19 | Adu Ketajaman Lidah

874 79 0
                                    

Arini, Ayuni, dan Yvanna benar-benar keluar untuk menemui Tantri dan Ningsih. Mereka bertiga menyambut dengan ramah seperti biasa, meskipun sudah tahu apa tujuan Tantri datang ke rumah Keluarga Adriatma pagi itu. Anggota keluarga lainnya sedang sarapan sebelum pergi ke tempat kerja masing-masing. Tika, Manda dan Lili memilih berdiam di balik jendela yang arah pandangnya tepat ke teras. Sesekali Damar dan Nania mengintip untuk melihat keberadaan ketiga wanita yang sedang mengawasi Tantri tersebut.


"Kalau dipikir-pikir lagi, kita semua tampaknya jadi sangat terbiasa ya dengan munculnya makhluk-makhluk gaib," ujar Nania.

"Iya, kamu benar. Kita jadi terbiasa dengan adanya gangguan-gangguan dari makhluk gaib dan malah menghadapinya dengan santai. Seperti semalam. Kita melihat sesosok tuyul yang ditangkap oleh Yvanna, tapi tidak ada satu pun dari kita yang merasa ngeri atau takut dengan tuyul itu. Kita justru sama-sama mendekat dan memperhatikannya dengan seksama. Seakan-akan kita sedang melakukan penelitian terhadap tuyul itu," tanggap Damar.

Semua orang pun terkikik geli di tempat masing-masing usai mendengar tanggapan Damar.

"Tadi malam Yvanna santai sekali saat memegangi tuyul itu. Seakan dia sedang memegang boneka," tambah Zian, merasa geli saat ingat bagaimana cara Yvanna mengeluarkan tuyul itu dari balik pagar tanaman.

"Kamu benar sekali, Zi," sahut Nania. "Aku juga ingat kalau tuyul itu memiliki telinga yang lancip dan gigi-gigi yang begitu kecil namun terlihat runcing serta tajam. Seharusnya aku takut saat melihat wujudnya. Tapi gara-gara aku melihat cara Yvanna membawanya keluar dari pagar tanaman di depan sana, aku malah kepikiran untuk tidak tertawa. Dalam otakku terlintas kalimat yang sama selama hampir sepuluh menit saat kita berada di tengah-tengah halaman depan. 'Nia ... jangan tertawa, nanti tuyulnya tersinggung', itu yang aku pikirkan."

"Astaghfirullah hal 'adzhim," tanggap Bagus dengan cepat seraya menatap tak percaya ke arah Nania. "Sempat-sempatnya kamu memikirkan perasaan tuyul itu, padahal kamu tahu kalau tujuan dia datang ke sini adalah untuk menguras harta benda yang kita miliki."

Semua orang--termasuk Nania sendiri--kembali terkikik geli seperti yang sebelumnya.

"Entahlah, Paman. Tapi demi Allah, memang itulah yang terlintas di dalam pikiranku semalam. Mungkin aku sudah terkontaminasi oleh Manda yang hobi berpikiran konyol."

Jojo pun tertawa bangga saat mendengar apa yang Nania katakan.

"Ya, begitulah. Calon Istriku memang beda dari yang lain," celetuknya, dengan sengaja.

Aris langsung menghadiahi Jojo dengan tinju-tinju penuh dendam ke arah lengan pria itu.

"Jangan terlalu percaya diri! Kamu belum tentu akan direstui oleh Kakek Pram jika memang akan melamar Manda!" omel Aris.

"Itu benar," tambah Zian. "Paman Rendra dan Bibi Laras boleh-boleh saja memberi restu kepadamu, tapi Kakek Pram tetaplah yang akan menentukan boleh atau tidaknya kamu menikahi Manda. Jangan lupa akan hal itu, karena kita sudah sama-sama melihat bagaimana saat Kak Tio meminta restu pada Kakek Pram untuk menikahi Silvia."

Ben kini menatap ke arah Jojo yang duduk tepat di seberangnya pada meja makan tersebut.

"Kamu serius punya perasaan terhadap Manda?" tanyanya kepada Jojo.

Jojo pun balas menatap Ben dan hanya tersenyum tanpa menjawab apa-apa. Aris menyipitkan kedua matanya tepat ke arah Jojo.

"Dia sudah suka sama Manda sejak kami masih SMP, Kak. Makanya tidak heran kalau Jojo sampai detik ini tidak pernah terdengar sedang mendekati wanita manapun di luar sana," ujar Aris, yang memang berniat mengadukan perasaan Jojo selama ini.

Jojo terus saja bungkam dan tetap tidak mengatakan apa-apa. Hal itu jelas membuat Nania dan Ben merasa gemas setengah mati terhadapnya, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Tika jelas bisa mendengar semua pembicaraan itu, karena ia tadinya hendak beranjak ke kamar tamu untuk mengambil barangnya yang masih tersimpan di sana. Ia bisa melihat wajah Jojo yang begitu bahagia ketika semua orang sedang membahas tentang Manda.

Di luar, Tantri mengobrol bersama Ayuni dan Arini. Yvanna mengawasinya dengan tenang sambil mengeluarkan kekuatan untuk mengontrol keadaan. Ia harus mengantisipasi agar jangan sampai Tantri ingin melakukan sesuatu yang bisa membuatnya menemukan tuyul yang sudah Yvanna kurung. Tantri terlihat cukup gelisah, meski dia terus tersenyum ketika sedang mengobrol. Arini dan Ayuni lebih memilih mempercayakan semuanya kepada Yvanna, bahwa semuanya akan ditangani dengan baik tanpa perlu ada campur tangan mereka.

"Ngomong-ngomong ... terima kasih banyak ya Bu Tantri, atas hadiah tas mewahnya untuk kami. Ini tampaknya sangat mahal, jadi kami pasti hanya akan memakainya pada acara-acara tertentu saja," ujar Arini, begitu lembut seperti biasanya.

"Sama-sama, Bu Arini. Tidak apa-apa jika tas pemberian saya memang hanya akan dipakai pada acara-acara tertentu saja. Lagi pula, tas itu memang sangat cocok jika dipakai untuk menghadiri acara-acara yang istimewa," balas Tantri, mencoba bersikap ramah.

Sesekali Tantri tampak hendak melihat ke bagian dalam rumah, karena pintu dibiarkan terbuka oleh Yvanna sejak tadi.

"Aku tidak merasakan apa-apa di sini. Tampaknya tuyul peliharaanku tidak pernah datang ke sini semalam. Karena kalau dia sempat datang ke sini, maka seharusnya aku bisa mencium aroma keberadaannya seperti biasa," batin Tantri.

Padahal tanpa Tantri tahu, Yvanna-lah yang mengendalikan semuanya pada saat itu. Kekuatan yang sedang Yvanna keluarkan benar-benar menyamarkan aroma keberadaan tuyul peliharaan Tantri. Sehingga Tantri tidak akan berpikir kalau tuyul itu telah datang ke rumah Keluarga Adriatma dan kini sedang dikurung oleh salah satu anggota keluarga tersebut.

Setelah berbasa-basi panjang lebar, akhirnya Tantri dan Ningsih berpamitan. Tantri berdiri di hadapan Yvanna untuk menunjukkan bahwa dirinya bisa bertingkah sopan, setelah kemarin dirinya terus berusaha memojokkan Yvanna soal ingin tahu nama lengkap. Yvanna tersenyum dan menatap tepat ke arah netra Tantri yang tampak gelap.

"Terima kasih atas kedatangannya, Bu Tantri. Terima kasih juga atas hadiahnya untuk Ibu dan Bibi saya," ujar Yvanna.

"Sama-sama, Nak Yvanna. Maaf ya, saya hanya membawa hadiah untuk Ibu mertua dan juga Bibimu. Saya lupa kalau seharusnya membawa hadiah untuk dirimu juga. Tapi tenang, pada lain kesempatan saya juga akan membawakan hadiah yang lebih mewah dan mahal untuk kamu," Tantri sengaja memanas-manasi Yvanna.

"Tidak masalah, Bu Tantri. Mungkin sebaiknya saya menolak hadiah pemberian dari anda, sebelum anda benar-benar membawakannya untuk saya. Selain mungkin hadiah dari Bu Tantri tidak akan cocok untuk saya yang selalu bergaya casual, akan ada kemungkinan hadiah itu tidak akan terpakai oleh saya dan menjadi mubazir. Jadi memang sebaiknya Bu Tantri tidak perlu membawakan apa-apa untuk saya," balas Yvanna, sopan namun menusuk untuk Tantri.

Tantri ingin sekali langsung mengucapkan umpatan kasar terhadap Yvanna pada saat itu juga. Namun ia memutuskan lebih memilih tidak menanggapi hal itu pada saat ini. Ia jelas harus lebih fokus pada pencarian tuyul peliharaannya, daripada memperpanjang keributan dengan Yvanna pada saat dirinya sedang tidak tenang.

"Lihat saja Yvanna ... saat aku menemukan tuyul peliharaanku kembali, maka penolakan yang kamu lakukan terhadapku akan kubalas sampai kamu dan keluarga Suamimu tidak lagi memiliki apa pun!" geram Tantri di dalam hatinya.

* * *

TUMBAL SUSUANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang