Udah, ya, Cakra. Jangan diinget-inget lagi. Kejadian waktu itu bukan karena kesalahan Cakra kok. Itu salah Alina yang gak mau nurut pa kata Mama sama Cakra. Alina seharusnya gak ke tengah jalan buat ambil gelang Alina waktu itu, apalagi kondisinya lagi hujan deras.”
“Tapi kan, Lin. Harusnya gue jagain lo waktu itu. Harusnya gue gak selengah itu.”
“Udah udah. Kejadiannya kan udah lmaa banget. Cakra jangan nyalahin diri sendiri lagi, ya. Alina yang ceroboh. Cakra selalu jagain Alina kok.”
“Gue yang ceroboh, Lin. Kalau gue bisa jagain lo dengan baik, lo gak bakal ketabrak, lo gak bakal kayak sekarang—”
“Cakra mau bikin Alina sedih lagi dengan inget-inget kejadian waktu itu? Cakra mau bikin Alina seedih lagi karena harus mengingat kejadian yang membuat hidup Alina berubah?”
Cakra menggeleng pelan. “So-sorry gue gak maksud, Lin,” ujar Cakra.
Alina tersenyum kecil. “Cakra gak perlu minta maaf. Cakra juga gak usah inget-inget kejadian yang udah lalu, ya. Alina sendiri juga bisa menerima apa yang udah terjadi, masak Cakra gak bisa move on sih?”
“Gue janji, Lin. Gue gak bakal inget-inget lagi kejadian waktu itu. Dan … gue juga janji bakal terus jagain lo semampu gue dan apapun tentang lo, gue bakal siap saga.”
“Aaaa Cakra bisa aja deh.”
“Lin?”
“Iya, Cak?”
“Sesuai sama janji gue barusan, gue bakal jagain lo, termasuk dalam hal jatuh cinta.”
Alina mngerutkan keningnya mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Cakra barusan.
“Jatuh cinta? Maksud Cakra, jatuh cinta kayak gimana?” taya Alina.
“Maksud gue … soal Lo … sama Niko.”
“Maksud Cakra, Cakra larang Alina buat jatuh cinta dan ngejar-ngejar Niko lagi?”
“Eh enggak gitu maksudnya, Lin. Kan gue bilang jagain, bukan ngelarang. Gue juga gak ada hak buat ngelarang kan? Gue cuma bakal jagain lo dari Niko, kayak biasanya. I-iya mungkin menurut lo Niko itu baik, tapi gue akan tetap antisipasi berbagai kemungkinan yang bisa aja terjadi. Semoga lo gak tersinggung ya, Lin.”
“Cakra apaan sih. Alina gak tersiggung kok. Makasih ya, dari kita kecil, Cakra selalu jagain Alina. Maap ya, kalau Alina kaang-kadang suka bandel, hehe.”
“Bukan kadang-kadang lagi kali Lin, tapi sering.”
“Isshhh Cakraaa.”
“Cakra?”
“Iya, Lin?”
Tapi Cakra gak janji beneran kan gak akan larang Alina suka sama Niko?”
“Itu pilihan lo, Lin. Kan udah gue bilang tadi, gue gak ada hak buat ngelarang. Gue janji, tapi … izinin gue buat jagain lo.”
Alina mnegangguk dengan semangat.
Drrrt Drrrtt
Suara getaran ponsel Cakra mengalihkan perhatian mereka.
“Iya, halo, Bang? Ada apa? Butuh bantuan?”
“Ohiya?” taya Cakra kepada Bang Iben yang meneleponnya seraya langsung menatap Alina dengan sedikit panik.
“Kenapa, Cak?” tanya Alina.
“Kata Bang Iben, ada yang nanayain lo, Lin. Mungkin … nyokap lo?”
Alina memelotot panik.
“Kok Mama bisa sampe kesini sih?”
Cakra hnaya menggelengkan kepalanya bingung.
“Ya udah Cakra mending buruan beresin tasnya terus ngumpet. Cepetan Cakra!”
Cakra pun melakukan apa yang dikatakan oleh Alina.
“Gak usah ngumpet-ngumpetan!” ujar seseorang yang dari suaranya, Alina dan Cakra sudah sangat tidak asing.
“Ma-mama?” Alina kaget dan mematung begitu mengetahui sang mama sudah ada di hadapan mereka. Cakra sudah tidak punya banyak waktu lagi saat ini. Utuk kedua alinya, Cakra ketahuan sedang bersama Alina oleh mamanya gadis itu.
“Kemarin Alina udah berani bohong sama Mama. Sekarang, Alina udah berani ingkar janji sama Mama?”
“Ma. Alina gak bermaksud buat ingkar jan—”
“Ini apa, Alina? Alina apa gak punya temen lagi selain dia?” tanya Mamanya Alina dengan suara sedikit parau.
Alina hanya bisa menundukkan kepalnaya. Benar, dia benar-benar sudah melanggar janjinya kepada mamanya. Tapi, dia juga tak mau dipisahkan dengan Cakra.
“Mama bisa aja pindahin kamu ke sekolah lain, Alina. Tapi, Mama au kamu berprestasi di sekolah itu dan bukan hal yang mudah untuk melepaskan semuanya juga beradaptasi dengan lingkungan baru. Jadi tolong Alina. Kalau gak mau kehilangan kepercayaan dari Mama, jangan langar janji sama Mama.”
“Tapi, Ma. Alina gak bisa pisah sama Cakra,” ujar Alina dengan suara yang menahan tangis.
“Mama bisa carikan teman lain, Alina. Yang gak akan membuat kamu celaka—”
“Stop, Ma! Jangan ungkit-ungkit lagi soal itu. Jangan pernah salahin Cakra juga soal kejadian itu.” Alina menundukkan kepalanya. Gadis itu merasa bersalah telah memotong pembicaraan dan sedikit meninggikan suara di hdapan mamanya.
“Alina? Sejak kapan putri Mama berani ngomong kayak gitu?”
Kaget dengan respon Alina barusan, mamanya Alina menatap Cakra dengan penuh kekesalan.
“Kamu bawa pengaruh yang uruk untuk anak saya, Cakra. Jangan pernah dekati anak saya lagi.”
“Maa.”
“Kita pulang, Alina.”
Alina pun dibawa oleh mamanya. Ia tahu dan seharusya tahu, kalau mamanya sangat tak ingin lagi kehilangan pitri semata wayangnya itu. Semua aturan dan laranganya ditujukan untuk kebaikan dirinya. Namun, Alina merasa kalau menjauhi Cakra, bukanlah suatu keputusan yang terbaik.
Cakra tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Mau gimana lgi? Nasi sudah menjadi bubur. Alina sudah dipastikan tidak akan mendapat izin lagi dari sang mama untuk bertemu dengannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Teen Fiction"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.