Bab 18

1.1K 167 8
                                    


"Siapa kamu?"

Prilly mendongak menatap seorang pria yang duduk di sebelahnya. Ya Tuhan, Prilly tidak sadar jika mobil yang ia masuki ternyata ada orangnya.

"Maaf Pak. Maaf tapi saya sedang dikejar orang gila." Ujar Prilly sambil menoleh keluar jendela mobil. Sontak Prilly menundukkan kepalanya saat pria mabuk itu berada diluar mobil sedan yang ia masuki.

Pria paruh baya yang duduk di sebelah Prilly ikut menoleh dan benar terlihat seorang pria berperawakan besar dan kotor sedang celingak-celinguk ke dalam mobilnya. Pria itu sedang mengintip untuk memastikan keberadaan Prilly di dalam mobil.

Prilly sudah pucat pasi bahkan tubuhnya sudah basah oleh keringat bukan karena panas melainkan ketakutan. Prilly jelas takut, sekarang tidak hanya berurusan dengan pria mabuk ia juga sudah lancang memasuki mobil orang lain tanpa seizin yang punya mobil. Jika yang punya mobil orang jahat mungkin sebentar lagi ia akan berakhir di kantor polisi atau mungkin ia akan mati.

Perlahan Prilly mengintip perawakan pria paruh baya yang tampak tenang di tempatnya. Melihat wajah yang khas seperti orang kaya pada umumnya itu membuat Prilly sedikit bernafas lega. Pria ini tidak memiliki ciri-ciri psikopat jadi palingan ia hanya akan dibawa ke kantor polisi saja.

"Pria itu sudah pergi! Kamu bisa duduk dengan tenang."

Prilly segera beranjak dan refleks menoleh ke jendela mobil. Desah nafasnya terdengar lega saat tidak lagi melihat pria mabuk yang mengejarnya tadi.

Prilly menoleh dan menatap takut pria paruh baya yang masih duduk tenang di sebelahnya. Prilly akhirnya membenarkan posisi duduknya dengan membelakangi pintu mobil. Kini fokus Prilly benar-benar pada pria itu.

"Maaf Tuan, saya lancang memasuki mobil Tuan tanpa izin tapi tadi saya benar-benar tidak tahu harus berlari kemana." Prilly berkata penuh sesal ia membenarkan posisi topinya yang tampak miring.

Pria itu tak langsung bersuara. "Siapa namamu?" Tanyanya kemudian.

Prilly sedikit terhenyak ketika pria itu menanyakan namanya. "Prilly Tuan." Jawabnya pelan.

"Tolong buka topi kamu saya ingin melihat wajah kamu dengan jelas." Pria itu kembali memerintah. Prilly memejamkan matanya dengan sangat terpaksa ia membuka topinya.

"Wajahmu seperti tidak asing bagi saya." Prilly mendongak menatap pria itu dan tanpa sadar kedua mata mereka bertemu.

"Saya Agung Pramudya." Pria paruh baya itu menyebutkan namanya tanpa diminta.

Prilly mengangguk pelan karena ia sama sekali tidak mengenal pria ini. "Kamu mau kemana?" Tanya Agung lagi.

Prilly menggeleng pelan, ia tidak mungkin mengatakan jika ia ingin pulang kerumahnya karena Prilly yakin pria ini pasti akan mengantarnya pulang. Prilly tidak tahu apakah hal itu benar akan terjadi atau tidak tapi tidak ada salahnya jika ia waspada.

Prilly tidak akan membiarkan siapapun tahu kediamannya, ia harus melindungi privasi juga Ibunya.

"Saya hanya mencari angin Tuan namun naasnya saya justru berurusan dengan pria mabuk itu." Jawab Prilly seadanya. Ia juga tidak mungkin mengatakan jika dirinya baru saja kabur dari apartemen seorang pria.

Agung terlihat diam namun beberapa saat ia terlihat menganggukkan kepalanya. Bertepatan dengan itu supir Agung juga memasuki mobil setelah membeli beberapa pesanan milik Tuannya.

Prilly yang melihat kedatangan supir Agung segera menundukkan kepalanya lalu berpamitan tak lupa ia mengucapkan banyak terima kasih pada Agung karena sudah menolongnya.

Prilly keluar dari mobilnya lalu berjalan menuju sebuah supermarket sepertinya malam ini ia akan tidur di mushalla yang ada di supermarket itu. Tanpa Prilly sadari jika dari dalam mobilnya Agung terus memperhatikan langkahnya.

"Siapa gadis itu Tuan?" Tanya supir Agung.

Agung menggeleng pelan. "Gadis asing yang kebetulan saya tolong." Jawab Agung santai. Namun di dalam hati ia yakin jika suatu saat ia akan kembali bertemu dengan gadis itu.

Siapa namanya? Prilly. Benar, nama gadis itu Prilly.

*****

Prilly memasuki supermarket yang ada didepannya lalu berjalan menuju rak cemilan. Ia memiliki sedikit uang untuk membeli cemilan disini. Prilly membeli cemilan sebagai formalitas saja supaya pekerja disini tidak curiga kalau tiba-tiba ia berjalan menuju Mushalla.

Melihat sebuah kotak kecil berisi coklat Prilly segera meraihnya namun ketika tangannya menyentuh kotak itu sebuah tangan lain juga melakukan hal yang sama.

Prilly menoleh menatap tangan seseorang yang ingin mengambil kotak coklat yang sama dengannya. "Gue duluan ambil ini Buk.." Serunya yang membuat Prilly mendelik.

Buk katanya? Enak saja.

"Gue belum Ibu-ibu ya enak aja." Marah Prilly pada bocah laki-laki didepannya. Bukan bocah sih cuma gayanya yang tengil mirip bocah.

"Gue udah 17 eh 18 tahun kali Mbak." Protes pemuda itu tak terima. "Nggak nanya gue." Sahut Prilly sebelum berbalik meninggalkan pemuda itu.

"Lah lo nggak jadi ambil ini Mbak?"

"Nggak selera gue gara-gara lo." Balas Prilly setengah berteriak.

Pemuda itu terlihat terkekeh pelan. "Cantik banget Mbaknya suka gue." Gumamnya sebelum meraih kotak coklat itu dan berjalan menuju ke kasir.

"Cuma ini aja Mas?" Tanya kasir itu.

Pemuda yang tadi menganggu Prilly itu tampak menganggukkan kepalanya. "Ini lebihnya sekalian buat bayarin belanjaan cewek gue." Katanya sambil menunjuk kearah Prilly yang sedang memilih minuman segar.

Kasir itu menoleh kearah Prilly lalu mengangguk pelan. "Oke deh Mas."

Dan laki-laki itu beranjak meninggalkan supermarket dengan senyuman yang tidak hilang diwajahnya. "Semoga aja nanti kita ketemu lagi ya Mbak." Ujarnya sebelum benar-benar meninggalkan area parkiran supermarket.

"Semua belanjaan Mbak sudah dibayar sama pacarnya Mbak."

Prilly jelas terkejut saat mendengar perkataan kasir didepannya ini. Ia sudah mengenakan masker yang ia beli beberapa saat lalu untuk menyembunyikan wajahnya. Bisa bahaya jika ada yang memotretnya malam-malam begini.

"Saya nggak merasa punya pacar Mbak." Jawab Prilly dengan ekspresi bingungnya.

"Tapi Mas yang tadi sendiri yang mengakui Mbak sebagai pacarnya lalu membayar semua belanjaan Mbak. Mbak bisa belanja lagi ini belum seberapa dengan bayaran pacarnya Mbak tadi." Ujar kasir perempuan itu lagi.

Prilly semakin dibuat bingung namun begitu ia tetap mengambil beberapa cemilan kali ini dengan harga yang lumayan. Anggap saja ia sedang mendapatkan rejeki dari orang baik karena keadaannya yang benar-benar sedang sulit saat ini.

"Masih banyak lebihnya Mbak."

"Nggak apa-apa ambil saja buat Mbaknya. Saya cukup ini aja Mbak." Dan Prilly tidak jadi menginap di Mushalla supermarket itu, ia tiba-tiba menjadi takut jika pria yang mengaku pacarnya kembali.

Namun Prilly sama sekali tidak tahu jika pria yang dimaksud kasir itu adalah bocah yang merebut kotak coklat yang diinginkannya tadi.

Prilly menatap langit malam lalu menghembuskan nafas pelan. Ia mulai kebingungan untuk menginap dimana malam ini. Ia tidak mungkin pulang kerumahnya tapi ia juga tidak memiliki uang untuk menginap di hotel.

Apa ia kembali saja ke apartemen Ali ya?

***** 

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang