"Di saat menjauh, tetapi diharuskan mendekat, rasanya abu-abu. Antara mau dekat atau tetap menjauh, tetapi keduanya sama-sama menyakitkan."~ Jingga Senjana ~
Hari ini guru memberikan tugas membatik, dan batik itu nantinya akan dijadikan nilai ujian praktik seni budaya. Batik itu dikerjakan secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari empat orang anggota.Senjana sekelompok dengan Diani, Najwa, dan Hanni, sementara Hanna sekelompok dengan Nisa, Astuti, dan Naya.
Beberapa siswa telah menggambar motif batik mereka di minggu lalu, hari ini para siswa akan mulai membatik dengan canting.
Para siswa mulai berjalan ke lapangan untuk menempati kompor minyak yang telah disediakan oleh guru seni budaya kelas sembilan yaitu Bu Diah.
"Duh, yang mana, ya? Udah pada ditempatin," ujar Diani dengan lesu.
"Gue yakin kita pasti dapat kompor, kok," sahut Senjana berusaha menenangkan.
"Iya, ayo kita cari yang masih belum ada yang pakai," ajak Hanni.
Akhirnya mereka menemukan satu kompor yang belum ada pemiliknya segera mereka menghampirinya.
"Nanti ada satu kelompok lagi, kan?" tanya Najwa.
Senjana menganggukkan kepalanya. "Iya, ada. Kan, kata Bu Diah satu kompor buat dua kelompok," jawab Senjana.
Tiba-tiba saja kelompok Fajar tiba, membuat Senjana terkejut. Ada Fajar, Ardhana, Ramadhan, dan Wahyu. "Gue juga di sini," ujar Fajar sambil menatap Senjana.
"Ya udah sana nyalain kompornya, gue nggak bisa," jawab Senjana dengan sewot.
Fajar menatap Ardhana. "Gimana nyalainnya, woy?" tanya Fajar sambil menyenggol lengan Ardhana.
Ardhana mengangkat bahunya. "Gue mana tahu," jawabnya dengan santai.
Fajar memukul lengannya. "Bisa-bisanya nggak tahu malah santai banget! Dasar temen nggak bisa diandelin!" gerutu Fajar sambil mengerucutkan bibirnya.
"Masukkin minyak tanah dulu, elah," sahut Ramadhan tiba-tiba.
Fajar tersenyum senang. "Nah, gitu dong, kasih tahu. Daripada Ardhana bilangnya nggak tahu. Emang lo selalu nggak ada akhlak!"
Ardhana memberikan tatapan tajam kepada Fajar. "Enak aja! Lo kali yang nggak ada akhlak! Seenaknya ngatain orang nggak ada akhlak!"
"Udah, buruan dinyalain kompornya. Banyak omong dari tadi," gerutu Senjana begitu sewot.
"Iya, bentar. Marah-marah aja," sahut Fajar dengan ketus.
Fajar mendekati kompor minyak dan memberikan sedikit minyak tanah, tetapi entah mengapa kompornya belum juga menyala. "Gimana ini belum nyala?" tanya Fajar dengan perasaan bingung.
"Coba lagi sampai bisa, Jar," sahut Ramadhan.
"Kurang kali minyaknya," ujar Najwa.
"Tambahin lagi, Fajar," pinta Ramadhan.
Fajar mencoba menuangkan minyak lagi, tetapi tetap tidak bisa menyala.
"Nggak bisa ini woy! Gimana coba?" Fajar mulai frustrasi.
"Coba utak-atik kompornya," pinta Senjana.
"Iya, bentar." Fajar berusaha mengutak-atik kompor minyak agar bisa menyala dan segera digunakan. Melihat kelompok lain sudah mulai memanaskan lilin di kompor, ada juga yang sudah mulai membatik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Campur Gengsi [SELESAI]
Novela Juvenil(Fiksi Remaja - Romance - Humor) "Apa sih, alasan lo ganggu gue terus, hah? Gue bosen tahu lo ganggu terus!" gerutu Senjana "Suka-suka gue, lah!" sahut Fajar dengan ketus. "Ih, kok, nyebelin banget, sih! Lo suka ya, sama gue?" tanya Senjana. "Janga...