Chapter 31 : Friendship

27 3 1
                                    


Lima gelas kopi panas terhidang di meja yang mereka duduki, kudapan juga terlihat masih mengeluarkan asap yang penuh dengan aroma sedap. Suasana kafe itu sangat ceria, namun semua kenangannya masih teringat di pikiran Niko. Ia duduk di sebelah jendela yang tepat menghadap ke jalanan kota.

Berbagai jenis merek sepatu dan kendaraan lalu lalang di trotoar dan jalanan kota, entah berapa jumlahnya yang pasti membuat kota itu sangat hidup. Udara sejuk mulai terasa di luar kafe, beruntungnya mereka berada di dalam kehangatan kafe sambil manikmati kopi panas.

"Niko kau baik-baik saja?"

Niko menoleh ke arah Mira yang menepuk pundaknya. "Iya, aku rasa begitu.."

"Ayolah Niko, jangan terus-terusan murung. Sekarang kita sedang bersenang-senang di sini.."

Perkataan Ryan membuat Niko perlahan tersenyum, walau pada aslinya ia hanya tersenyum palsu untuk menghilangkan tanda tanya dari mereka. Jelas saja Jovian dan Olivia memahami perasaan Niko, tidak seharusnya mereka membawanya ke tempat yang punya kenangan manis bersama Kouko dulu.

"Jadi bagaimana kalian mencegah ramalannya dulu? Aku heran kenapa kalian bisa berhasil mencegah beberapa ramalan itu?"

Jovian menghela nafas, ia meletakkan kopinya di meja. "Huu.. kau ini banyak tanya, sebenarnya Niko lah yang paling banyak berjasa"

"Niko?" tanya Ryan heran.

"Yup.. dia otak dari semua pemecahan teka-teki ini, benar kan Oliv?"

Olivia mengangguk pelan. "Yup, bahkan kami pernah menyelamatkan nyawa seseorang"

"Nyawa? Maksud kalian yang akan bunuh diri saat itu?"

Jovian dan Olivia mengangguk, Jovian menepuk pundak Niko. "Tentu saja, kami berhasil mencegahnya dengan susah payah.."

Mendengar hal itu, Ryan dan Mira sangat bersemangat untuk terus mencegah ramalan bersama. Apa lagi sekarang buku tersebut sedikit lagi menyentuh halaman 60, dan sudah jelas ramalannya bakal lebih mengerikan menurut catatan pendahulu mereka.

Pukul 17:20, hari makin sejuk dan langit mulai mendung namun tidak ada tanda-tanda akan hujan. Setelah meneguk tegukan terakhir kopi itu, Niko memutuskan untuk pulang lebih awal. Melihat Niko beranjak dari kursinya, membuat mereka berempat mengikutinya. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing.

***

"Pahit!" Niko meneguk kopi kaleng di vending machine.

Belakangan ini ia sudah tergila-gila dengan minuman pahit tersebut, Niko menyandar di sebelah vending machine tersebut sambil menatap langit. Situasinya saat ini sudah membaik, hubungan ia dan Ryan juga menjadi sangat dekat apa lagi dengan Ocha.

"Ini memang menyenangkan, tapi aku tetap tidak mau kehilanganmu..." Niko kembali meminum kopi kalengnya. "... ini sangat berat tanpamu, Honey"

Niko berjalan menuju pemakaman umum, ia tidak pernah absen untuk berkunjung ke sana. Makam Kouko telah menjadi tempatnya untuk mengeluarkan keluh kesahnya, sekaligus berziarah ke makam seseorang yang pernah mengisi hatinya walau hanya sebentar.

"Selamat sore Honey ..." Niko jongkok di depan makam Kouko. "... sepertinya cuaca sudah makin dingin di sini, mungkin aku tidak akan lama. Tapi aku akan tetap datang ke sini.."

"Honey.. apa kau tau kalau keju tidak pernah basi? Aku sangat mengingat pertanyaan tiba-tibamu itu, sebenarnya aku tau kau sedang menghiburku saat itu. mungkin aku tidak sadar karena aku kurang peka.."

Dari kejauhan, mobil hitam berhenti di depan pintu makam. Bu Rita keluar dari Mitsubishi Evo X hitam tersebut, ia berjalan ke arahnya dengan wajah sedikit tersenyum. Ia melihat kedua murid kesayangannya di sana, walau salah satunya sudah berbeda tempat dari mereka.

Mirai (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang