5. Anak Mama

36 17 0
                                    

Halooo. ^^

Ketemu lagi di ceritanya Alina dan Cakra.

Semoga sukaaa...

Kalau ada kritik dan saran, sampaikan aja yaa. 🤗

Selamat membaca!!!

***

Seusai berbalas pesan dengan Cakra, Alina segera memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu menaiki anak tangga sebelum mamanya datang dan mengomelinya.

“Kamu udah berani boongin Mama, ya, Alina?” sama seperti saat di erbang tadi, mamanya tiba-tiba muncul tanpa diperkirakan.
Gadis itu hanya menyengir, langsung turun tangga dan mnghadap mamanya dengan perasaan sedikit takut. Tidak sedikit sih.

Alina tetap menunduk sebelum perlahan mengangkat pandangannya dan memberanikan diri untuk berbicara.

“S-sorry, Ma. Alina gak maksud boongin Mama.”
“Terus tadi apa? Tadi pagi, kamu izin ke Mama buat kerja kelompok sama temen-temen sekelas kamu. Apa Cakra pindah ke kelas kamu? Kenapa bisa pulang sama dia?” Alina tidak berani menjawab pertanyaan mamanya. Dia memang salah. Salah karena berbohong, juga salah karena pulang bersama Cakra.

“Alina? Jawab pertanyaan Mama!” Tidak dengan suara tinggi, namun Alina cukup ketakutan dengan teguran dari mamanya saaat ini.
Mamanya mungkin masih memaafkan kesalahannya karena berbohong kerja kelompok. Namun, tentunya sang mama tidak akan memaafkan kebohongan Alina soal bersama Cakra.

“Alina?” panggil sang mama sembari mengikis jarak di antara mereka.
“Sudah berapa kali Mama bilang, Alina putri Mama yang paling cantik, jangan pernah main lagi sama Cakra. Dulu Alina kecil nurut, lho. Sekarang, Alina vers remaja udah mulai ngelawan sama Mama, ya?”

Alina hendak membuka mulut, namun sepertinya mamanya itu tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan.

“Gak usah repot-repot merangkai alasan lagi soal ini, Alina!”
Alina kembali menunduk. Dia memang sudah kehabisan stok alasan.

“Mama gak tau, ya, sejak kapan kamu kembali dekat dengan Cakra. Dari kecil, Mama selalu bisa awasin kamu. Sekarang, kamu udah besar. Mama gak mau kamu dicap anak manja, jadi Mama gak terlalu strict sama pergaulan kamu. Tapi tolong. Tolong selalu ingat pesan Mama. Filter orang-orang yang akan menjadi teman kamu. Jangan orang sembarangan, terutama seperti Cakra.”

Alina hanya mendengarkan dengan saksama ucapan mamanya tanpa menyanggah sedikitpun. Sementara itu, wanita paruh baya itu pun pergi menuju tangga, meninggalkan Alina yang masih merenungi kesalahannya. Setelah sang mama sudah tidak berada di hadapannya, gadis itu menghembuskan napas lega. Tidak benar-benar lega sebenarnya. Setelah ini, mamanya pasi akan lebih ketat dalam mengawasinya dan tentunya bertemu dengan Cakra tidak semudah kemarin-kemarin.

***

Tak ada yang mampu menggerakkan seorang Cakra untuk berangkat pagi-pagi ke sekolah, cduduk menatap pelajaran yang tak satu pun ia minati, selain karena untuk menjaga Alina. Alina adalah pemeran utama dalam kisah hidupnya. Dulu, sekarag, dan mungkin nanti.

Meski ekspresi cowok itu selalu datar, tapi antusiasnya begitu melihat mobil Mamanya Alina sudah di depan gerbang sekolah. Alina-nya sudah datang. Berbeda dari adegan dalam film romansa remaja yang mereka-tepatnya Alina- tonton kemarin, Cakra tidak bisa membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangannya untuk gadisnya turun dari mobil. Sekarang, cowok itu hanya dapat menatap dari kejauhan.

“Udah sampe, Ma,” ujar Alina sembari menyalami tangan mamanya. Lalu, ia pun membuka safety belt dan membuka pintu mobil.

“Alina,” panggil sang mama.

“Iya, Ma?” sahut Alina.

“Ingat pesan Mama! Jangan pernah dekat dengan yang Namanya Cakra. Apapun yang terjadi, hubungi Mama atau orang lain yang bisa lebih dipercaya. Jangan Cakra.” Permintaan mamanya itu tentu sulit untuk Alina jalankan. Namun, untuk mempersingkat waktu, gadis itu hanya bisa mengangguk setuju.

Langkah Alina untuk keluar dari mobil seketika terhenti sejenak saat melihat mamanya yang melihat kesana kemari seperti sedang memastikan sesuatu.

“Mama cari siapa sih?”

“Mama Cuma mau mastiin kalau-“

“Udah, Mama gak usah kuatir. Alina … gak akan deket lagi … hmm ... sama Cakra kok,” balas Alina ragu tentunya.

“Tunggu!”
Alina sudah cemas, takut mamanya mengajukan permintaan lainnya yang tidak-tidak.

“Gak boleh sampe lepas lagi, ya, alat bantunya. Belajar yang pinter. Anak Mama yang luar biasa ini pasti bisa bersaing sama anak-anak lainnya,” ujar mamanya Alina memberi putrinya semangat. Alina mengangguk sembari memberikan senyuman yang mewakili keyakinannya.

Setelah itu, Alina turun dari mobil, lalu melambaikan tangannya ke arah sang mama.

Melihat mobil mamanya sudah meluncur pergi dari area sekolah, Alina langsung masuk gerbang dan menuju area parker yang berada di dalam sekolah. Gadis itu menengok kesana kemari. Siapa lagi yang ia cari, kalau bukan …


***

Terimakasih bagi yang sudah membaca.

Sampai ketemu di part selanjutnya :)

(Bukan) Dari CakraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang