24. Ego

91.2K 12K 487
                                    

Cie yang uring-uringan nungguin.
Padahal cuma sehari loh.

Aku, berpuluh-puluh hari nungguin silent reader tergerak buat vote bab-bab yang udah dia baca, eh nggak masuk-masuk notifnya :(

Canda, nggak maksa. Lagian aku lebih suka komen daripada vote.
KM aja aku tamatin dengan vote 1k aja.

Btw aku emang nulis tiap hari, tapi nggak pasti dapat 1 bab tiap harinya. Entah karena ada kegiatan, ide mentok, atau rebahan :v

Jadi jangan nungguin banget ya. Nanti malah kecewa sendiri.

oOo

"Mobil?" ulang Julia masih tidak percaya. Bibirnya sedikit terbuka dengan alis yang bertaut.

"Iya, kunci mobil Bunda di mana?"

Julia mendekat kemudian menepuk-nepuk pelan pipi Naresh. "Ini beneran anak Bunda?"

Naresh berjengit, menjauhkan wajah dari jangkauan sang Bunda.

"Kamu yang seumur hidup bawa mobil cuma buat belajar itu pun karena dipaksa Ayah biar bisa bantu Bunda kalo butuh--dan tenyata nggak berguna juga karena nggak pernah mau nyupirin Bunda, sekarang tiba-tiba pengen bawa mobil?" Julia masih tidak percaya. Naresh ini paling muak jika harus naik mobil. Mudik yang notabenenya jauh saja dia lebih memilih naik motor. Jangankan sekarang sudah punya SIM, waktu kecil saja dia lebih memilih merusuhi Ganesh agar memboncengnya.

"Bunda nggak mau ngasih? Yaudah Naresh pinjem punya Mama Rafly."

Julia menahan tangan Naresh. "Di laci bawah TV," ucapnya. "Tapi emangnya kamu mau pergi ke mana?"

"Anterin Nara."

"Loh, Nara udah mau pulang?" Julia melirik jam yang menunjukkan pukul 2. "Masih siang loh ini."

"Daripada di sini nanti Bunda babuin, suruh masak lagi."

"Hish! Suudzon. Emang Bunda keliatan tukang ekploitasi gitu?"

Naresh hanya mengangkat bahu kemudian berjalan ke arah TV untuk mengambil kuncinya.

"Tapi kamu masih inget 'kan Resh cara bawa mobil?"

Naresh mendengkus kecil. "Naresh dapet SIM bukan hasil tembak, kalo Bunda lupa."

"Naranya jangan diapa-apain."

"Cuma dimacam-macamin."

"Nareshwara!"

oOo

Setelah berpamitan dengan semua, Nara pun mengikuti Naresh menuju parkiran. Naresh membukakan pintu yang membuat Nara menerbitkan senyumnya.

"Berasa jadi Tuan Puteri gue."

Naresh menanggapi dengan wajah datar yang membuat Nara seketika berdecak kesal. Tidak bisa ikut bercanda ya dia. Apa salahnya berpura-pura menjadi pengawal.

"Senyum kek."

Naresh menarik kedua ujung bibirnya. Hanya dua ujung bibirnya saja, matanya tetap datar hingga bukannya terlihat manis, senyum itu malah creepy.

Naresh menutup pintunya, ia setengah memutar kemudian duduk di depan kemudi. Mesin dinyalakan, lalu mereka pun mulai melaju menapaki jalanan.

Suasana jalanan yang lenggang, matahari tidak terlalu terik dengan Naresh yang menyetir santai juga. Nara suka dengan perjalanannya. Ia jadi bebas memerhatikan sekitar. Entah itu pejalan kaki, tanaman yang bergoyang karena angin, atau pun kucing-kucing liar.

Selingkuh, Yuk? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang