"Masih belum pensiun?" ucap Naresh seraya menurunkan buku yang dibacanya lalu menatap Nara yang lagi-lagi memulai gaya hidup sebagai cicak.
Si cicak kamuflase itu tentu langsung menyunggingkan senyum lebar begitu apa yang dilakukannya mendapat notice.
Naresh menutup bukunya, menyimpan dengan rapi lalu menopang dagu dengan atensi penuh yang tercurah pada Nara. "Dulu alasan nempel-nempel pipi itu apa?"
"Biar kamu liat, biar kamu terpesona terus mau jadi selingkuhan aku," jawab Nara dengan ceria. Entahlah mungkin hari ini hormon dopaminnya tengah mengalami lonjakan atau bagaimana.
"Udah terwujud 'kan?"
Senyum cerah Nara luntur begitu kepalannya disuruh mencerna fakta.. "Eh iya bener." Nara berkedip beberapa kali hingga kemudian menyunggingkan senyum kembali.
"Tapi nggak papa, mandangin wajah ganteng nggak bikin bosen kok."
Naresh kontan tersedak udara yang dihirupnya. Ia terbatuk kemudian memalingkan wajah ke arah jendela. Ia bertingkah seperti mencari sesuatu mesli sebenarnya tidak ada yang dirinya cari.
"Yeay stirahat!" Nara menegakkan tubuh seraya mengacungkan tangan begitu mendengar bell istirahat berbunyi. Dulu-dulu Nara tidak begitu antusias pada bel istirahat, malah ia cenderung bingung pada orang-orang yang menantikannya. Namun, sekarang Nara tahu seperti apa perasaan menunggu-nunggu bel istirahat datang itu.
Setelah dengan cepat--asal--membereskan buku dan alat-alat tulisnya, Nara segera menjijing bekalnya sementara tangan yang lain memegang tangan Naresh.
Namun, baru saja ia sampai tengah, sebuah tangan tiba-tiba mencekal tangannya. Menariknya hingga terlepas dengan Naresh. Tubuh Nara yang memang ringan sontak terhuyung ke arah si penarik, sementara tangan yang memegang bekal karena kaget ia pun menjatuhkannya pada lantai.
Nara menatap makanannya yang tercecer dengan tidak percaya. Makanannya tidak bisa terselamatkan.Ia pun menoleh pada Rega--si pelaku, yang kini menatapnya dengan rahang mengeras.
"Apa-apaan sih?!" seru Nara yang tidak terima. Dirinya kesal bukan main. Semalam tubuhnya sangat lelah, tapi Nara tetap menyempatkan bangun pagi agar bisa memasak, dan sekarang makanan itu terbuang begitu saja.
"Kamu yang apa-apaan, Na. Apa yang barusan kamu lakuin ke Naresh?"
Nara kemudian teringat. Karena terlalu antusias dengan jam istirahat, Nara malah memegang tangan Naresh begitu saja tanpa memerhatikan Rega yang masih berada dalam satu ruang.
Nara mengusap wajah. Padahal dia belum mau melakukannya sekarang, tapi ini sudah terlanjur terjadi. Mungkin Nara memang harus segera mengakhiri urusannya dengan cowok itu. Agar hidupnya tenang tanpa memikirkan bayang-bayang dia.
"Urusan lo?" tanya Nara dengan suara lantang juga mata yang menatap berani. Dagunya terangkat dengan tegas.
Tak hanya itu, Rega pun dibuat terkaget oleh Nara yang kini memanggilnya dengan sebutan 'Lo'. Sementara anak-anak lain yang sebelumnya berniat pergi ke kantin memilih mengurungkan diri. Nara yang sebelumnya mereka labeli bucin bodoh karena terus mengintili Rega, kini menampilkan sisi yang benar-benar berbeda.
"Apaan sih, pegang-pegang!" Nara menarik tangannya untuk terlepas dari Rega.
"Nara sadar, kamu baru aja pegangan sama Naresh di depan aku, pacar kamu sendiri."
"Bukan pegangan, gue yang pegang Naresh," ucap Nara kesal seraya melihat pergelangannya yang memerah karena ulah cowok itu.
"Dan apa barusan? Pacar?" Nara memiringkan wajahnya, terlihat bingung sebelum berpura-pura kaget dengan cara yang dramatis. "Oh iya! Lo masih berstatus pacar gue ya, Ga? Sorry-sorry lupa, Gue terlalu fokus ke Naresh sih soalnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/329133868-288-k474212.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Selingkuh, Yuk? [TAMAT]
Teen FictionNara memergoki pacarnya berciuman dengan sahabat terdekatnya. Sakit hati, rasa dikhinati, semua berkumpul memenuhi rongga dadanya. Belum lagi orang-orang yang akan menatapnya iba. Berkata seberapa menyedihkan dia, ditikung sahabat sendiri. Tidak, it...