Masih di area kantin, seseorang yang dicari oleh Cakra sudah di depan mata.
“Gue yakin lo pelakunya. Untung lo disini, jadi gue gak buang-buang tenaga buat nyariin lo, Irene.”
Irene tersenyum miring mendengar perataan Cakra yang tiba-tiba itu.
“Oh. Pawangnya Alina selalu siap siaga ternyata, ya. Gue jadi iri deh.”
“Gue gak mau basa-basi ya. Maksud lo apa, hah?! Nempelin kertas tulisan kayak gini d punggungnya Alina?!”
“Cak, udah!” titah Alina.
“Lin. Bilangin dong ke pawing lo. Kok beraninya sama cewek?” “Tapi its okay. Meskipun lo cowo, jnangan harap gue bakal takut sama lo. Jadi, siapa nama lo? Cakra? To be honest, emang gue yang nempelin kertas ini di punggungnya Alina.” Cakra marah. “Jadi, sekarang mau lo apa, hm?”
“Semua yang lo lakuin ke Alina, mulai dari awal masuk sekolah sampe detik ini, yang selalu lo aggap Cuma becanda, itu sama sekali gak ada yang lcu. Gue gak tau ya, semembosankan apa idup lo, sampe harus gangguin Alina yang sama sekali gak pernah usik idup lo. Sebagai cwok, geu gak mungkin bales lo dengan cara kekerasan. Tapi, di luar cara itu, gue mungkin bisa.”
“Yok, Lin.” Ajak Cakra yang kemudian menggandeg tangan Alina, membawanya pergi meninggalkan Irene yang kesal diabaikan begitu saja.
***
“Gais … Gais jangan pada pulang dulu,” titah seorang siswa yang merupakan ketua kelas XI IPA 1. Beberapa siswa menghela napas, mereka ingin segera pulang.“Ada apaan sih?” celetuk siswa berambut ikal dari bangku belakang.
“Ini barusan gue dapet info dari Bu Rina, kalau kita ada tugas kelompok yaitu buat makalah sama presentasi tentang materi semester 1 ini. Satu kelompok bahas satu bab.”
“Satu kelompoknya berapa orang? Dipilihin sama ibunya atau pilih sendiri?”
“Kalem dong. Gue kan elum beres ngumumin,” jawab ketua kelas itu. “Jadi, satu kelompok masing-masing 3-4 orang. Semua harus kebagian kelompok. Masing-masing perwakilan kelompok tulis nama-nama anggotanya sama bab yang mau dibahas di list yang gue bikin di grup. Cepet-cepetan ya, bab yang dibahas gak boleh ada yang sama,” ujar ketua kelas.
“Kelompok gue mau bahas sistem reproduksi manusia,” celetuk siswa berambut ikal tadi.
“Gercep amat lu.”
“Langsung pada cari kelompok aja sekarang lah. Deadline-nya minggu depan, tapi besok harus udah ada kelompoknya,” titah si ketua kelas.
Seisi kelas pun riuh saling mengajak untuk bergabung dengan kelompok. Sementara itu, Alina bingung harus bergabung dengan kelompok siapa.
“San,” panggil Alina ke seorang siswi yang duduk di depan bangkunya.
“Iya, Lin?”
“Boleh join kelompoknya?’
“Hm. Sorry, Lin. Udah pas orangnya.”
“O-oke.”
“Semua udah dapet kelompok?! Ada yang belum dapet?”
Alina pun mengangkat tangan kanannya dengan ragu-ragu.
“Lo belm dapet kelompok?” Alina mengangguk pelan. “Hm. Ada yang masih kurang gak kelompoknya? Atau ada yang masih tiga”
Semua terdiam.
“Alina biar sama kelompok gue aja.”
“Gimana, Lin?”
“Okey, boleh.” Alina terpaksa menyetujui ajakan Irene untuk bergabung dengan kelompok mereka. Mengingat ulah Irene yang menempelkan tulisan di punggungnya tadi pagi, tentunya Alina masih kesal. Bagaiamana tidak? Ia sudah dibuat malu. Dan sekarang, ia harus satu kelompok dengan mereka. Alina mencoba menepis rasa kesal dan segala pikiran buruknya. Ia harus tidak boleh mengedepankan egonya dan mengorbankan nilai tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Teen Fiction"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.