Sindikat 12 Alfabet (3)

19 6 0
                                    

Jangankan membolos sekolah, Chloe si anak alim bahkan tak meleset satu menit pun pulang ke rumah, meskipun dulu di Jakarta ibunya acuh tak acuh menyambutnya pulang sekolah. Iya, ibarat seseorang melihat matahari terbit atau matahari terbenam, bagi ibu Chloe, pergi dan pulangnya Chloe cuma ibarat jadwal yang pasti. Chloe hampir percaya, kalaupun ia tidak pulang tepat waktu, ibunya tetap berangkat syuting dan meninggalkan kunci pintu di bawah keset Welcome atau ditindih pot yang isinya bunga matahari yang membusuk. Jadwal ibunya sudah harga mati. Namun Chloe selalu tepat waktu pulang ibarat Shinkansen di Jepang on time tiap stasiunnya, sedetik pun tak meleset karena keharusan.

Lagipula Chloe diantar jemput mobil jemputan, bukan mobil dari sekolah, tapi jemputan pribadi yang dibayar ibunya Chloe tiap bulan, supirnya nampak mengantuk dan namanya Pak Uuy, ada sepuluh kepala di dalam mobil, padahal minibus berpintu ringsek itu cuma muat untuk sembilan anak kecil. Sedikit berdesak-desakan gapapa, biar di mobil lebih hangat, ya, canda Pak Uuy puas melihat jemputannya berjubel anak-anak, yang melintas di kepalanya pastilah setoran duit tiap bulannya dari orangtua anak jemputan.

Sekarang, situasi di Honolulu hampir mirip, Chloe juga diantar jemput ke sekolah dengan bus sekolah kelir kuning, mirip jeruk orange berjalan di mata Chloe, dan kebetulan ayah Chloe juga diantar jemput seorang laki-laki yang diakui ayahnya sebagai bos. Mobil bos ayahnya juga kuning tua, kebetulan sekali. Bedanya dengan di Jakarta, Chloe membawa kunci rumah di tasnya dan sepertinya oke oke saja bila ia sedikit saja sesekali pulang terlambat.

Cuma masalahnya Chloe tidak mengenal jalanan di Honolulu. Baru beberapa lama menetap di Hawaii, paddy ayah Chloe tak pernah membawanya jalan-jalan bersama. Chloe cuma tahu pantai Waikiki yang merupakan pantai favorit di Honolulu. Ia tahu pulau tempat Honolulu berada namanya pulau O'ahu, atau gampangnya sebut saja Oahu. Sedikit tahu soal jalanan menuju sekolah dan rumahnya, Chloe juga tahu di bus ia dikelompokkan dengan Amabel, Bugs Bunny dan anak-anak hapa atau berdarah campuran, karena rumah mereka berada pada distrik berdekatan. Baru disadari Chloe, di bus sekolahnya hanya ada dua anak kulit putih, Amabel dan si Bugs Bunny yang tak sadar gigi besarnya menyeringai menyeramkan, selalu.

Biasanya anak-anak kulit putih tinggal di pemukiman yang lebih baik, yang rumah-rumahnya dua atau tiga lantai dan lebih megah, bahkan ada yang dikelilingi lapangan golf dan danau buatan berair biru. Amabel mengaku ia pulang ke rumah uncle-auntie-nya, dan baru larut sore dijemput orangtuanya pulang ke rumah mereka.

"Kalau si Bugs Bunny itu tinggal di area perumahan agak kumuh. Boleh dibilang di sana itu sarangnya kriminalitas. Tetangganya kalau bukan penjahat kambuhan, anggota gangster, pecandu narkoba, pengedar obat terlarang, pasti eks terpidana pembunuhan tingkat pertama. Gimana, masih kurang seram tidak?" Amabel berkoar pada Chloe yang tiba-tiba merasa beruntung tinggal di lingkungannya sekarang.

"Kamu pernah jalan-jalan tidak, Amabel?" Chloe menatap si gadis pirang penuh harap.

"Mau kubawa kamu ke pantai Waikiki? Kebetulan uncle-auntie aku gak di rumah sampai malam. Sekali-kali jadi anak bandel gapapa, yuk?"

Sepanjang pelajaran di kelas, Chloe cuma menyimak pucuk rambut Miss Hamilton yang dikiranya lambaian nyiur kelapa, lalu lantai sekolah yang warnanya krem muda terbayang sebagai pasir pantai Waikiki yang katanya terlarang diselundupkan ke luar Hawaii. Bukan cuma pasir pantai, batu lava dari Taman Nasional di Hawaii juga terlarang diambil dan dibawa keluar dari Hawaii, bahkan ada mitos kutukan nasib buruk bagi yang nekat melanggarnya. Kutukan dari Dewi Pele penyebabnya.

Kebetulan, pelajaran sejarah kali ini membahas tentang mitologi Hawaii kuno, dan Chloe mendengarkan dan mencatat sambil berhalusinasi angin pantai yang aromanya masin bersemilir, lalu bergaung di antara kedua telinganya, membentuk musik lautan yang indah harmonisasinya. Chloe terbuai, terkesima, terlena serta lupa segala-galanya, sampai-sampai ia tak sadar mengangkat tangan kanannya.

Chloe and The Claus (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang