33. Permintaan Maaf

27 3 34
                                    


"Berani berbuat salah, harus siap bertanggung jawab atas perbuatannya. Jika bersalah, maka minta maaflah karena itu termasuk pertanggung jawaban atas perbuatan salah itu."

~ Jingga Senjana ~


"Jawab saya, Fajar!" Irfan melayangkan tangannya di pipi Fajar, terasa perih dan panas di pipi pemuda tampan itu.

"Fajar, kamu kenapa, Nak? Apa yang terjadi?" Lita menatap putranya.

Irfan mengeluarkan ponsel dan menunjukkan kepada Lita. "Nih, SMS-nya. Kenapa sampai begini? Mau lapor segala katanya. Pasti Fajar udah bikin ulah fatal! Dasar nggak tahu diuntung!" Irfan kembali menampar putranya.

"Papi, sabar. Coba Mami ngomong dulu sama orang tuanya. Sini Mami telepon dulu, Pi," pinta Lita. Ia berharap bisa berbicara baik-baik untuk menyelesaikan masalah ini.

Irfan memberikan ponselnya kepada Lita. Sementara Fajar masih diam dan menundukkan kepalanya. Ia tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun di bibirnya.

"Jawab, Fajar! Jangan bikin saya makin emosi sama kamu! Udah kamu penakut, manja, bodoh, ini apa? Kamu mau mempermalukan saya, hah?"

"Ma-maaf, Papi." Kedua bola mata Fajar berkaca-kaca.

Irfan berkacak pinggang. "Maaf, maaf.  Maaf itu sama Senjana, bukan sama Papi! Jawab, habis ngapain kamu, hah?" Irfan memukul tangan Fajar.

"Halo, Assalamualaikum."

["Waalaikumussalam, halo."]

"Maaf, apa ini dengan orang tuanya Senjana?" tanya Lita dengan lembut dan berhati-hati.

["Iya, betul. Saya mamanya Senjana. Ini mamanya Fajar?"] tanya Retno balik.

"Iya, betul. Ini saya mamanya Fajar. Maaf, Bu sebelumnya, Ibu tadi SMS di nomor ini nomor suami saya, Bu. Dia baru pulang. Memangnya Fajar melakukan apa, Bu? Sampai Ibu marah-marah di SMS?"

["Bu, maaf sebelumnya. Saya nggak tahu kalau itu nomor suami Ibu. Karena Senjana menyimpannya nomor ibunya Fajar. Jadi, Senjana cerita kalau Fajar habis bekap anak saya sampai pingsan. Di rumah tadi ini pingsan lagi, Bu. Saya mau Fajar ke sini dan minta maaf. Kalau enggak, saya akan bawa kasus ini ke sekolah."]

"Sabar, Bu. Maafkan anak saya, Bu. Saya tidak tahu jika Fajar seperti itu. Nanti kami datang, Bu. Fajar akan minta maaf sama Nak Senjana. Kamu akan segera ke sana secepatnya. Ditunggu ya, Bu. Jangan bawa masalah ini ke sekolah."

["Baiklah, saya tunggu, Bu."]

Setelah mengakhiri panggilan, Lita menghampiri Irfan. "Udah, Mas. Jangan dipukuli terus Fajar. Mami udah tahu kenapa. Fajar, kamu kenapa bekap Senjana pakai sapu tangan? Ngapain?"

Fajar belum mau menjawab, ia masih mematung. Irfan geram melihatnya, ditampar lagi wajah Fajar. "Heh, jawab!" bentak Irfan.

"Fajar, dijawab, Nak. Kamu ini kenapa bikin anak orang sampai pingsan?"

"Maaf, Fajar cuma iseng, Mami." Tubuhnya gemetar.

"Iseng kamu bilang? Kamu kelewatan, Fajar! Malu saya punya anak yang cuma berani ganggu perempuan dan nggak bisa lawan sama laki-laki! Kamu itu banci, Fajar!" umpat Irfan dengan nada kesal.

Cinta Campur Gengsi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang