30

278 33 5
                                    

Jimin sama Chaeyoung sekarang ada dikamar Jimin.

Setelah makan malam bersama. Chaeyoung ngobrol sama ibunya. Main sama si kembar.

Akhirnya sekarang, Jimin dan Chaeyoung bisa berdua.

Yang lain udah tidur.

Yaiya, sekarang kan jam 11.

Tangan besar Jimin meraih sisi wajah Chaeyoung dan mengusapnya.

"Udah jangan nangis. Matanya jadi bengkak" kata Jimin lembut.

Chaeyoung sejak duduk berdua sama Jimin bawaannya inget obrolan dia sama Ibu Jimin. Jadi sedih. Pengin nangis.

Udah nangis sih sebenarnya.

Chaeyoung mengusap hidungnya pelan.

"Kamu kenapa cerita kaya gitu ke ibu?" tanya Chaeyoung. Pandangannya turun ke lantai kamar.

"Cerita apa?"

Chaeyoung menghela nafas, "Kenyataannya adalah aku yang ninggalin kamu. Tapi kenapa kamu ngomong sebaliknya?"

"Terus kenapa kamu harus hidup kaya gini? Sifat kamu, ini bukan kamu. Kenapa kamu harus ngegantiin aku disaat aku aja ngga peduli sama kamu. Kenapa, Jim? Kenapa?" Chaeyoung semakin menunduk. Punggung tangannya menutup mulutnya yang terus mengeluarkan isakannya.

Jimin bergerak kebawah. Bersimpuh dan meletakkan kepalanya dipaha Chaeyoung.

"Karena kamu pantas diperjuangkan kaya gitu, Chae"

Chaeyoung diam.

Jimin memejamkan matanya.

"Aku sayang kamu. Meskipun cara aku salah buat dapetin kamu, buat nge-treat kamu, buat ngelindungin kamu. Tapi aku emang orangnya ngga tau malu" kekeh Jimin.

"Aku ngga tau malu dengan bilang kalo aku sayang kamu meskipun aku udah ngasih luka yang ngga punya obat untuk kesembuhannya"

"Tapi apa aku pantas buat dapet pengorbanan kamu yang sebesar itu?" Lirih Chaeyoung.

"Pantas ngga pantas, siapa yang bakal berani menilai kaya gitu? Sini bilang aku, biar aku hajar orangnya" kata Jimin.

Yang mengundang kekehan kecil dari Chaeyoung.

Setidaknya Chaeyoung sekarang ngga nangis sesenggukan lagi.

Jimin menegakkan kepalanya. Mendongak dan natap Chaeyoung.

"Yang dulu, udah biarin aja ya. Cukup buat kisah lalu. Sekarang ayo buka lembaran baru"

"Dikertas putih tanpa noda"

Chaeyoung senyum dan mengangguk pelan.

Jimin balas tersenyum.

Ia meraih sisih wajah Chaeyoung. Dielusnya pelan.

Sebelum akhirnya Jimin menempelkan bibirnya pada bibir Chaeyoung.

Chaeyoung meremat bahu Jimin yang masih ada dibawahnya.

"I love you, Park Chaeyoung"

.

.

.

3 hari kemudian.

"Jim, ngga kerja?"

Jimin yang baru dari kamar mandi langsung natap Chaeyoung sinis.

"Apasih, dari kemaren nyuruh kerja mulu. Ngga suka apa kalo aku dirumah?" Kesal Jimin.

Jimin kan penginnya berduaan sama Chaeyoung terus. Ya itung-itung ganti waktu 7 tahun mereka yang terbuang.

"Kamu yang apa? Aku liat-liat kamu makin males kerjanya"

"Aku kan ownernya. So what?"

Chaeyoung juga ikutan kesal ngelempar bantalnya ke arah Jimin.

"Makin tua makin belagu" balas Chaeyoung.

Jimin natap Chaeyoung aneh.

"Kamu ngatain aku tua? Terus kamu yang mau 29 itu apa? Leluhur?"

Chaeyoung makin kesal dan langsung beranjak dari tempat tidur.

"Sini kamu"

Jimin mau lari tapi udah keduluan Chaeyoung.

"Aduh, aduhh!!" Erang Jimin.

Karena Chaeyoung ngejambak rambutnya.

"Kamu tuh emang sesekali harus dikasih pelajaran. Biar ngga tengil. Udah tua, tapi kelakuan mancing emosi terus"

"Bukan aku yang suka mancing emosi tapi kesabaran kamu setipis arum manis-aduduhhh"

Chaeyoung gemes banget sama Jimin. Saking gemesnya jadi pengin gigit.

"Sana" kata Chaeyoung dengan ngelepas jambakannya dan ngedorong Jimin.

Jimin cemberut.

Jimin akhirnya milih mandi. Mau ngecek restorant.

Biar keliatan kerja.

Padahal mah Jimin rebahan juga duit ngalir terus.

"Kamu ngga capek?" tanya Chaeyoung pas Jimin baru selesai mandi.

"Capek kerja? Capeklah, makanya jangan nyuruh kerja mulu"

"Bukan itu"

Jimin diam. Mau nyari kemeja dia.

Chaeyoung duduk dipinggir tempat tidur, natap punggung polos Jimin.

"Aku udah balik. Jadi kamu ngga perlu gantiin aku lagi. Kamu bisa balik ke kamu yang dulu lagi" kata Chaeyoung.

Jimin diam.

Dia milih pakai bajunya. Daripada telanjang terus, ntar dia malah khilaf bikin anak sama Chaeyoung.

"Pasti ngga nyaman jadi kaya yang sekarang. Kamu-"

"Oke cakep" potong Jimin dengan ngeliat pantulian dirinya di kaca besarnya.

Chaeyoung natap Jimin yang sekarang lagi mendekat.

Jimin duduk disebelah Chaeyoung. Tangannya merangkul pinggang ramping Chaeyoung.

"Dulu, capek banget. Aku yang ngga banyak ngomong harus selalu putar otak buat nyari topik. Dulu aku yang suka menyendiri sampai ngga punya ruang buat mengistirahtkan badan sama pikiran aku" kata Jimin.

Chaeyoung nyenderin kepalanya dibahu Jimin.

"Introvert ke ekstrovert itu kaya nyeret raga untuk berdiri meski jiwa aku babak belur didalam"

"Maaf" lirih Chaeyoung.

"Tapi, begitu juga kamu" kata Jimin.

Melepas rangkulan pinggangnya dan ngarahin wajah Chaeyoung untuk menatapnya.

"Kamu sama capeknya kaya aku, Chae"

"Sifat ceria, aktif, ramah, dan segala yang ada di diri kamu, kamu paksa untuk sembunyi dari dunia"

"Kamu yang sekarang juga bukan kamu. Apa kamu ngga capek? Kamu udah balik kesini, kamu bisa kembali ke kamu yang dulu?" tanya Jimin lembut. Tangannya mengusap sisi wajah Chaeyoung.

Kemudian memberi kecupan hangat di dahi Chaeyoung.

"Kamu bisa kembali ke kamu yang dulu, hm?" ulang Jimin.

Chaeyoung diam. Kemudian geleng kepala.

"Aku ngga tau caranya" balas Chaeyoung.

Jimin senyum dan narik Chaeyoung ke pelukannya.

"Itu yang aku rasain. Aku, bukan. Kita emang berubah dan sekarang kita lupa cara kembali"

"Tapi bukan berarti karena kita berubah kita harus kembali, Chae"

"Kita berubah bukan untuk kembali. Tapi kita berubah untuk saling melengkapi"

"Park Jimin dan Park Chaeyoung ada untuk satu sama lain. Melengkapi dan hidup bersama selama yang Tuhan takdirkan"

Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang