17 ✧ Keluarga kedua

311 35 6
                                    

HAPPY READING SEMOGA SUKA 💗

•••

"Aku bahagia bisa menjadi putri mu tapi mentalku rusak akibat keegoisanmu."

-Achaza Shazana Device

•••

17 ✧ keluarga kedua

•••

"WOY ANJNG! BANGST! GA GITU CARA MAINNYA DODOL!" Hina Erlang saat dirinya dan Astra tengah bermain PS di ruang tengah Rumah Xavien atau biasa di sebut Ruvien.

"GOBLOK BANGET SIH LU AR! MAIN GINI DOANG AJA KAGAK BECUS." Amuk Erlang yang sangat kesal karena Areo tidak bisa-bisa memainkannya, padahal sudah diajari berulang kali oleh mereka.

Areo mengacak rambutnya menjadi semakin acak-acakan dirinya sangat pusing, tidak paham dengan cara mainnya. "Tau lah, kalian aja sono yang main, pusing gue."

"Waah waah parah lu Lang, si cemilan oreo ngambek kan." Astra mulai memanas-manasi Erlang. "Lagian tolol banget dia, main gini doang aja kagak becus"

Erlang sangat sensitif malam ini, lelaki itu marah-marah Mulu dari tadi membuat anggota Xavien semakin jahil menggoda Erlang.

Areo tak menggubris perkataan Erlang, mungkin karena kejadian sore tadi Erlang jadi emosian begini.

Lelaki itu melihat ke sekeliling, rumah berlantai tiga dengan 32 kamar, dua kolam renang, dapur dengan berbagai makanan, ruang musik dan ruang berlatih fisik itu terlihat sangat megah dan terlihat sekali sangat ramai.

Bagaimana tidak ramai coba, kini sebagian anggota Xavien yang berjumlah sekitar 400 an ada di sana, suasana sangat ramai dan terdengar ada tawa di sela-sela pembicaraan mereka.

Selepas pulang sekolah mereka membagi-bagikan makanan di pinggir jalan, taman kota, para pedagang yang mereka temui dan pemulung sampai pukul 20 : 00 mereka memutuskan berkumpul di sini kecuali mereka yang ada urusan.

Dan bagaimana lelaki ini bisa ikut? tentu karena anggota Xavien yang mengajaknya katanya biar makin dekat dengan Areo nanti bisa jadi bestie setelah itu mendapatkan bekal dari Shea seperti Acha.

Bener-bener ga ada yang bener cowok-cowok ini!

suara nyanyian serta bunyi alat musik dari ruang musik menyita perhatian Areo.

Lelaki itu mendekati Lister dan Kizel yang ternyata tengah bermain drum dan gitar bersama beberapa anggota yang lain.

Nada-nada yang keluar dari alat musik yang mereka mainkan serta nyanyian dari Nero benar-benar membuat Areo terkesima.

Areo duduk di sofa bersama empat anggota yang juga menonton temannya yang tengah galau itu.

Prok prok prok

lima lelaki yang menonton itu bertepuk tangan saat mereka sampai di nada terakhir. "Gilaaa...keren banget kalian." puji Areo.

"Cielah gitu doang mah biasa Ar, suaranya si Nero cempreng, ganggu banget." ucap keno, anggota dari SMA Nadeleine yang mempunyai suara emas sama seperti Nero.

"Woy anjng! suara gue sama lu itu bagusan gue ya Bangst!" Nero terlihat tak terima, "yee suara kayak kaleng aja belagu banget lu berdua." ucap teman Keno yang tengah bermain hp.

"Lu mau main Ar?" tanya Lister saat Areo mendekati mereka dan memukul drum tak tentu nada. "Boleh, gitar aja dah tapi," putus Areo seraya meminta gitar di tangan Lister.

Memang, selain buku atau novel lelaki ini sangat menggemari musik, namun hanya shea yang tau kalau dirinya sering kali bernyanyi di kamar saat pusing dengan tugas sekolah.

•••

Seorang gadis dengan kuncir rambut ala-ala ekor kuda, celana hitam dan jaket kebanggaan gengnya itu duduk di gazebo Ruvien.

Menatap ke atas langit dengan mata yang berkaca-kaca, mengingat seseorang yang di rebut paksa darinya beberapa tahun silam.

Hatinya sakit mendengar ucapan sang ayah saat dirinya mampir ke rumah sebentar tadi, namun, bukan hanya sakit di hatinya namun juga luka fisik yang masih terlihat sangat mengenaskan di tubuhnya yang terbalut jaket.

"Tuhan....kenapa kau rebut semua yang ku punya?" tanyanya lirih dengan air mata yang tak bisa ia bendung lagi.

Sekuat-kuatnya anak perempuan pasti juga bakalan merasakan sakit saat di bentak apalagi di kasari oleh ayah kandungnya.

Mau mengelak seperti apapun itu kenyataannya ia lemah jika sudah berhadapan dengan sang papa.

"Gue tungguin di dalem ga dateng-dateng ternyata di sini," ucap seseorang yang baru datang dari arah dalam.

Dengan gesit Acha menghapus air mata yang turun di pipinya seraya kembali memasang wajah jutek, mencoba terlihat baik-baik saja.

"Kenapa?" tanyanya cuek saat lelaki itu duduk di sampingnya. "Lah mata sama pipi lu kenapa cha?" tanya lelaki itu saat menyadari pipi dan mata Acha memerah.

"Kepo lo, kenapa lo nyari gue?" Acha berusaha mengalihkan pembicaraan lelaki ini.

"Udah di obatin belum tuh luka?"

"Udah."

"Di bersihin dulu kan Sebelum diobatin?"

"Iyaaa, ah cerewet amat lu! buruan mau ngomong apa gue mau nganter Areo pulang." Acha kesal karena lelaki ini yang terlihat sangat khawatir dengan luka kecilnya.

Padahal ga kecil, Acha aja tuh yang mengabaikan lukanya dan menganggap setiap luka yang ia dapat mau itu parah ataupun tidak itu luka kecil dan nanti pasti bakalan sembuh sendiri.

Padahal di dunia ini tidak semua hal bisa sembuh dengan sendiri pasti membutuhkan obat ataupun orang yang ia jadikan semangat hidup.

"Buru-buru amat, baru juga setengah satu."

"Yaelah kayak ga tau Areo aja lo, buruan elah, mau ngomongin apa?"

"Tentang dia Cha."

"Dia? gimana?" tanya Acha mulai penasaran.

"Katanya..."

••••

Absen dong yang udah vote siapa aja?

satu kata buat part ini apa coba?

spam "fiksi jaya-jaya!" di sini dulu 😉👉🏻

vote ya bestie agar Rara semangat buat up chapter selanjutnya

5 vote dan 7 komen langsung up 🦋

byeee byee see you next chapter 💗




••••

29 Januari 2023

Metanoia [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang