“Cak, jawab duluu. Tadi Niko ada di kelas kan? Apa dia di kantin juga ya?”
“Gak tau gua. Kan dari tadi sama lo.”
Cakra cukup kesal. Sepanjnag lorong menuju kantin sejak dia mengalihkan perhatian gadis itu dari tatapan orang-orang, kini pikirannya malah melayang memikirkan Niko dan Niko, lagi. Mennayakan terus-menerus seseorang yang bahkan Cakra saja sudah muak mendengar nama itu dilontarkan dari mulut Alina. Belum lagi, karena ketidakadilan di jam pelajaran pertama tadi.
Dalam hatinya, Cakra berdoa supaya tidak ada kehadrian iNko di kantin saat ini. Ia ingin meghabiskan waktu istirahat yang hanay 15 menit ini bersama Alina tanpa gangguan.
Oke, keingian Cakra sepertinya terkabul. Niko taka da disana. Ia langsung menarik tangan Alina menuju bangku yang berada di paling pojok kantin. Mengasingkan diri dari keramaian, sudah menjadi hal favorit bagi Alina maupun Cakra.
“Biar gue aja yang pesen, kayak biasa. Lo duduk manis aja disini. Oke?”
“Oke, Cakra. Alina emang manis, kok.”
“Serah, Lu.” Cakra sudah tidak asing dengan tingkah laku Alina. Ia pun segera memesan makanan untuk mereka berdua.
Tak lama, Cakra kembali dengan dua piring nasi goreng dan dua botol air mineral yang dibawanya di atas nampan.
“Lin?” pannggil Cakra. Alina teralu fokus engan ponselnya.
“Lin? Ya elah kagak nayut-nyaut nih anak.”
Terpaksa, Cakra melepaskan jepit rambut Alina agar gadis itu teralihkan fokusnya.
“Cak!” kesal Alina.
“Lagian lu. Dipanggil-panggil dari tadi juga. Liat apaan sih sampe keasikan gitu? Scroll ig? Stalking akunnya si Niko?”
“Cakra kepo.”
“Ya elah.” “Ya elah, Lin. Init uh jam istiirahta. Lo-lo masa malah baca ateri? Tau waktu dong.”
“dari pada gabut.”
“Hah? Kagak ada gitu, gabut yang lebih ga ngebosenin.”
“ini gak ngebosenin buat Alina, Cakra.”
“Serah lu dah.”
Cakra kira di kantin ia dan Alina bisa makan dengan tenang. Ternyata, beberapa orang disana berbisik-bisik begitu mereka berdua ada di sana. Bukan hal yang aneh, namun semenjak ia dan Alina masuk ke area kantin juga saat dia tengah membawakan makanan untuknya dan Alina, orang-orang seakan terus melirik ke arah mereka. Samar-samar, terdengar nama Alina disebut-sebut di tengah-tengah percakapan mereka.
Cakra meliihat Alina yang masih asyik dengan ponsel di tangannya. Sepertinya, gadis itu tak terlalu memerhatikan sekitarnya saat ini.
Tiba-tiba, Cakra berdiri. Kesabarannya hnaya setipis tisu kalau soal Alina.
BRAK
Seisi kantin terkejut melihat Cakra yag tiba-tiba menggebrak meja.
“LO SEMUA BISIK-BISIK AAPA SIH HAH?! NGOMONGIN ALINA?!”
Oke. Cakra tak peduli apapn reaksi orang-orang.
Sontak juga mengalihkan fokus Alina.
“Ada apa, Cak?”
“Kita cabut dari sini!”
“Hah Tapi jel-“
“Lo terlalu asik sama dunia Lo, Lin. Tapi mungkin itu sedikit bagus buat, lo.” “duluan.”
Alina berjalan duluan.
“LIN, TUNGGU!”
Alina menghentikan langkahnya.
Cakra berjalan mendekat ke arah Alina. Mencabut secarik kertas di punggung Alina.
GUE TULI, CACAT, GAK PANTES SEKOLAH DISINI.
BULLY AJA SI TUKANG CAPER INI.
Cakra shock melihat tulisan pada kertas itu.
“SIAPA YANG NEMPELIN INI KERTAS DI PUNGGUNG ALINA?!”
“Cak, Cak, udah! Mungkin orangnya gak ada disini. Mungkin cuman orang iseng aja. Udah yuk jagan rebut disin. Malu tau. Takut ada guru juga.”
“Siapa Lin? Gue yakin, lo tau siapa orangnya.”
Alina hanya terdiam.
“Okey kalau lo gak mau kasih tau. Gue udah tau orangnya. Asti dia kan?”
“Cak cak. Cakra mau kemana? Bu-bukan Niko kok.”
“Emang siapa yang bilang Niko?”
“Cakra!”
Alina berlari mengejar Cakra. Ia tau siapa yang akan dilabrak oleh Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Teen Fiction"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.