12. Sakit

100K 10.8K 271
                                    

"Masih sakit?"

Indira mengusap kepala Nara yang tengah meringkuk di bawah selimut tebal. Wajahnya pucat dengan plester penurun demam yang masih menempel di dahinya.

Nara menggeleng kecil kemudian meraih tangan Indira dan membawanya ke dalam pelukan. Setelah semalam kondisinya cukup parah, pagi ini Nara sudah lebih membaik.

"Naresh kasih kamu makan macam-macam ya?"

"Enggak kok."

"Dia biarin kamu kedinginan?"

"Jaket dia tuh masih tergantung."

"Oh atau dia--"

"Mama jangan buruk sangka sama Naresh. Naresh baik tau." Nara mencebik kecil atas tuduhan-tuduhan yang Mamanya lontarkan.

Indira terdiam menatap lamat putrinya kemudian seulas senyuman terukir di bibirnya.

"Perasaan kemarin-kemarin Mama bilang Naresh baik kamu yang nentang tuh." Indira menatap dengan kerlingan menggoda.

"Sekarang beda konteks. Pokoknya Nara sakit bukan karena Naresh."

"Hmmm... Jadi sekarang udah nggak saingan lagi nih sama Nareshnya? Udah jadi temen?"

Nara menggelengkan kepala tidak setuju. "Sampe kapan pun Nara tetep saingan Naresh," tegas Nara. "Naresh itu ambis banget. Mama kayaknya perlu liat deh kalo Naresh udah sama buku, susah banget lepasnya."

"Tapi Mama liat kalian udah deket loh. Naresh sampe ajak kamu makan. Itu kemajuan besar loh. Mungkin kalian bisa berteman."

"Nara temenan sama Naresh?" Nara menatap dengan penuh tidak percaya.

"Iya. Nggak masalah kok temenan sama anak cowok. Mamanya mudah nitipin juga, karena menurut pandangan Mama Naresh ini anaknya tanggung jawab banget loh."

"Nareshnya nggak mau temenan sama Nara gimana?" Nara kemudian terdiam beberapa saat. "Nggak ah, Nara nggak mau mikirin temen lagi."

"Perlu Mama tanya dulu sama Nareshnya? Kenapa nggak mau?"

Nara hanya menggelengkan kepalanya. Dirinya benar-benar tidak ingin memikirkan masalah teman lagi. Mungkin saatnya menyerah dan terima saja untuk tidak punya teman. Karena sepertinya itu lebih menjauhkan Nara dari terluka.

"Yaudah, kamu istirahat." Indira mencium kepala Nara. Ia mengusap-ngusapnya dengan penuh sayang. "Jangan sakit terus dong."

"Mama capek ngurusin aku ya?"

"Bukan capek, Mama nggak tega kalau kamu kesakitan terus."

"Ih, sayang Mama deh."

"Harus itu, yang banyak."

Ibu dan anak itu kemudian tertawa.

oOo

Naresh melirik bangku kedua dari baris di sampingnya. Bangku itu masih kosong meski bel masuk sudah berbunyi beberapa menit lalu.

Dia sakit, Naresh bergumam kecil.
Ini memang bukan kali pertama, malah bukan hal aneh lagi. Tapi entah kenapa Naresh merasa bersalah akan ketidak hadiran Nara hari ini.

Apa dia sakit karena dirinya ya?

"Nara sakit, jadi mau lo tatapin bangkunya dia nggak bakal nongol."
Rafly sedikit menepuk bahu Naresh. Cowok itu tersenyum tertahan.

"Gue tau."

"Terus kenapa masih diliatin?" Rafly menyipitkan matanya. "Hmm... Jangan-jangan...."

"Ini." Naresh menunjuk matanya. "Bukan mata lo 'kan?"

Selingkuh, Yuk? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang