Meskipun sudah diberi tahu akan telat menjemput, tetapi Alina tetap berhati-hati takutnya sang mama tiba-tiba sudah stay di depan gerbang sekolah. Di tengah keramaian para sswa sekolah itu menyeberang, Alina menyempil di antaranya. Dengan memakai jaket dan penutup kepalanya, sesekali ia melirik kesana kemari guna memastikan kalau mamanya tiba-tiba nongol. Sementara itu, dari kejauhan, Cakra memastikan kalau Alina sudah benar-benar berada di seberang sana dengan selamat. Cukup sulit sebenarnya, memantau gadis kecil itu di tengah gerombolan anak-anak SMA yang memiliki tinggi badan rata-rata 165-170 cm.
Setelah melihat Alina sudah berada di seberang dan melambaikan tangan ke arahnya, Cakra pun segera menyalakan motornya dan menuju ke seberang.
“Naik buruan!” titah Cakra begitu menghampiri Alina. Gadis itu pun menaiki motornya Cakra. Setelah memberikan helm kepada Alina dan memastikan shaabtanya itu sudah duduk di atas jok motornya dengan nyaman, Cakra pun melajukan motornya pergi dari area sekolah.
Memecah jalanan kota di bawah langit yang sudah mulai senja, kedua sahabat itu melepas penat seusai padatnya kegiatan sekolah di hari ini. Tapi sepertiya tidak begitu, setidaknya bagi Cakra. Alina kini mengajaknya untuk belajar bareng, bukan nonton bioskop atau pergi ke pasar malam.
“Kita mau kemana sih, Lin?!” teriak Cakra dari balik helmnya dengan sesekali sedikit menengok ke arah Alina.
“Ikut aja arahan dari Alina! Alina mau culik Cakra!” teriak Alina menjawab yang sebenarnya bukan jawaban yang dikehendaki Cakra. Cowok itu pun hanya menggelengkan kepalanya. Terserah saja lah, gadis itu mau membawa dirinya kemana.
***
“Nah, kita udah sampe, Cak,” ujar Alina begitu sampai di tempat yang ia maksud.
“Hah?! Lo ngaak gue muter-muter, ujung-ujungnya kesini? Ke Angkringan Bag Iben? Yang ener aja, Lin,” kesal Cakra.
Alina mengangguk dengan pedenya. “Emangnya kenapa? Kan sekalian Cakra kerja nanti.”
“Ya tapi kan, Lin. Kagak usah muter-muter kayak tadi juga kaliii. Nih angkringan deket tuh ama sekolah kita. Cuma tinggal lurus dari arah taman, terus ke perempatan, dah nyampe. Kenapa musti muter-muter dulu, sih? Kirain ngajak kemana,” dumel Cakra.
“Hehe. Sorry, Cak. Alina pengen jalan-jalan dulu. Udah lama gak motoran sama Cakra. Nanti Alina ganti deh bensinnya. Tenang aja, ya,” ujar Alina sambal sedikit ketakutan. “Cakra marah, ya?”
“Kagak,” jawab Cakra dengan masih sedikit kesal.
“Cak, Cak, Cicak! Jangan ninggalin Alina, dong. Tungguin!” teriak Alina melihat Cakra yang jalan duluan setelah meamrkirkan motor dan menaruh helmnya.
“Cakra mau kemana? Jangan buru-buru dong jalannya!” ujar Alina begitu dapat mendahului langkah Cakra dan kini berada di hadapan cowok itu.
“Lin?”
“Iya, Cak? Cakra udah gak marah? Atau … masih marah?” tanya Alina.
“Cakra?” Gadis itu terheran begitu Cakra mengikis jarak di antara keduanya. Entah kenapa, jantung Alina berdegup sedikit lebih kencang.
“Buka dulu helmnya, Lin. Malu-maluin,” ujar Cakra yang kemudian melepaskan helm yang dipakai di kepala Alina.
Oke, Alina hampir saja salah sangka. Bisa-bisanya juga dia lupa melepas helm yang dipakainya.
Alina malah menjadi canggung saat ini. Setelah menyimpan helm di motornya yang terparkir, Cakra pun kembali dan tiba-tiba menggenggam tangan Alina dan membawanya ke area angkringan.
Seperti biasa, angkringan tempat Cakra bekerja selalu ramai oleh anak-anak sekolahan yang baru saja pulang sekolah.
“Hei, Cak. Katanya mau datang agak telat,” sapa Bang Iben yang kemudan menghampiri Cakra dan Alina.
“Iya, Bang ini—”
“Bang Iben!”
“Eh, Alina. Hmm kayaknya gue ngerti nih. Mau pacarana dulu kan lo berdua di mari?” tanya Bang Iben menebak.
“Enggak, Bang!” Alina dan Cakra kompak menjawab.
Bang Iben hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
“Ngeles mulu lu berdua. Ya udah sekarang pada mau pesen apa? Mumpung jam kerja lo belom mulai, Cak,” tanya Bang Iben.
Cakra hendak mebuka mulutnya berbicara, nmaun Alina segera memotongnya, “Nasi goreng ayam aja dua, Bang, kayak biasaaa. Alina gak pake pede, kalau Cakra pake aja yang banyak gapapa.” Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Alina sungguh menyebalkan bagi Cakra.
Bang Iben juga hanya bisa tertawa kecil. “Minumnya apa?”
“Alina mau jus stoberi, kalau Cakra gak dikasih minum juga gapapa.” Lagi-lagi, Cakra harus memelototkan sedikit matanya mendengar ucapan konyol Alina itu.
“Okey deh. Tunggu bentar ya!”
“Okey, Bang. Ditunggu yaa…”
“Yuk, Cak. Kita duduk disitu aja tuh, ada yang kosong,” ajak Alina. Sekarang, gadis itu yang giliran menggiring Cakra.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Teen Fiction"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.