17 | Memutar Otak

890 81 0
                                    

"Mau ke mana kamu? Ayo, ikut denganku. Ayo kita pulang," ajak Tantri pada sosok tuyul peliharaannya yang terlihat berjalan menjauh darinya.


Tuyul itu mendengar ajakan Tantri, namun tampak tidak menghiraukannya sama sekali. Entah apa sebabnya tuyul itu menjadi tidak lagi mendengarkan apa perintah Tantri. Tantri merasa ada yang cukup aneh dengan tuyul peliharaannya tersebut, sehingga membuatnya mencoba untuk mendekat. Namun semakin Tantri berusaha mendekat, tuyul itu tampak semakin menjauh dari jangkauannya.

"Hei, kamu mau ke mana? Ayolah, kamu jangan bertingkah membingungkan seperti ini. Aku sudah melakukan semua hal yang kamu sukai dan kamu butuhkan. Apa lagi yang kurang? Kenapa kamu malah menjauh dariku seperti ini?" tanya Tantri, yang mulai merasa lelah karena terus mencoba mendekat pada tuyul peliharaannya.

Tuyul itu tak merespon sama sekali, seakan saat ini dia tak bisa mendengar apa pun yang Tantri katakan. Hal itu membuat Tantri semakin kebingungan dan tidak paham dengan apa yang terjadi pada tuyul peliharaannya. Tak berselang lama, tuyul peliharaan Tantri terlihat seperti mulai menghilang dari hadapannya. Tantri jelas menjadi panik dan kembali berusaha untuk mendekat ke arah tuyul tersebut. Ia mulai sedikit berlari agar lebih cepat sampai ke tempat tuyul peliharaannya berada. Namun semakin cepat ia berlari, justru semakin cepat tuyul peliharaannya menghilang dari pandangan matanya.

"Tidak! Jangan pergi dariku! Tidak! Kembali kamu! JANGAN PERGI!!!"

Tantri terbangun dari mimpi buruk yang baru saja menghampirinya. Nafasnya begitu terengah-engah, seakan dirinya benar-benar habis berlari mengejar tuyul peliharaannya.

"Oh ... syukurlah semua itu hanya mimpi," gumamnya, jauh lebih lega.

Jendela di kamar Tantri yang masih tertutup oleh gorden tampak disinari oleh cahaya matahari dari sela-sela yang tidak tertutup rapat. Hal itu membuatnya sadar bahwa pagi telah datang dan kemungkinan tuyul peliharaannya sudah kembali ke rumah pada saat itu. Wanita itu kini menatap ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Ia menyibak selimut yang dipakainya sejak semalam, lalu turun dari tempat tidur dan beranjak menuju pintu. Ia keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga seperti biasa, tanpa memikirkan lagi mimpi buruknya yang baru saja berlalu.

Tantri masuk ke dapur untuk membuat teh dan roti bakar. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan semua bahan yang diperlukan. Suasana rumahnya pagi itu cukup tenang seperti biasa, yang menandakan bahwa tuyul peliharaannya sudah mandi di air bunga tujuh rupa dan mungkin sekarang sedang menyusu pada tumbal susuan yang menjadi ibu susunya.

Setelah selesai membuat teh dan juga roti bakar, Tantri segera membawa cangkir serta piring ke meja makan. Ia akan menyantap sarapannya di sana, setelah memeriksa hasil kerja keras tuyul peliharaannya semalam. Ia kemudian berjalan menuju ruangan khusus ritual yang setiap hari selalu ia rawat dengan baik dan telaten. Wajah Tantri yang berhias senyum sejak keluar dari kamarnya mendadak tak lagi tersenyum, ketika melihat wadah tanah liat berisi bunga tujuh rupa yang biasa menjadi tempat mandi tuyul peliharaannya ketika pulang bekerja tidak tersentuh sama sekali. Semua masih berada pada tempatnya. Sangat rapi seperti semalam saat ia meninggalkannya. Kedua mata Tantri kini mengarah pada permadani yang biasanya menjadi tempat diletakkannya hasil kerja tuyul peliharaannya. Di sana terlihat beberapa tumpuk uang tunai dan perhiasan, namun hasil itu tidak sebanyak yang biasanya.

"Ada apa ini? Kenapa mendadak dia tidak membawakan aku hasil yang memuaskan dan juga tidak mandi di tempat mandinya?" gumam Tantri, bertanya-tanya.

Tantri pun teringat dengan tumbal susuan yang ia sekap di kamar khusus. Ia segera berlari keluar dari ruangan khusus ritual tersebut dan membuka kunci pintu kamar khusus yang menjadi tempatnya menyekap tumbal susuan yang ia culik. Kedua mata Tantri terbelalak saat melihat keadaan di dalam kamar khusus itu, yang mana tumbal susuan yang disekapnya saat itu sedang tertidur pulas dan tuyul peliharaannya tidak berada di sana sama sekali.

"Ke mana? Ke mana tuyul peliharaanku? Kenapa dia tidak ada?" panik Tantri.

Tantri kembali mengunci kamar khusus itu lalu kembali berlari menuju ruang khusus ritual. Ia memeriksa hasil yang didapatkan oleh tuyul peliharaannya, untuk mencari tahu mengenai rumah siapa saja yang menjadi sasaran tuyul tersebut. Ia memeriksa uang, perhiasan, serta beberapa emas batangan yang ada di atas permadani.

"Ada empat tumpukan hasil, yang artiny ada empat rumah yang dia datangi. Berarti seharusnya rumah terakhir yang dia datangi semalam adalah rumah Keluarga Adriatma. Apakah dia tertahan di rumah itu? Apakah dia ketahuan oleh salah satu penghuninya dan tidak bisa melarikan diri? Tapi kenapa dia tidak menepuk tangannya agar wadah tempat mandi itu meledak seperti biasa, jika memang dia tertangkap? Seharusnya aku bisa mendengar ledakan jika dia menepuk tangannya. Apakah mimpi buruk yang aku alami adalah pertanda tentang tuyul peliharaanku? Apakah itu tanda darinya bahwa dia meminta pertolongan?"

Tantri terus bertanya-tanya dengan gelisah. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana karena tak bisa menemukan keberadaan tuyul peliharaannya. Ia ingin sekali mempercayai pikirannya bahwa tuyul peliharaannya itu mungkin terjebak di rumah Keluarga AdriatmaAdriatma. Namun di sisi lain ia tak berani untuk menuduh begitu saja karena takut disebut tukang fitnah dan juga takut kalau kegiatannya memelihara tuyul diketahui oleh orang lain. Tantri benar-benar memutar otaknya agar bisa mendatangi rumah Keluarga Adriatma tapi tanpa harus dicurigai oleh orang-orang yang tinggal di sana.

"Ah ... Ibu Ningsih. Aku harus mengajak Ibu Ningsih ke sana dengan alasan ingin meminta maaf atas tidak sopannya diriku kemarin, karena pulang tanpa berpamitan. Ya, itu adalah jalan satu-satunya yang bisa kulakukan agar bisa mendatangi rumah Keluarga Adriatma tanpa perlu dicurigai memiliki maksud lain oleh para penghuninya," cetus Tantri.

Tantri pun bergegas beranjak menuju kamarnya. Ia segera mempersiapkan diri agar terlihat pantas saat datang ke rumah Keluarga Adriatma. Ia jelas tidak mau disebut kurang pantas saat berkunjung ke rumah seseorang, terutama ke rumah orang yang derajatnya lebih tinggi seperti Keluarga Adriatma. Setelah ia benar-benar siap, ia segera keluar dari rumahnya sambil membawa sesuatu yang akan dijadikan hadiah untuk Ayuni dan Arini. Ia pergi ke rumah Ningsih dan memintanya menemani bertamu ke rumah Keluarga Adriatma. Ningsih jelas tidak merasa curiga sama sekali dan langsung menyetujui ajakan Tantri. Lagi pula bagi Ningsih, Keluarga Adriatma bukanlah orang-orang yang sulit diajak bertemu. Mereka orang-orang yang ramah, meskipun jarang sekali berbaur dengan lingkungan sekitar akibat kesibukan yang harus mereka urus.

"Aku harap akan ada jalan untuk menemukan keberadaan tuyul peliharaanku. Aku benar-benar tidak boleh kehilangan dia, atau aku akan kembali ke dalam kubangan derita karena tak lagi memiliki sumber penghasilan," batin Tantri, benar-benar bertekad kuat demi tuyul peliharaannya.

* * *

TUMBAL SUSUANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang