"Cakra! Cakra! Lihat deh! Ada pelangi di langit!" seru Aina seraya menunjuk kea rah langit yang menampilkan tontonan tujuh warna yang mengagumkan.
"Iya itu pelangi. Tapi sini lihatnya sambil duduk, Alina," ujar Cakra memberitahu gadis itu.
"Ishh, Cakra gak asik, ah!" dumel Alina dengan wajah cemberutnya, kembali duduk di samping Cakra.
Cakra sepertinya benar-benar berharap mamanya Alina segera dating. Anak perempuannya terlalu lincah kalau ditinggal tanpa pengawasan.
"Mama kamu kok lama ya, Lin? Apa bolanya jauh?" tanya Cakra.
"Lin?" panggil Cakra begitu tak mendengar jawaban apapun dari gadis kecil itu.
Mungkin masih marah, batin Cakra. Tapi, ia tetap memastikan dengan menengok kea rah Alina yang ternyata sudah tidak nampak di tempat duduknya.
"Alina?" Cakra tereran-heran dan menari-cari keberadaan gadis itu.
"Alina! Alina lagi ngapain disitu?!" teriak Cakra kaget, takut, sekaligus panik begitu melihat Alina yang sedang berlutut di tengah jalan sembari memungut sesuatu.
"Alina, jangan disitu!" namun sepertinya, teriakan Cakra dikalahkan oleh suara hujan yang bersahut-sahutan.
Jantung Cakra semakin berdegup kencang ketika sebuah truk berada beberapa meter tengah melaju kea rah Alina berada sekarang.
Entah kenapa, seluruh respon tubuh Cakra seakan membeku. Teriakan yang beberapa menit lalu masih bisa dilontarkan, kini terkurung.
TIIINNN
"Aaaa!!!"
JDARR
Suara klakson truk yang menambah kepanikan, suara teriakan sahabatnya, suara truk yang menghantam tubuh gadis kecil itu sehingga membuatnya terpental pada jarak dekat, suara kepala yang membentur aspal dengan cukup kuat, tetap belum ampu menyadarkan seorang Cakra dari gaya mematungnya saat ini.
"ALINA!!!"
Satu lagi. Suara teriakan seorang ibu yang menitipkan anak perempuannya pada bocah laki-laki yang sangat ia percaya bisa menjaga putrinya.
Dug Dug
Dan suara bola basket yang terlepas dari tangan, menghantam tanah tidak terlalu keras karena rerumputannya basah oleh air hujan.
Sejak hari itu, Cakra tak mau lagi berurusan dengan yang Namanya basket. Peristiwa 'kedua' ini, sudah cukup untuk Cakra berhenti memaafkan segala hal tentang basket. Alina juga mungkin akan ikut membenci basket, atau bahkan sekaligus orag yang pertama kali mengenalkannya pada basket.
***
Di tengah jalanan yang masih diguyur hujan, seorang anak perempuan dengan darah yang berlumuran di sekitar kepala dan beberapa bagian tubuhnya yang lain, diangkut ke dalam ambulans. Dengan rat wajah yang kahwatir dan ketakutan, sang ibu terus memeluknya, takut kehilangan hartanya yang paling berharga di dunia ini.
Sesampainya di rumah sakit, gadis kecil yang sering disapa Alina itu ditangani oleh para dokter disana. Luka yang cukup parah membuatnya harus menjalani operasi. Dari luar, sang ibu terus menghantarkan doa yang terbaik untuk kesembuhan putrinya.
Beberapa lama kemudian, operasi berhasil dijalankan. Mamanya Alina sangat bersyukur, putrinya bisa melewati masa kritisnya.
Setelah menunggu bermalam-malam, menunggu Alina sadar, mamanya akhirnya bisa tersenyum senang begitu melihat putrinya mulai menggerakan jarinya perlahan dan membuka matanya.
"Alina? Kamu udah sadar? Mama panggil dokter dulu, ya. Alina tunggu dulu," ujar mama Alina yang kemudian keluar sebentar guna memaggil dokter.
"Ma? Alina kenapa?" tanya Aina begitu melihat mamanya sudah kembali,
"Kamu jangan banyak gerak dulu, ya. Ada yang sakit?Alina?"
"Mama? Mama ngomong apa? Kok Alina gak bisa dengar?"
Mamanya menunduk sedih. "Mama lupa, Sayang." Alina yang masih tidak bisa mnedengar suara mamanya dengan jelas, hanya mengerutkan keningnya, tidak mengerti.
Tak lama, datang seorag dokter yang kemudian memeriksa kondisi Alina. Setelah itu, dokter itu pun mengeluarkan sebuah benda.
"Alina cantik, pakai dulu, ya," ujar mamanya Alina.
Dokter pun memasangkan alat bantu dengar ke telinga Alina.
"Gimana? Sekarang Alina bisa dengar suara dokter dan suara mamanya?" tanya Dokter itu.
"Bisa!" seru Aina, senang bisa kembali mendengar suara-suara di sekitarnya dengan jelas, tertama suara sang mama.
Selepas itu, mungkin hidup Alina akan berubah. Tapi, menurut mamanya, semangat gadis itu tak ada yang bisa memadamkanya. Iya, semoga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Dari Cakra
Teen Fiction"Silakan kalau mau jatuh cinta." Alina adalah segalanya bagi Cakra. Cakra adalah segalanya bagi Alina. Namun, semua berubah ketika Alina jatuh cinta. Bukan, bukan kepada Cakra. Sumber cover: pinterest.