34. Titik (End)

110K 10.2K 517
                                    

Setelah tahu Naresh dan Rega saling baku hantam, Nara langsung berteriak dan mencari bantuan. Guru dan beberapa siswa lain berjuang cukup keras untuk melerainya. Naresh seperti orang kesetanan. Semua orang sampai dibuat kaget tidak menyangka.
Meskipun Naresh memang punya postur tinggi dengan proporsi tubuh yang bagus, selama ini Naresh selalu terlihat kalem dan santai. Namun sekarang dengan mata masing-masing mereka melihat jika Naresh bisa sebrutal itu.

Rega yang memang semua sudah tahu dia tidak bisa diremehkan soal adu fisik. Dia sering terlibat perkelahian apalagi dia juga sering main di jalanan.

Dari kedua belah pihak bisa dikatakan sama-sama punya power yang tinggi, hingga perkelahian itu pun menjadi perkelahian tersengit dalam sejarah sekolah ini.

Cuih!

Naresh meludah pada Rega. Meski ludah yang dia keluarkan sebagian besarnya berupa darah dari sobekan bibirnya.

"Resh udah, Resh." Seorang siswa yang memegangi Naresh itu mencoba menyadarakan Naresh yang masih memasang tatapan singa laparnya.

"Udah," ucap Nara yang kini berdiri di hadapan Naresh. Hidung dan mata cewek itu terlihat memerah dengan tubuh yang bergetar hebat.

Naresh menghela napas. Ia pun beberapa kali menarik napas dalam untuk menetralkan emosinya.

Naresh dan Rega yang sudah bisa ditenangkan itu pun dibawa ke ruang BK. Jangan tanya seperti apa kondisi mereka. Benar-benar kacau. Darah di mana-mana seragam yang putih sudah kehilangan rupa. Bahkan jika masing-masing orang tua meraka saat ini datang, mereka tidak akan bisa mengenali wajah putranya.

Itu benar-benar mengerikan bagi Nara. Nara tak pernah melihat orang terluka separah itu. Nara sebenarnya sudah sangat ingin menangis, namun dirinya yang juga ikut dibawa ke ruang BK sebagai saksi tentu tidak bisa merengek dan menyusahkan orang lain.

"Kalian...." ucap Pak Wahyu dengan rahang mengeras. Dia sampai kehabisan kata ketika melihat Naresh, si anak paling disiplin bisa ada dalam ruangan ini. Untuk ukuran murid seperti Rega mungkin sudah tidak aneh. Tapi Naresh benar-benar menghantam dadanya.

"Naresh, Bapak tidak habis pikir sama kamu." Pak Wahyu terlihat mengurut keningnya. Ini pelanggaran pertama Naresh, tapi pelanggarannya tidak tanggung-tanggung, langsung ke tingkat yang tinggi.

"Saya tidak akan membantah atau membela diri. Saya salah, saya berkelahi dengan Rega. Saya juga yang pertama kali mukul dia. Silahkan Bapak beri hukuman pada saya," ungkap Naresh seraya mencoba tersenyum sopan di sela luka-lukanya.

Pak Wahyu menghela napas. "Kamu anak disiplin loh Resh, taat aturan. Bahkan di saat seperti ini di mana anak-anak saling adu argumen menyalahkan, kamu mematuhi dengan baik konsekuensinya. Bapak jadi bingung. Mau marahin, apa yang mau dimarahinnya? Nggak dimarahin, ini pelanggaran besar, nggak bisa cuma didiemin aja."

Pak Wahyu kemudian menatap Rega yang sama hanya diam. Mungkin karena lawannya sudah pasrah mengakui, dia juga tidak punya alasan untuk terprovokasi.

"Apa sih yang bikin kamu lepas kendali, Resh?"

Naresh lagi-lagi mencoba menyunggingkan senyumnya. "Saya salah Pak, saya siap melakukan hukuman yang Bapak berikan," ucap Naresh yang terkesan menutupi alasannya.

Ia pun melirik Nara yang menunduk dengan tubuh bergetar itu. Ada baiknya alasan dia berkelahi dengan Rega tidak terungkap. Karena itu pasti akan melukai perasaan Nara.

Untuk kesekian kalinya Pak Wahyu menghela napas. "Untuk masalah seperti ini nggak mungkin hanya diberi hukuman lari atau bersih-bersih. Maaf Resh, bukan Bapak tak mengapresiasi ketaatan kamu selama ini, tapi aturan tetap aturan. Bapak harus panggil orang tua kamu," ujar Pak Wahyu dengan sangat berat hati.

Selingkuh, Yuk? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang