2 | Yang Datang Dengan Tujuan Lain

1.3K 96 0
                                    

Yvanna mengantar Ben sampai di halaman rumah sambil membawakan tas kerja milik pria itu. Ben kembali menatap ke arah Yvanna sebelum dirinya masuk ke mobil.


"Aku akan pulang sekitar jam empat sore dari kantor. Mungkin aku tiba di rumah sekitar jam setengah lima karena perjalanan menghabiskan waktu setengah jam. Apakah nanti sore kamu mau jalan-jalan bersamaku, setelah aku pulang kerja?" tanya Ben.

"Memangnya kamu enggak capek, kalau pulang kerja terus langsung mengajak aku jalan-jalan? Kenapa kita jalan-jalannya tidak pada akhir pekan saja? Bukankah akan lebih baik kalau kita jalan-jalan pada waktunya?" Yvanna memberikan saran.

Ben memajukan bibirnya selama beberapa saat ketika mendengar saran yang Yvanna berikan.

"Kalau kita jalan-jalan diakhir pekan, yang jalan jelas bukan hanya aku dan kamu, Sayangku. Satu keluarga jelas akan ikut bersama kita dan kita jelas akan kekurangan waktu untuk menikmati semuanya berdua. Kamu sadar bahwa kita enggak pernah pacaran, 'kan? Kamu enggak kepengen gitu pacaran sama aku setelah aku resmi jadi Suami kamu?"

Yvanna pun langsung mengulum senyum di hadapan Ben dengan wajah memerah.

"Iya deh, iya. Aku mau kok pergi jalan-jalan nanti sore untuk menikmati masa pacaran sama kamu. Sudah, sekarang sebaiknya kamu segera berangkat ke kantor. Nanti kamu akan terlambat kalau terus-menerus ngobrol denganku."

"Tapi kenyataannya aku memang masih ingin ngobrol sama kamu," jujur Ben, yang kemudian masuk ke mobilnya dan bersiap untuk mengemudi.

Yvanna masih menatap Ben melalui kaca mobil yang terbuka.

"Hati-hati di jalan. Jangan terlalu ngebut bawa mobilnya. Lihat-lihat juga kaca spion kalau akan menyeberang. Jangan lupa untuk selalu berdoa dan berdzikir dalam keadaan apa pun," pesan Yvanna.

"Iya, Sayang. Aku akan ingat semua pesan kamu. Aku pergi kerja dulu ya. Assalamu'alaikum," pamit Ben.

"Wa'alaikumsalam."

Setelah mobil milik Ben benar-benar pergi meninggalkan halaman rumah Keluarga Adriatma, Yvanna pun berbalik dan hendak pergi ke teras untuk menemani Arini dan Ayuni yang kini sedang minum teh sambil membaca majalah. Semua orang sudah pergi ke tempat kerja masing-masing, dan hanya menyisakan Arini, Ayuni, serta Yvanna di rumah tersebut. Ketika Yvanna baru saja akan menyajikan cemilan yang tadi dibawanya dari dapur sebelum mengantar Ben ke mobil, gerbang rumah itu terdengar dibuka oleh seseorang dan tampaklah beberapa orang Ibu-ibu yang mulai berjalan mendekat ke arah teras. Arini dan Ayuni jelas langsung berdiri dari kursi, lalu tersenyum ramah untuk menyambut mereka semua.

"Assalamu'alaikum, Bu Arini ... Bu Ayuni," ujar salah satu Ibu-ibu yang tampaknya adalah perwakilan bagi Ibu-ibu yang lainnya.

"Wa'alaikumsalam, Ibu Ningsih dan Ibu-ibu yang lainnya. Mari, silakan duduk," jawab Arini, mempersilahkan.

"Terima kasih atas sambutannya, Bu Arini," ucap salah satu Ibu-ibu selain yang bernama Ningsih.

Yvanna kembali ke dalam rumah untuk membuat teh dan mengeluarkan cemilan yang masih tersisa di kulkas. Untung saja semalam ia ingat untuk membawa bolu pandan yang dibuatnya di rumah Keluarga Harmoko. Jika tidak, entah apa yang bisa Yvanna sajikan untuk para tamu yang mendadak datang ke rumah Keluarga Adriatma tersebut. Semua orang menatap ke arah Yvanna ketika sosoknya kembali ke teras rumah sambil membawa teh serta cemilan. Arini berdiri dan merangkul Yvanna, setelah Yvanna selesai menyajikan teh serta cemilan yang dibawanya dari dapur.

"Perkenalkan, ini adalah menantu saya. Dia ini Istrinya Ben," ujar Arini, seraya tersenyum penuh kasih sayang untuk Yvanna.

Yvanna pun menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan tersenyum kepada semua Ibu-ibu yang bertamu pagi itu.

"Perkenalkan, nama saya Yvanna," ujarnya.

"Nama lengkap kamu siapa, Nak?" tanya salah satu Ibu-ibu yang warna pakaiannya paling mencolok daripada yang lainnya.

"Yvanna Adriatma, Bu ...." Yvanna lupa kalau dirinya belum tahu nama wanita itu.

Ayuni pun tersenyum seraya menggenggam tangan Yvanna.

"Nama Ibu itu adalah Bu Tantri, Sayang," ujarnya.

"Oh, iya Bibi," Yvanna pun kembali menatap ke arah Tantri. "Nama lengkap saya Yvanna Adriatma, Bu Tantri," ulangnya.

Wanita paruh baya bernama Tantri itu pun kembali tersenyum, namun senyumnya tidak tampak sama dengan yang tadi dilihat oleh Yvanna.

"Saya tahu kalau namamu sekarang adalah Yvanna Adriatma, karena kamu sudah menikah dengan Ben. Yang saya ingin tahu adalah nama lengkapmu sebelum menikah dengan Ben dan menjadi menantu Keluarga Adriatma," jelas Tantri, menunjukkan seakan jawaban Yvanna membuatnya merasa kecewa.

Yvanna diam selama beberapa saat dan mulai mengeluarkan kekuatannya secara diam-diam. Entah mengapa perasaannya mendadak merasakan sebuah keanehan yang belum ia ketahui apa sebabnya. Arini dan Ayuni juga merasa agak aneh dengan penjelasan yang baru saja Tantri ucapkan. Mereka berdua jadi sama-sama berharap kalau Yvanna tak perlu menyebutkan nama lengkapnya yang dulu, karena mereka tak ingin Tantri tahu mengenai hal itu.

"Apa pentingnya nama lengkap saya yang lama, Bu Tantri?" balas Yvanna, setelah menetapkan sejauh apa kekuatannya tengah bekerja di antara semua orang yang hadir di teras rumah tersebut. "Bagi saya yang paling penting saat ini adalah bagaimana caranya agar seluruh anggota Keluarga Adriatma tetap merasa damai serta bahagia, setelah saya hadir dan menjadi bagian keluarga ini. Soal nama, saya jelas merasa sangat bahagia karena kini telah menyandang nama Keluarga Adriatma."

Jawaban Yvanna jelas cukup sopan dan sangat bisa diterima oleh Ibu-ibu lainnya yang datang bertamu pagi itu. Namun lain halnya dengan Tantri yang terlihat tidak bisa menerima jawaban tersebut, karena sebenarnya ia sangat ingin tahu mengenai nama lengkap Yvanna yang asli. Sayangnya saat Tantri ingin buka mulut lagi seperti tadi, suara wanita itu mendadak tak bisa keluar karena telah dihalangi oleh kekuatan milik Yvanna. Yvanna jelas tak bermaksud ingin membungkamnya, namun hal itu terjadi dengan sendirinya karena tujuan Tantri terhadap Yvanna memang mengarah pada hal yang buruk. Jadi saat Yvanna mengeluarkan kekuatannya, suara Tantri dengan sendirinya menjadi terhalang agar tidak lagi bisa mengucapkan sesuatu yang bertujuan buruk.

Setengah jam kemudian semua Ibu-ibu yang bertamu itu berpamitan pulang, setelah berkenalan dengan Yvanna. Tantri yang mendongkol karena suaranya tidak bisa keluar sama sekali sejak tadi, hanya berlalu begitu saja ketika akan pergi dari rumah Keluarga Adriatma. Ayuni dan Arini jelas menyadari hal itu, namun mereka hanya diam saja tanpa membahasnya.

"Tolong maklumi sikap Bu Tantri ya, Bu Arini ... Bu Ayuni ... Nak Yvanna. Dia memang selalu begitu jika ada kehendaknya yang tidak terpenuhi. Kami sudah sangat terbiasa dengan sikapnya itu," jelas Ningsih, setelah yang lain pergi lebih dulu darinya.

"Tidak apa-apa, Bu Ningsih. Kami sekeluarga memaklumi hal itu dan tidak akan merasa tersinggung sama sekali," balas Arini, tetap sehalus biasanya.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya, Bu Arini ... Bu Ayuni ... Nak Yvanna. Assalamu'alaikum," pamit Ningsih.

"Wa'alaikumsalam," jawab Arini, Ayuni, dan Yvanna dengan kompak.

Setelah Ningsih juga pergi dari rumah itu, Arini dan Ayuni pun kini menatap ke arah Yvanna.

"Tadi Bu Tantri jadi tidak bicara lagi sejak kamu memberikan jawaban karena ada sesuatu, ya?" tanya Arini.

"Iya, Bu. Aku mengeluarkan kekuatanku setelah merasa aneh dengan penjelasannya tadi, lalu dengan sendirinya suara Bu Tantri terhalang oleh kekuatanku," jawab Yvanna dengan tenang.

"Yang menandakan bahwa sebenarnya dia datang ke sini karena ada tujuan khusus terhadapmu?" tebak Ayuni, yang pernah mendengar contoh masalah seperti itu dari Larasati.

* * *

TUMBAL SUSUANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang