28. Disiram Kuah Seblak

32 4 64
                                    


"Tidak ada manusia yang paling sempurna. Kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Lantas, mengapa masih banyak manusia yang merasa paling sempurna dan di atas? Bahkan dengan entengnya menyakiti fisik orang lain karena menganggap dirinya paling kuat di dunia ini."

~ Jingga Senjana ~

Senjana baru sampai di depan gerbang sekolah. Baru-baru ini ia memang berangkat naik angkutan umum karena sudah seminggu lebih ayahnya tidak pulang ke rumah. Dengan perasaan yang tidak menentu, ia mulai melangkah masuk menuju kelas.

Sesampai di kelas, ternyata Senjana sudah melihat Fajar yang duduk. Tiba-tiba saja dadanya bergejolak begitu hebat melihat keberadaan pemuda itu. Ia tidak mengerti. Mungkin karena kemarin ia sudah salah sangka kepada Fajar.

Dengan langkah hati-hati ia berjalan ke bangkunya. Sesampai di sana, ia melihat Fajar ternyata tertidur pulas dengan kepalanya diletakkan di atas lipatan tangannya di meja. Senjana berhati-hati menggeser bangkunya dan meletakkan tasnya. Ia menatap ke arah Fajar yang masih tertidur.

Bagus deh, kalau masih tidur. Jadi, gue nggak berinteraksi dulu sama dia.

Senjana membuka tasnya dan mengambil salah satu buku pelajarannya. Senjana mulai membaca buku pelajaran karena di pagi hari ini sangat cocok untuk belajar.

Namun, tiba-tiba ia mendengar suara Fajar yang menyebutkan sesuatu, "papi, jangan pukul aku! Aku bakalan rajin les sama belajar di rumah!" lirihnya, membuat Senjana menoleh ke arah pemuda itu dan mengerutkan keningnya.

Kenapa sama dia? Apa ada masalah di rumah?

"Papi, sakit. Fajar bakalan lebih kuat lagi, Papi. Berhenti pukul aku!"

Duh, enaknya gimana, ya? Gue bangunin aja, ya? Katanya kita nggak boleh biarin orang ngelindur.

Senjana menepuk tangan Fajar, membuat pemuda itu tiba-tiba membuka matanya dan menatap sekelilingnya. Fajar langsung mengubah posisinya menjadi duduk. "Lo?"

"Lo tidur di kelas?" tanya Senjana balik dengan tatapan datar.

"Ngantuk." Rasanya Fajar ingin tidur lagi.

"Daripada tidur, mending baca-baca apa gitu," sarannya.

"Bawel!" Fajar mendengkus kesal. "Oh, ya, lo semalam hubungi mami gue, kan?" interogasinya dengan tatapan tajam, membuat Senjana terdiam sejenak.

"Soal itu ... iya. Semalam gue hubungi mama lo. Gue dapat nomornya dari Astuti. Karena gue pikir lo bohong, jadi gue tanya langsung aja ke mama lo. Maaf ya, gue salah sangka sama lo."

"Makanya jangan asal nuduh. Orang gue serius bilang kalau gue emang nggak ada laptop. Ramadhan sama Ardana sok tahu. Itu yang pernah gue pakai punya kakak gue buat main, bukan punya gue asli. Gue kalau ngerjain tugas juga punya kakak gue. Gue nggak ada laptop, papi gue nggak mau beliin."

Mendengar itu membuat Senjana terdiam. "Waktu ada tugas itu gue udah minta dibeliin laptop, tapi nggak dikasih juga. Suruh pakai punya kakak aja. Gue nggak bohong."

"Maaf, Fajar. Gue beneran nggak tahu. Gue pikir lo bohong karena Ramadhan sama Ardana ngomong gitu."

"Kan, lo udah buktiin sendiri kalau gue nggak bohong. Nanti pas mau masukin videonya, kasih ke gue aja, biar gue masukkin ke flash disk punya kakak."

Cinta Campur Gengsi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang