“Gimana? Udah masuk belum tuh cewek?” Seorang cowok berseragam SMA sedang mnelepon temannya.
“Udah, aman, Nik.” sahut suara dari seberang sana.
“Okey.”
Cowok bernama Niko itu akhirnya bisa masuk ke area sekolah. Hari ini adalah hari pertama Niko harus menjalankan konsekuensi dari pertandingannya kemarin melawan Cakra.
Jika tak mau Cakra bergabung dengan tim basketnya, mau tak mau ia harus menepati konsekuensi tersebut. Meski gengsi mengakui, tapi dari lubuk hati yang paling dalam, Niko juga bisa melihat potensi dari dalam diri Cakra. Anak itu memiliki permainan basket yang lebih hebat dari dirinya. Ia takut, posisinya yag selalu menjadi pusat perhatian dalam setiap pertandngan yang diikuti oleh timnya, tiba-tiba harus tergantikan oleh Cakra yang sama sekali tak pernah terlibat dalam tim basket sekolah ini sebelumnya. Niko ingin selalu menjadi yang paling bersinar di antara yang lainnya.
Oke, kembali pada hukumannya. Harus berlaku baik kepada seorang gadis yang sama sekali tak penting dalam hidupnya. Alina. Gadis yang selalu berusaha untuk mengejar hatinya. Niko muak, tapi ia harus melakukan ini.
Namun, tidak semudah itu seorang Niko melakukan suatu hal yang bisa saja menurunkan reputasinya. Cakra hanya mengatakan kalau Niko harus berlaku baik dan menerima semua perhatian Alina. Namun, jika ia tak bertemu sama sekali dengan Alina, ia tak harus bersikap seperti itu. Begitulah kira-kira yang ada di pikiran Niko saat ini. Untuk seminggu depan, atau mungkin bahkan selamanya, ia berharap sama sekali tak pernah melihat sosok Alina lagi di hadapannya.
Seperti saat ini, Niko menyuruh temannya untuk mengawasi keberadaan Alina. Jika gadis itu sudah dipastikan tidak berkeliaran di sekitaran gerbang sekolah dan area parkir, seharusnya cowok itu aman.
“Udah aman. Kita bisa ke sekolah sekarang,” titah Niko kepada temannya yang berada di bangku setir.
Setiap pagi, gadis yang paling dibenci Niko itu selalu mencegat langkahnya dan memberikan hal-hal konyol dan perhatian yang lebay. Sama sekali tidak Niko sukai. Tapi ntuk seminggu ke depan, dia harus menjadi badut dan berpura-pura menerima gadis itu dengan baik? Benar-benar tak pernah terpikirkan oleh Niko sebelumnya.
Tak hanya Alina, para siswi lainnya di sekolah ini pun sengaja berhenti sejenak untuk melihat ketampanan Niko yang masih segar di pagi hari.
Namun hari ini, yang keluar dari bangku setir bukanlah cowok itu, melainkan temannya. Satu per satu kedua temannya yang lain menyusul. Sama sekali tak ada Niko di antara mereka. Orang-orang pun menjadi baisa saja dan kembali pada aktivitasnya masing-masing.
Beberapa waku kemudian, bel masuk berbunyi. Cakra berpacu degan waktu, berlari menuju kelasnya. Asih di Lorong IPA, butuh waktu yang agak lama untuk sampai di kelas. Untungnya, jam pertama bukan jam pelajaran dengan guru yang menyeramkan bagi Cakra. Setidaknya, dia masih bisa masuk kelas dengan selamat.
Cowok itu baru bisa menuju kelasnya sekarang karena sedari tadi mengawasi Alina dari kejauhan. Dia mencari-cari keberadaan Niko yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh Alina. Seakrang, dia bukan semnagat berlari karena takut ketiggalan pelajran, tapi lebih ke gatal ingin mengomeli si atlit basket kebanggaan sekolah itu. Bisa-bisanya janjinya tidak ditepati. Bisa-bisanya dia membuat Alina-nya menunggu dalam waktu yang sedikit lama.
Semua orang dalam kelas XI IPS 4 teralihkan perhatiannya kepada siswa telat yang kini sedang berdiri di depan pintu.
“Maaf, Bu, Saya telat.”
“Maaf, Bu, Saya telat.”
Kini, jadi ada dua siswa yang telat. Satu Cakra, dan satu lagi …
“Niko?” Cakra terbengong begitu melihat Niko yang ternyata baru datang. Dia curiga, orang yang dari tadi di acari-cari karena telah membuat Alina menunggu, sengaaj msuk kelas terlambat untuk menghindari gadis itu.
“Ngapain kalian masih disitu?”
Cakra dan Niko pun masuk kelas dengan menunduk.
“Maaf, Bu. Tadi saya ada urusan dulu dengan pelatih terkait pertandingan—”
“Halah bac*t,” potong Cakra.
O-ow. Cakra salah situasi.
“Ngomong apa barusan kamu, Cakra?”
“E-eh maaf bu. Saya tidak sengaja.”
“Silakan berdiri di lapangan sampai kelas saya selesai.”
“Kok Cuma saya bu yang dihukum. Niko kan telat juga.”
“Tapi setidaknya dia kash alas an kenapa telat. Juga tidak berani ngomong kasar di hadapan guru. Tidak seperti kamu!”
Niko hanya menertawai dalam hati apa yang dilontarkan oleh guru itu kepada Cakra.
Sementara itu, Cakra yag tadinya ingin marah-marah dengan Niko, malah dia yang kena semprot guru. Harus dihukum pula. Sungguh malang nasib si sadboy Cakra itu.
***
Disini Cakra sekarang. Di bawah matahari pagi. Meskipun belum menunjukkan teriknya, tapi Calra juga capek kalau harus berdiri selama kurang lebih 2 jam disini. Cowok itu kehauasan. Tapi, dia lupa membawa botol minumnya.
KRINGGG
Cakra meghela napasnya. Otot-ototnya diregangkan. Jam pelajaran guru yang menghukumnya sudah usai. Hukumannya juga sudah tentu selesai. Sebelum kembali ke kelas, cowok itu ingin duduk dudlu. Dia menuju ke tempat duduk yang berada di sisi lapangan. Anehnya, tiba-tiba ada botol air mineral disana. Tadi tidak ada. Cakra pikir, itu punya orang lain. Tapi cowok itu salah fokus dengan origami berbentuk kodok yang tertempel di botol itu. Sambil melirik kesana kemari, Cakra pun akhirnya mendekati botol itu dan mencopot origami kodok itu. Di baliknya, Cara menemukan sebuah tulisan sederhaan.
Buat pangeran kodok yang lagi kehausan.
A.
Hanya dua baris. Naun, Cakra langsung teringat seseorang. Entu, siapa lagi kalau bukan Alina, pikirnya. Cowok itu pun meminum air dalam botol itu, lalu tersenyum-senyum sendiri. Agak tidak waras kalau orang-orang sekitarnya lihat. Tapi, Cakra tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Fiksi Remaja"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.