-langit kamarnya. Ia masih merasa jika yang terjadi hari ini adalah mimpi. Ia masi berharap jika Ibunya sedang tertidur di kamarnya menunggu pagi lalu mereka akan sama-sama pergi ke pasar untuk membuka kedai kecil mereka.
Perlahan mata Prilly mulai buram karena air mata. Cengkeramannya pada selimut yang menutupi tubuhnya terlihat begitu kuat hingga kuku tangannya terlihat memutih.
Sekuat tenaga Prilly berusaha mengendalikan perasaannya. Ia tidak boleh menangis, Ibunya akan sangat menderita jika dirinya terus menangisi kepergian sang Ibu. Sudah cukup di dunia saja Ibunya menderita diakhirat jangan.
Prilly memejamkan matanya disaat itulah kedua sudut matanya basah. Gadis itu tidak bisa menahan tetesan air matanya. Kehilangan yang ia rasakan benar-benar menyakitkan. Sekarang ia tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini.
Tubuh Prilly bergetar hebat karena menahan isak tangisnya hingga membuat Joana yang berbaring disebelahnya terbangun. Hal pertama yang dilihat Joana adalah sahabatnya yang menangis dengan mata terpejam.
Tanpa mengatakan apapun Joana beranjak lalu menghidupkan lampu kamar. Prilly membuka matanya begitu melihat Joana yang merentangkan kedua lengannya seketika tangis Prilly pecah.
Kedua gadis itu menangis dengan sambil berpelukan. "Gue nggak akan minta lo buat sabar karena gue tahu tanpa gue minta lo pasti akan sabar tapi please ikhlasin Tante Lela Pril. Ikhlasin kepergian beliau." Prilly menganggukkan kepalanya dalam dekapan Joana.
"Gue ikhlas Jo! Demi Tuhan gue ikhlas hanya saja gue masih belum siap ketika membayangkan bagaimana hidup gue setelah ini. Gue nggak bisa kalau nggak ada Ibu." Dan tangis Prilly kembali terdengar begitu memilukan.
Joana mengigit bibirnya kuat-kuat, ia tidak boleh menangis meksipun air matanya tetap saja meleleh tetapi ia harus lebih kuat dari Prilly. Sahabatnya sangat membutuhkan dirinya saat ini.
"Lo nggak akan sendirian Pril. Gue janji sampai mati gue bakalan nemenin lo kalau perlu gue nggak nikah biar sama lo terus." Joana memekik kesakitan saat Prilly memukul punggungnya dengan lumayan kuat.
"Gila lo!" Maki Prilly disela isak tangisnya.
Mau tak mau Joana tertawa hingga akhirnya Prilly pun ikut tertawa. Keduanya tertawa lalu menangis dan kembali tertawa.
Prilly mengusap air matanya lalu menatap Joana dengan tatapan penuh kasih. "Terima kasih Jo. Makasih karena lo ada disaat gue terpuruk kayak gini."
"Bukan cuma gue Pril! Lo nggak liat gimana Pak Ali perhatiin lo dari semalam?"
Prilly terdiam. Ia tahu laki-laki itu begitu setia menemani dirinya namun entah kenapa Prilly merasa ada yang aneh saat Ali tiba-tiba mengajaknya untuk menikah.
Melihat sahabatnya termenung kembali Joana bersuara. "Lo nggak bisa ngehindarin Pak Ali terus menerus hanya karena lo nggak mau diajak nikah."
Prilly menoleh menatap Joana. "Gue nggak mau nikah tanpa cinta Jo."
Joana menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju karena dia juga nggak akan mau menikah dengan laki-laki yang tidak mencintai dirinya begitupula sebaliknya tapi menurut Joana, Bos dan sahabatnya ini sama-sama sudah memiliki rasa hanya saja keduanya sama-sama belum menyadari hal itu.
Prilly dengan segala pikiran buruknya dan Ali dengan segala rahasianya. Mereka terlalu bodoh untuk menyadari ketertarikan satu sama lain.
"Gue yakin Pak Ali mulai suka sama lo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs Aliandra
RomanceNext Story jangan lupa baca yaaa.. Ceritanya nggak kalah seru dari cerita sebelumnya.. Jangan lupa vote dan komennya yaaa..