41. Semua Memiliki Pasangan Kecuali Dia

37 2 17
                                    


"Jika gue nggak bahagia, kenapa orang lain bisa bahagia? Kalau begitu nggak adil, dong. Jadi, perlu menghancurkan kebahagiaan mereka biar impas."

~ Maureen Larasati ~


Langit biru tampak begitu cerah dihiasi oleh awan-awan putih yang indah dan menarik perhatian beberapa mata manusia. Begitu pula dengan Senjana yang mengamati pemandangan langit yang indah setelah menyeberangi jalan raya. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya memasuki area sekolah sambil menatap pemandangan langit dan pemandangan sekitar sekolah.

Namun, tengah asyik berjalan sendiri menuju kelas, tiba-tiba sebuah tangan kekar menarik tangan Senjana, membuatnya menoleh kepada siapa yang telah menarik tangannya. Ternyata sepasang mata yang tajam terlihat indah yang dapat ditangkap oleh mata indah milik Senjana. Melihat itu, bola mata Senjana membesar. "Nathan?"

Pemuda di hadapan Senjana tersenyum lebar. "Iya, ini gue, Senjana. Gue kangen banget sama lo."

Senjana bergegas melepaskan tangan kekar Nathan dari tangan Senjana. "Lo mau ngapain lagi?" Tatapan Senjana berubah tajam ke arah Nathan.

"Lo nggak kangen sama gue?" Kedua bola matanya menatap Senjana dengan sendu.

Gelengan kepala yang Senjana berikan kepada Nathan. "Enggak."

"Senjana, tapi gue kangen sama lo. Gue kangen kita berteman seperti dahulu."

Senjana menatap serius Nathan. "Lo yang membuat semuanya begini, Nat."

"Gue tahu gue salah, tapi apa kita nggak bisa kayak dulu lagi, Senjana?" tanyanya dengan suara begitu lirih.

"Gue rasa nggak bisa, Nathan. Gue nggak mau lo malah berharap lebih sama gue. Lo emang baik, tapi gue nggak bisa suka sama lo."

"Senjana ... gue cuma mau kita temenan kayak dulu. Gue mau memperbaiki hubungan pertemanan kita berdua. Lo mau, kan?"

Senjana menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nathan. Gue nggak bisa. Gue nggak mau lo makin nggak bisa lupain gue. Lebih baik kita nggak usah ada hubungan apa-apa lagi termasuk temenan."

"Senjana, lo nggak bisa lakuin itu. Gue  merasa kesepian setelah kita berjauhan. Gue janji nggak akan menyimpan perasaan itu lagi, gue akan memperlakukan lo seperti teman. Gue bakal buat lo nyaman menjadi teman." Nathan berusaha meyakinkan Senjana agar Senjana percaya bahwa dirinya akan berusaha melupakan perasaannya untuk Senjana.

"Maaf, Nathan. Gue nggak bisa." Senjana lekas meninggalkan Nathan dengan perasaan sedih.

Pemuda itu menghela napas, raut wajahnya begitu kecewa. "Kenapa sekarang serumit ini, Senjana? Bahkan buat jadi teman lo aja udah nggak bisa. Kenapa, Senjana?" lirih Nathan yang kemudian berjalan dengan lunglai menuju kelasnya.

Percakapan antara Nathan dan Senjana terdengar oleh Larasati. Gadis itu mendengkus kesal. "Senjana itu maunya apa, sih? Sama Nathan yang ganteng dan baik aja dia tolak. Buat jadi temennya aja nggak mau, dasar cewek sok jual mahal emang. Heran, yang dicari apa coba." Larasati segera pergi ke kelas.

Larasati menghampiri Senjana yang baru saja duduk. "Senjana," panggilnya sambil tersenyum.

Senjana menatap Larasati dan tersenyum. "Eh, Laras."

"Nathan masih ngejar-ngejar lo, ya?" tanya Larasati langsung, membuat Senjana terkejut.

Senjana mengerutkan keningnya. "Iya, tapi kenapa lo tanya gitu?" Senjana penasaran mengapa Larasati bertanya seperti itu secara tiba-tiba?

"Iya, pengen tahu aja. Kalau emang lo suka sama dia apa salahnya diterima aja? Kalau soal beda agama kan bisa dipikir nanti. Lagian kita masih SMA, Senjana."

Cinta Campur Gengsi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang