53. Kembali Asing

5 1 0
                                    


"Berjalan sendiri-sendiri, padahal biasanya berjalan bersama itu rasanya begitu nyeri, hampa, dan tidak ada semangat untuk hidup."

~ Jingga Senjana ~


Hari kembali terasa hampa bagi Senjana, karena setelah kejadian itu tidak ada hal yang berubah. Mereka kembali asing dan tidak saling tegur sapa bahkan berbincang walau kemarin sudah berdebat perkara kompor yang dituangkan minyak tanah dalam jumlah banyak oleh Fajar.

Senjana tengah berada di perpustakaan, mengerjakan soal-soal dari buku tebal untuk persiapan ujian nasional sendirian. Sementara teman-temannya pergi ke kantin. Senjana sengaja menyendiri karena ia ingin fokus belajar. Jika bersama temannya terkadang ia tidak fokus belajar apalagi Diani yang memiliki banyak tingkah cukup mengganggu konsentrasinya.

Senjana begitu serius menatap soal dan mengerjakannya dengan berhati-hati dan teliti supaya jawabannya tidak salah. Namun, tiba-tiba Senjana teringat saat dirinya mengajari Fajar mengerjakan soal matematika, membuat Senjana langsung geleng-geleng kepala. "Kenapa gue mikirin dia terus, sih? Enggak, gue nggak boleh mikirin dia. Gue harus lupain apa yang gue rasain ke dia karena percuma menyimpannya, dia udah sama orang lain yang gue benci," lirihnya.

Senjana berusaha mengembalikan fokusnya, tetapi lagi-lagi bayangan Fajar begitu melekat dalam pikirannya. Senjana mengacak rambutnya frustrasi. "Kenapa susah banget lupain orang itu? Gue nggak bisa belajar dalam keadaan begini!"

Senjana langsung menutup bukunya dan bergegas meninggalkan perpustakaan. Ia berencana akan kembali ke kelas.

Karena terlalu terburu-buru, Senjana tanpa sengaja menabrak bahu seseorang. Senjana segera menoleh ke arah wajah seseorang yang bahunya ia tabrak. "Ma--" Senjana terbelalak ternyata yang ditabraknya adalah Fajar. Fajar menatap balik Senjana dengan tatapan serius. "Maaf, nggak sengaja." Senjana bergegas meninggalkan Fajar.

Sementara Fajar menatap dengan sendu punggung Senjana yang semakin menjauhi pandangannya. Pemuda itu mengembuskan napasnya. "Kenapa sekarang kita jadi asing gini, Senjana? Gue kira setelah kejadian itu kita bisa kayak dulu lagi, ternyata gue salah," lirih Fajar, kemudian berjalan menuju kantin.

Tiba di kantin yang cukup ramai, Fajar memutuskan untuk memesan mi ayam bakso dan minuman kopi susu. Ia menunggu di meja yang paling kosong. Sembari menunggu, bayangan Senjana hadir secara tiba-tiba di benaknya. Ia mengingat masa-masa mereka saat masih bersama-sama.

Fajar terus larut dalam lamunannya. Tiba-tiba saja seseorang memukul meja, membuatnya terbelalak dan memandang siapa yang tengah mengganggu lamunannya saat ini.

"Ngelamun aja lo! Awas kesambet setan!" ejek Ardhana sambil tertawa.

Fajar mendengkus kesal. "Sialan lo! Ngagetin gue aja!" gerutu Fajar sambil memanyunkan bibirnya.

"Lagian ngelamun aja lo. Nggak boleh ngelamun tahu!" peringat Ardhana Dnegan tegas.

"Berisik!"

Ardhana tertawa. "Kalau lo nggak mau galau terus, mending lo tembak deh, Fajar. Biar dia nggak salah paham sama lo terus," saran Ardhana begitu bijak.

Fajar mengerutkan keningnya. "Nembak?"

"Iya. Percuma lo suka nggak lo tembak. Cewek mana yang peka, Jar. Cewek nggak akan peka kalau dari aksi aja apalagi aksi lo nggak wajar dari cowok-cowok biasanya pedekate-in cewek. Cara lo malah buat cewek kesel. Lo harus ungkapin perasaan lo sama Senjana biar dia tahu kalau lo nggak ada hubungan apa-apa sama Larasati dan hanya suka sama Senjana."

"Gue nggak yakin, Dana. Gue takut," lirih Fajar.

Ardhana menepuk bahu Fajar. "Hey, ngapain takut?"

"Gue takut ditolak. Gue nggak yakin apa Senjana juga suka sama gue."

Cinta Campur Gengsi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang