Suara pantulan sebuah bola tennis menggema di sebuah ruangan yang hanya berlapiskan semen berwarna abu-abu. Pencahayaan di ruangan itu pun tidak cukup terang. Seorang laki-laki memantulkan bola tennis yang berwarna hijau tersebut berulang kali sejak 10 menit yang lalu.
Tidak ada orang lain di ruangan tersebut selain laki-laki itu. Hanya suara pantulan bola tennis yang laki-laki itu pantulkan ke lantai yang memecah keheningan. Ia tidak membuka mulutnya sama sekali.
Laki-laki itu berhenti memantulkan bola tennisnya lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Sudah berbulan-bulan ia berada di ruangan tersebut. Dirinya sendiri sudah tidak tahu berapa lama ia berada di sana. Ia sudah lupa bagaimana itu dunia luar, bagaimana suara orang, suara kendaraan, dan lain sebagainya. Selama berbulan-bulan itulah ia hanya mendengar suara jam dinding dan pantulan bola tennis miliknya.
Laki-laki itu beranjak dari duduknya. Ia berjalan menuju nakas yang terletak di samping ranjangnya. Tangannya terulur mengambil sebuah bingkai foto yang ada di atas nakas tersebut.
Pupil mata laki-laki itu membesar diikuti jantungnya yang berdegup semakin cepat. Orang di dalam foto itu, sudah lama tak dilihatnya. Perasaan sedih, kecewa, marah bercampur di dalam tubuhnya.
Kim Mirae... Nan bogosipheo, pikirnya.
Suara kunci pintu yang dibuka sukses mengalihkan perhatian laki-laki itu dari bingkai foto tersebut. Pintu ruangan tersebut terbuka, menampilkan seorang laki-laki yang mengenakan blazer panjang berwarna cokelat terang tengah berdiri di depan pintu tersebut.
"N-nuguseyo?" tanya laki-laki yang mendiami ruangan tersebut.
"Shim Jaeyoon, matjyo?" tanya laki-laki yang membuka pintu tadi.
Jake, laki-laki yang sudah berbulan-bulan tinggal di ruangan itu, mengernyitkan dahinya.
"Ne. Geunde, dangsineun nuguseyo?" tanya Jake bingung.
Tidak ada jawaban. Laki-laki itu hanya tersenyum misterius. Ia melemparkan Jake sebuah tas gym berwarna hijau neon.
"Dress up, we have to go," ujar laki-laki misterius tersebut.
"Perintah siapa?" tanya Jake was-was. "Tuan Kim?"
Laki-laki dengan blazer cokelat itu pun menatap tajam Jake. Ia melepas blazernya dan menampilkan kemeja putihnya yang memiliki bercak berwarna merah.
"I did this so I can find you," katanya. "Apa menurut lo ini suruhan Tuan Kim?"
Jake semakin dibuat waspada karenanya.
"Kita mau kemana? Tas ini isinya apa?" tanya Jake.
"Cepet ganti, gak usah banyak tanya," ketus laki-laki tadi.
"Lo mau jebak gue, ya?" Jake curiga.
"Can you shut the fuck up and just change your wardrobe immediately? I don't have much time and no, I'm not setting you on a trap," jelas laki-laki tadi lalu berlalu dari ruangan Jake.
Jake terdiam beberapa saat lalu membuka isi tas tersebut. Di dalamnya ada sepasang baju training berwarna hitam. Ia pun menengok ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya mengganti pakaiannya.
________________________________________________________________________________Jay menepuk bahu kanan Heeseung yang tengah termenung di kursinya. Heeseung pun mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal yang pertama kali ia lihat adalah wajah penasaran Jay yang diikuti tatapan Niki dan Jungwon.
"Lo siang-siang gini bengong di kelas sendirian. Nggak takut apa?" tanya Niki.
Heeseung mendengus dan mengedikkan bahunya. Ia sedang malas berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrieved || Park Jongseong (Jay) [17+]
FanfictionSEASON 2 OF "Forgotten" by Bogochimda ----------------------- "Lo enggak akan pernah selangkah lebih maju dari gue." Jay ingin sekali mengulang waktunya ke masa-masa musuh bebuyutannya, Jake, tak kembali hadir di hidupnya dan mengacaukan segalanya...