1. Sajadah Yang Diambil

354 18 146
                                    


"Jangan ganggu ketenangan orang lain jika tidak ingin diganggu."

~ Jingga Senjana ~


Sinar mentari begitu terik di atas langit. Manusia yang berada di bawah merasa gerah dan berkeringat karena mentari begitu terik saat ini. Karena posisi mentari saat ini berada tepat di atas kepala.

Siswa-siswi SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang berlalu-lalang di bangunan sekolah, ada yang di kelas, perpustakaan, kantin, lapangan, juga musala.

Seorang gadis memiliki rambut legam sebahu yang diikat satu ke belakang, memiliki poni di kening tengah melangkah sambil membawa alat salatnya. Ia baru saja dari musala karena melaksanakan kewajiban salat Zuhur sebanyak empat rakaat. Saat ini, ia akan melangkah ke kelas yang berasa di ujung kanan lantai dua, kelas 10.IPA.1. Kedua kakinya menaiki setiap anak tangga yang ada.

Setiba di depan ruangan kelas, tiba-tiba saja ada seorang pemuda yang berdiri di hadapan gadis itu.

"Minggir," pinta gadis itu bernama Jingga Senjana. Di kelas teman-temannya biasa memanggil Senjana.

Pemuda di hadapannya bukannya menepi atau mempersilakan Senjana masuk, malah tertawa.

"Gila lo, ya!" Senjana mendengkus kesal.

Pemuda itu tiba-tiba saja merebut sajadah yang dipegang oleh Senjana, lalu berlari dengan cepat.

Senjana terbelalak, ia bergegas mengejar langkah pemuda yang memiliki perawakan tinggi dan berkulit sawo matang. "Woy!" teriaknya seperti suara toa di masjid.

"Hey!"

"Heh! Cowok sialan!" umpatnya. Wajah Senjana sudah memerah.

"Gila! Balikin sajadah gue! Berhenti lo, setan!"

Pemuda itu menoleh, menjulurkan lidahnya dari jauh ke arah Senjana. Senjana melotot tajam ke arah pemuda itu.

"Heh, kurang ajar lo, ya! Berhenti nggak, lo!" Senjana berusaha mengejar langkah pemuda itu lebih cepat agar bisa segera mengambil sajadah miliknya.

"Nggak mau, ah!" teriak pemuda itu, membuat Senjana mencebik.

"Heh, ngelunjak amat lo, ya! Sini lo! Dasar cowok gila, stres!"

"Kejar aja kalau lo bisa!" ejek pemuda itu dalam keadaan tertawa lepas.

Senjana mengepalkan kedua tangannya. Langkahnya berusaha dipercepat karena langkah kaki pemuda yang mencari perang dengannya begitu cepat dan gesit gerakannya.

"Nggak jelas banget ngajak ribut!" gumam Senjana. Ia masih berusaha mengejar pemuda itu. Gadis itu tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.

Namun, tiba-tiba saja Senjana menyandarkan punggungnya di dinding kelas sekolah entah kelas berapa. Napasnya terengah-engah, ia mencoba mengatur napasnya.

"Sialan Fajar! Bener-bener cari masalah! Gara-gara dia, gue ngos-ngosan nggak ketulungan! Duh, gimana coba? Sajadah gue diambil buat apaan, sih? Ngeselin banget tuh, cowok! Mana belum makan siang lagi. Laper, capek, Fajar kayaknya udah jauh banget lagi. Cepet banget dia larinya," keluh Senjana seperti gerbong kereta api.

"Gue makan dulu aja. Laper." Senjana pergi menuruni anak tangga. Tujuannya ke kantin.

Sampai di kantin, Senjana memesan mi ayam dan minuman es teh. Sembari menunggu pesanan, ia menatap sekitar. "Pasti mereka nunggu gue di kelas. Ah, tapi gue laper banget. Paling mereka udah jajan. Udahlah, makan dulu aja," gumamnya.

Saat makanan dan minuman pesanannya sudah tiba, Senjana mulai menikmati makanannya. Ia benar-benar lapar saat ini. Mengisi tenaga perlu agar bisa segera menangkap sosok pemuda bernama Bintang Fajar Subuh. Di kelas ia tidak pernah dipanggil Bintang, tetapi Fajar.

Cinta Campur Gengsi | On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang