Bantu tandain typo ya.
Untuk kedua kalinya, Naresh terjebak lagi dengan Nara yang menangis. Situasi yang tidak bisa membuat Naresh untuk pergi meninggalkannya begitu saja.
Setelah Nara setidaknya agak membaik, Naresh membawa Nara menepi dan duduk tanpa alas dengan bersandar pada tembok. Naresh hanya bungkam dan membiarkan cewek itu mengatasi tangisannya.
"Gue tau, menurut orang lain gue aneh," ucap Nara setelah menepis habis semua air mata di wajahnya. Berkat tindakan Naresh, kerja paru-paru lebih baik hingga dirinya tidak begitu tersiksa.
"Di saat lo tau pacar lo selingkuh, harusnya lo putusin dia." Nara menatap nyalang ke depan.
"Gue tau semua orang berpikiran kayak gitu. Gue masih diem juga bukan karena masih pengen sama dia kok, gue nggak se-desperate itu buat tetep mertahanin cowok yang jelas-jelas brengsek." Nara menunduk kecil kemudian meremas-remas rok yang dia kenalan.
"Dibanding bongkar kebusukan mereka, gue lebih liat efek yang bakal gue dapet nanti." Nara melirik Naresh. "Gue tau lo pasti mau bilang bego," sergahnya cepat seolah tak ingin didahului cowok itu.
Naresh hanya menaikkan satu alisnya. Jika diartikan maksudnya 'siapa yang mau bilang bego? Bibirnya mencebik kecil karena dituduh tanpa alasan.
"Seandainya gue putusin Rega dan bilang tau mereka selingkuh. Rega sama Keysha paling cuma ketawa 'kan? Efeknya buat gue apa? Gue cuma bakal diinjek sama mereka."
Membayangkan mereka yang tertawa selama ini di belakang dirinya saja cukup menyakitkan, lalu bagaimana jika terang-terangan di hadapannya?"Seandainya gue putusin dia tanpa bilang tau selingkuh pun, orang-orang bakal buat spekulasi dari apa yang udah mereka lihat, mereka akan nyimpulin sendiri."
Nara yang diselingkuhi sahabatnya sendiri.
"Gue nggak senaif itu. Semua orang udah tau kalo Rega sama Keysha selama ini nggak biasa. Cheryl sering bilang. Meskipun gue keliatan nggak peduliin peringatan-peringatan itu, tapi ada sisi lain dalam diri gue yang masih jalan logis. Gue memendamnya karena gue takut gue menimbulkan sesuatu yang ujungnya ngerugiin gue sendiri."
"Ego lo tinggi." Simpul Naresh.
Nara mengangguk tanpa beban karena itu memang faktanya.
"Nara sama Rega putus, wah akhirnya Nara bisa lepas dari hubungan toxic dia, kasihan banget gue liat dia selama ini," Nara menirukan suara orang lain yang akan berkomentar ketika kabar putusnya tersebar.
"Gue selalu memikirkan itu dan berujung, kenapa gue harus dikasihani? Yang artinya nggak benar-benar demikian. Awalnya mereka mungkin simpati, tapi pada ujungnya mereka akan berpikir gue bego karena bisa-bisanya dikhianati sama temen sendiri, bisa-bisanya dibuang sama pacar sendiri. Kemana aja otak gue selama ini sampe biarin hal kayak gitu terjadi? Gue bakal di-judge padahal gue korbannya."
Nara menengadah menyandarkan kepalanya pada tembok. Menatap langit yang tidak terlalu cerah, seolah ikut bersimpati dengan keadaannya.
"Gue tau hidup gue menyedihkan, tapi haruskah gue juga menerima olokan?" Nara terpejam erat sebelum kembali membuka mata dengan tatapan yang lebih berani, lebih tajam, dan juga menyiratkan keteguhan.
"Lo tau kenapa sampah dibuang? Karena nggak berguna. Terus kenapa gue harus jadi sampah?" Nara menyunggingkan senyum sinis.
"Gue nggak bilang kalo gue lebih baik daripada orang lain, tapi selama ini gue hidup dengan berusaha menjadi versi terbaik dari diri gue sendiri. Dari semua itu, haruskan gue terima jadi sampah yang terbuang?" Nara menatap Naresh. Cowok yang selama ini menjadi saingannya, sekarang malah yang dia beri tahu tentang dirinya yang sebenarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selingkuh, Yuk? [TAMAT]
Teen FictionNara memergoki pacarnya berciuman dengan sahabat terdekatnya. Sakit hati, rasa dikhinati, semua berkumpul memenuhi rongga dadanya. Belum lagi orang-orang yang akan menatapnya iba. Berkata seberapa menyedihkan dia, ditikung sahabat sendiri. Tidak, it...