Metanoia [ Hiatus ]

01 ✧ Obat sekecil senyuman

Hii Assalamualaikum semuanya..., ketemu cerita ini dari jalur apa nih?

••••••••

You can call me Ra

salam kenal dan selamat berpetualang dalam kisah sederhana yang ada di haluanku...

Banyak kata-kata kasar yang bertebaran, bijaklah dalam membaca, ambil baiknya buang buruknya..
Happy reading semoga bisa bertahan hingga akhir ><

•••••••

M

E

T

A

N

O

I

A

•••••••

"Luka bisa sembuh tetapi akan selalu meninggalkan bekasnya"

••••••••

Surabaya, Indonesia.

Sunyi dan gelap menemani seorang lelaki yang tengah terduduk lemah di tepi ranjang itu sendirian. Hatinya mencelos mendengar sang ibu mengajaknya pergi dari kota ini.

Kota indah yang menyimpan begitu banyak kenangan untuknya. Tangannya mengusap figura yang menampilkan foto keluarga kecilnya dengan kebahagiaan yang memenuhi di dalamnya.

Ia tersenyum sangat tipis memandang foto itu. Atensinya teralihkan kala lampu di kamarnya itu dinyalakan. Ia mendongak menatap wanita cantik yang tengah tersenyum manis ke arahnya itu. "Kaka belum tidur?" tanyanya sembari mendekati sang putra.

Lelaki yang di panggil Kaka itu menggeleng sembari menggeser posisi tubuhnya. "Belum ngantuk, Bun" Sang ibu ikut menatap foto di tangan lelaki itu.

"Maafin bunda ya nak, udah maksa Kaka buat pindah dari sini," ujar wanita paruh baya itu dengan nada penyesalan.

Lelaki itu menggeleng sembari menggenggam tangan sang Bunda erat. "Kaka gapapa bunda, Kaka juga suka pindah ke sana."

"Beneran?" tanya wanita itu diangguki oleh sang putra. "Iya bunda ku sayang, di sana pasti Kaka bakal punya banyak teman baru, bunda gak usah khawatir gini," ucap lelaki itu dengan nada meyakinkan.

Wanita paruh baya itu mengangguk sembari mengusap rambut sang putra dengan penuh kasih sayang. "Ya udah Kaka tidur gih, udah malem. Besok kita harus berangkat ke Jakarta."

Lelaki itu mengangguk dengan senyuman dan tatapan teduh pada sang bunda tercinta. Selepas kepergian sang ibu, ia menatap langit malam yang bertabur bintang.

Menatap satu bintang yang begitu terang, seakan ia enggan memalingkan tatapannya, tatapannya berubah menjadi sangat dalam pada satu bintang yang terus memancarkan sinarnya itu.