22. Taruhan

5 4 0
                                    

Siang hari yang terik tak membatasi semnagat anak-anak IPS 4 untuk mengikuti pelajaran olahraga. Lebih tepatnya sih terpaksa, yaa. Entah siapa yang menyusun jam peljarannya, yang pasti kelas yang satu ini benar-benar geram. Bisa-bisanya jam peljaran Olahraga ditaruh di jam 1 siang seperti ini.

Bagi Niko dan beberapa temannya yang lain, mungkin hal yang biasa bagi mereka. Berkeringat karena olahraga ditambah berkerigat arena dipanggang di bawah teriknya matahari. Namun, bagi beberapa orang lainnya, kondisi ini benar-benar menyiksa.

Materi olahraga yang diajarkan hari ini yaitu permainan bola basket. Setelah diajarkan Teknik-teknik dasarnya, kini para siswa laki-laki dibagi ke dalam dua tim untuk bertanding. Hal yang aling disukai oleh Niko. Seharusnya, hampir di setiap sisi lapangan terdapat gerombolan siswi-siswi yang nonton sambil memberikan sorak semnagatnya untuk cowok itu. Namun sayangnya, hari ini taka da jam kosong yang bisa membuat mereka kabur dari kelas dan nonton pertandingan di lapangan. Termasuk Alina. Kalau itu memang tidak mungin sih. Sebucin apapun Alina, ia tak mau meninggalkan kelas begitu saja hanya demi melihat Niko.

Pertandingan dimulai.

Niko di tim 1 dan Cakra berada di tim 2.

Sebenrnya, basket adalah trauma bagi Cakra. Oleh karena itu, sepanjang permainan, cowok itu hanya bermalas-malasan, tak bergairan sedikit pun.

DUGH

Bola basket yang dilempar oleh Niko mengenai kepala Caka hingga tubuh cowk itu terjatuh. Cakra menatap Niko dengan kesal sembari mencoba untuk berdiri kembali.

Niko yang mendekat, tersenyum puas. “Lemah banget ya, Lo. Cuma dilempar gitu aja langsung jatoh.”

“Mau lo apa? Perasaan, dari tadi gue gak ada ganggu lo yang lagi main.”

“Lo emang gak ganggu. Tapi … gue liat-liat lo sama sekali gak ada effort buat nerima operan bola kek, atau apa kek—”

“Bukan urusan lo. Bukannya harusnya lo seneng, ini kesempatan buat tim lo menang.”

“Gue Cuma gak biasa aja. Lawan tim ang pemainnya kagak ada gairahnya buat maen. Gak menantang buat gue. Gue mau menang karena gue bisa ngalahin, bukan karena tim lawan ngalah.”

“Masih banyak pemain di tim gue. Gak usah focus ke gue.”

Cakra pun berbalik meninggalkan Niko dengan wajah kesal.

“Biar lebih menantang, gimana kalau kita tarhan?!” seru Niko.

Cakra tak mau menghiraukan ajakan Niko yang mneurutnya tak penting itu.

“Soal Alina taruhannya!”

Perkataan Nko barusan menghentikan langkah Cakra sejenak. Cowok itu kembali berbalik.

“Maksud lo apa bawa-bawa Alina, Hah?! Anaknya bahkan gak ada disini!”

“Satu lawan satu. Kalau gue menang, bawa Alina lo itu pergi jauh-jauh dari gue. Halangi dia, jangan sampe muncul lagi di hadapan gue, kapanpun dan dimanapun.  Gimana? Setuju? Pasti setuju lah, gue tau kok lo suka sama tuh cewek tapi bertepuk sebelah tangan kan? Kurang baik apa coba gue?”

Oke. Untuk kali ini, benefit yang ditawari oleh Niko kalau dia mennag, memang menguntungkan Cakra. Namun, ia tak mau menyakiti Alina dengan menghalangi piliannya. Niko memang bukan yang terbaik buat Alina. Tapi, segala sesuatu tentang Alina, Cakra lemah. Lagipula, dia sudah terlanjyr berjanji kepada gadis itu untuk tidak menghalanginya soal jatuh cinta asalkan diizinkan untuk tetap menjaganya.

“Setuju. Tapi, gue ada permintaan juga kalau gue yang menang.”

Niko tersenyum miring. “Silakan silakan,” ujarnya.

“Kalau gue yang menang … Lo harus berlaku baik sama Alina, terima semua perhatiannya ke lo, dan apapun yang buat Alina seneng.”

Sontak Niko mngerutkan dahinya dan kemudian tertawa meledek.

“Permintaan lo gak mutu. Hmm agak serem sihh. Tapi, good luck lah yaa. Lo harus inget, lo lagi lawan siapa,” ujar Niko sombong.

***

(Bukan) Dari CakraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang