Bab 15

1.1K 168 5
                                    


"Meeting hari ini bisa lo tanganin sendiri nggak?"

Ryan yang sedang menyiapkan berkas-berkas untuk meeting mendongak menatap Ali. Merasa ditatap oleh asisten sekaligus sahabatnya pun mendongak menatap Ryan dengan sebelah alis menukik tajam. "Kenapa lo liatin gue gitu?"

Ryan mengedikkan bahunya lalu kembali menyiapkan segala kebutuhannya untuk meeting.

"Lo kalau nggak bisa cari jalan keluar lain kenapa nggak lo coba aja komunikasikan dengan Prilly." Ryan berbicara tanpa menghentikan gerakan tangannya yang sibuk memeriksa kertas-kertas yang menjadi bahan meetingnya.

Ali tampak mengerutkan dahinya pertanda tidak mengerti. "Maksud lo gimana?"

Ryan menghentikan pekerjaannya lalu memfokuskan dirinya pada Ali. "Berita tentang hubungan lo dan Prilly sudah menyebar luas dan kemungkinan tipis sekali untuk menghentikan berita ini terlebih setelah Pak Hendra mengumumkan secara langsung kalau Prilly adalah calon menantunya." Ali tak membantah karena ia tahu apa yang Ryan katakan memang benar adanya.

Berita tentang dirinya dan Prilly semakin merebak setelah Ayahnya mengatakan sendiri jika Prilly adalah calon menantunya dan itu artinya Prilly adalah calon istrinya.

"Gue lagi mikirin sesuatu yang berhubungan dengan kontrak." Ucap Ali tiba-tiba.

Ryan menatap sahabatnya dalam lalu menggeleng pelan. "Jangan gila lo!"

Ali menatap Ryan kesal. "Gue udah tahu jalan pikiran lo kemana Li." Lanjut Ryan tanpa mengalihkan pandangannya dari Ali. "Gue sekarang berbicara sebagai sahabat bukan asisten lo karena sebagai sahabat gue nggak mau nantinya lo terjebak dalam permainan lo sendiri yang tidak hanya menyakiti diri lo tapi juga Prilly." Jelas Ryan segamblang mungkin. Ia tidak akan membiarkan Ali bermain-main dengan sebuah hubungan.

Ali berdecih sinis menatap Ryan kesal lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela menatap padatnya jalanan kota.

"Gue pikir dengan kembali ke sini setelah patah hati berat semuanya akan jadi lebih baik tapi ternyata justru sebaliknya. Semuanya kacau." Desah Ali terlihat tertekan.

Ryan sangat mengerti perasaan sahabatnya namun untuk saat ini ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa selain menemani Ali dan mengingatkan pria itu untuk tidak bertindak diluar batas yang nantinya akan membuat Ali menyesali tindakannya sendiri.

"Percaya aja dibalik kejadian ini pasti ada hikmah baik buat lo."

Ali menoleh menatap Ryan lalu kembali mengalihkan pandangannya. "Yang mesti lo pikirin sekarang gimana gue bisa keluar dari skandal sialan ini." Kata Ali yang dijawab anggukan oleh Ryan.

Ryan sudah selesai menyiapkan segala berkas untuk keperluan meetingnya saat pintu ruangan Ali kembali terbuka dan memperlihatkan Miska, Ibunda Ali tercinta.

"Ayo kita pulang! Mami sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan calon menantu Mami." Ujar Miska dengan penuh harapan.

"Mi kita makan siang saja yok!" Ali beranjak menghampiri Ibunya. "Ali lagi kepengen banget makan di restoran kita. Kangen banget masakan Indo." Ali memeluk bahu Ibunya. Ia berharap Ibunya melupakan keinginannya untuk bertemu dengan Prilly.

Demi Tuhan, masalah ini akan semakin rumit jika Ibunya tahu kalau Prilly menempati apartemen miliknya.

Miska menatap putranya lalu terlihat mempertimbangkan antara keinginannya dengan keinginan sang putra. "Ya sudah lain saja Mami jumpa calon mantu." Ujarnya yang membuat Ali menghela nafas lega.

"Dia bukan calon mantu Mami kan udah Ali bilang semua ini cuma insiden tanpa kesengajaan Mami." Ali kembali menceritakan kejadian sebenarnya pada sang Ibu.

Namun dengan acuhnya Miska mengedikkan bahunya. "Jalan cerita orang ketemu jodoh itu pasti beda-beda Nak. Nah kamu sama calon mantu harus ngalamin insiden dulu buat ketemu sebelum kalian berakhir bahagia di pelaminan." Seru Miska heboh.

Ali kembali menghela nafasnya ia tetap memeluk sang Ibu berjalan menuju lift. Lebih baik ia menghabiskan waktu bersama Ibunya diluar daripada Ibunya terus memaksa untuk bertemu Prilly.

Bisa makin runyam masalah ini.

*** 

Menjelang malam hari, Prilly merasa dirinya mulai bosan karena sudah beberapa hari terkurung dalam apartemen ini.

Joana juga sudah kembali karena harus mengantar Ibunya ke tempat saudaranya. Prilly membungkus kan semua makanan yang ia masak untuk Joana bawa pulang. Ia juga menitipkan makanan itu untuk Ibunya.

Mengingat Ibunya, Prilly kembali dilanda kesedihan. Ia sangat merindukan Ibunya tapi kondisi saat ini sama sekali tidak memungkinkan dirinya untuk menemui sang Ibu. Para wartawan sedang memburu berita tentang dirinya dan seperti kata Joana jika mereka tahu keberadaan Prilly masalah ini akan semakin memanas.

Prilly merebahkan tubuhnya diatas sofa menatap televisi yang menyala dengan pandangan kosong. Sampai akhirnya sebuah ide muncul di kepalanya.

"Kenapa gue nggak nyamar aja terus diam-diam keluar dari sini?" Prilly memekik kegirangan saat meyakini jika ide menyamarnya itu bisa membuatnya terbebas dari kebosanannya disini.

Prilly buru-buru beranjak menuju ke kamar yang ia tempati. Jika dipikir-pikir dia dan Ali sama-sama tidak saling mengenal tapi tiba-tiba saja keduanya berada dalam lingkaran ini sampai mereka harus berbagi 'kamar' seperti ini.

Prilly menempati kamar milik Ali bahkan pakaian mereka berjejer dalam lemari yang sama.

Prilly meraih salah satu jaket tebal milik Ali, ia tidak perduli jika pria itu akan mengomeli dirinya nanti toh ia hanya meminjam saja. Prilly juga meraih syal serta topi hitam dan semua itu milik Ali.

Prilly benar-benar terlihat tenggelam karena pakaian yang ia kenakan yang ukurannya benar-benar besar untuk tubuhnya yang begitu mungil.

"Panas banget." Keluh Prilly sambil mengipasi wajahnya. Ia sudah siap dan sekarang ia benar-benar akan terbebas dari semua hal ini.

Prilly akan pulang kerumahnya lalu bersembunyi disana. Ia lebih memilih bersembunyi di rumahnya daripada di apartemen milik Ali. Perihal alasan yang akan ia berikan pada Ibunya ia akan memikirkannya nanti.

Prilly keluar dari kamar Ali lalu berjalan cepat menuju pintu apartemen. Ia harus segera pergi sebelum Ali atau Ryan datang dan menangkap basah dirinya.

Prilly hanya membawa ponselnya yang lain ia tinggalkan begitu saja toh ia juga tidak memiliki banyak barang penting hanya pakaian yang tempo hari dibawakan oleh Joana. Biarkan saja pakaian itu akan terlalu repot jika ia membawa mereka semua.

Prilly menutup pintu apartemen Ali dengan senyuman lebarnya. "Akhirnya kebebasan gue kembali." Katanya sebelum berbalik dan meninggalkan apartemen yang selama beberapa hari ini menjadi tempat persembunyiannya.

*****

Kembali fokus kita ke cerita ini yaaa.. Alhamdulillah semua pdf udah ready dan hari ini aku bakalan sale semua pdf-pdf aku yang mau pdf aku silahkan chat ke wa ya
+62 821-6196-6480, hanya untuk 3 orang dan aku cuma pakai wa ini jangan chat ke wa lama yaaa..

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang