[Empat Tahun Lalu]
"Anak laki-laki itu keren ya?" ucap Indira yang masih bertepuk tangan.
Setelah pengumuman juara kelas, pembawa acara di depan melanjutkan dengan pengumuman peserta didik yang berprestasi di bidang lain. Entah olahraga, keagamaan atau prestasi non akademik lainnya. Mereka yang dipanggil adalah mereka yang berhasil mengharumkan nama sekolah di tingkat kota, provinsi, hingga nasional.
"Siapa tadi namanya?"
"Naresh anak 7A," jawab Nara yang duduk di sampingnya. Di pangkuannya ada piala besar karena dirinya baru saja menerima penghargaan sebagai juara umum. Sesuatu yang sangat membanggakan, namun tentu tetap kalah jika di bandingkan mereka yang berhasil mengharumkan nama sekolah di depan itu.
Nara dari kecil suka sekali ikut perlombaan. Namun karena kecelakaan yang dialaminya, yang mana membuat kesehatannya menjadi rentan, di tahun pertama Sekolah Menengah Pertamanya ini, Nara tidak diizinkan mengikuti kegiatan apa pun di luar jam belajarnya.
Indira mengusap punggung putrinya itu. "Udah jangan iri, kelas 8 Mama izinin kamu ikut lomba lagi."
"Nara nggak iri. Bisa sekolah formal lagi, Nara udah seneng kok."
Indira tersenyum kemudian beralih mengusap rahmbut Nara. "Kamu coba tuh temenan sama Naresh itu. Dia kelihatannya anak yang baik."
"Dia 'kan cowok."
"Loh emang ada yang bilang cewek nggak boleh temenan sama cowok?"
Nara terdiam.
"Udah, anterin Mama ke toilet yuk."
Nara mengangguk, mereka pun keluar dari aula itu.
Nara menunggu di luar sementara Indira masuk ke dalam. Karena tidak ada bangku untuk menunggu, jadinya Nara hanya mondar-mandir. Dan karena sikap tidak ada kerjaannya itu, Nara hampir saja menabrak seseorang ketika berbalik. Untungnya mereka sama-sama punya refleks yang baik.
"Maaf," ucap Nara. Namun cowok yang punya tinggi menjulang hingga Nara harus mendongak itu tak merespon apa-apa.
Nara berkedip-kedip, mulai merasa canggung. Dia marah ya? Tapi Nara 'kan tidak sampai membuat dia terluka, barusan tidak kena kok. Lagipula jika benar-benar tabrakan, pasti Nara yang bakal mentalnya, bukan dia.
Cowok itu hanya diam dan menatap tajam, namun tenyata bukan pada wajah Nara. Penasaran, Nara pun mengikuti arah pandangannya. Pandangan dia terjatuh pada piala yang tengah Nara bawa.
Nara pun mulai membuat spekulasinya sendiri. Dari wajahnya Nara menilai bahwa cowok di depannya marah pada dia, namun bukan karena hampir tabrakan barusan, ada alasan yang lebih kompleks.
Mereka sama-sama rangking 1 di kelasnya. Cowok itu banyak meraih prestasi di bidang olahraga, namun karena angka di raport lebih unggul Nara, malah Nara yang jadi juara paralelnya. Dia pasti kesal. Dia yang berusaha paling keras, tapi malah Nara yang menyabetnya.
"Dek?"
Nara menoleh lalu segera menghampiri Indira, ia menarik tangan Mamanya untuk segera menjauh dari cowok yang bahkan sama sekali tidak menyahuti permintaan maafnya itu. Jujur saja Nara agak sedikit takut.
"Baru dibilangin, kamu udah akrab aja sama Nareshnya," ucap Indira dengan senyum yang dikulum.
"Akrab dari mana, Naresh benci sama Nara."
Indira mengernyit. "Loh benci? Kenapa? Kamu ngelakuin kesalahan? "
Nara menggeleng. Entah maksudnya tidak tahu atau dia tidak melakukan kesalahan. Yang jelas Nara juga bingung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selingkuh, Yuk? [TAMAT]
Ficção AdolescenteNara memergoki pacarnya berciuman dengan sahabat terdekatnya. Sakit hati, rasa dikhinati, semua berkumpul memenuhi rongga dadanya. Belum lagi orang-orang yang akan menatapnya iba. Berkata seberapa menyedihkan dia, ditikung sahabat sendiri. Tidak, it...