Seharian ini Aurora benar-benar cuma berdiam diri di kamar dengan pandangan kosong, dia kehilangan selera makan, bahkan mungkin sudah kehilangan selera hidup. Oke, mungkin tidak seberlebihan itu tapi dia tidak melakukan kegiatan apapun dari kemarin, memang.
Marvel pun tidak ada sama sekali menghubungi nya kembali, bahkan hanya untuk menjelaskan prihal kemarin setidaknya, tapi nihil, tidak ada sama sekali. Memang salah dirinya yang selalu luluh dengan tingkah manis Marvel yang sama sekali tidak ada benarnya. Semuanya hanya omong kosong belaka. Tidak ada lagi harapan untuk dirinya dengan Marvel saat ini, bahkan untuk lelaki lain.
Saat ini, Aurora benar-benar sangat ingin sendiri tanpa ada lelaki di hidupnya. Bahkan Jayden, dia sudah tidak membalas pesan lelaki itu seharian ini. Dia tak peduli lagi sekarang, mau dikatakan egois juga dia sudah tidak peduli. Memikirkan perasaan sendiri saja susah, segala mau memikirkan perasaan orang lain.
Dada dan bahunya tak berhenti naik turun dengan mulut yang mengeluarkan isakan sedari tadi. Lagu December milik Neck Deep, menggema ke seluruh penjuru kamar, dengan sang empunya di atas kasur seraya meringkuk menangis.
Ketukan dari pintu kamar tak membuat kegiatannya terhenti, dia mengabaikannya. Lagi dan lagi.
"Aura, buka pintunya. Ini kita, Gue sama Grace. Please, buka ya. Kita ngobrol. Jangan kayak gini, Ra, kita ikutan sedih jadinya. Apalagi nyokap bokap lo yang daritadi pusing, gak tau harus apa." teriak Jessie dari balik pintu.
"Ra, buka ya pintunya. Kita bawain mochi kesukaan lo nih, sama ada pizza, cakes, coffee, terus croissant." teriak Grace pula.
Tak lama pintu terbuka membuat kedua temannya itu langsung memeluk tubuh Aurora dengan erat, meletakkan makanan begitu saja ke lantai. Ibu dan Ayah Aurora tersenyum melihatnya.
"Sayang, kalo kamu gak mau ngomong sama, daddy dan mommy. At least, kamu cerita sama temen kamu ya. Daddy, gak mau liat kamu sedih, kamu tau kan, daddy sayang banget sayang sama, kamu."
"Yes, daddy."
"Tante, om. Kita masuk dulu ya." pamit Jessie membuat mereka mengangguk lalu memberikan space untuk mereka bertiga.
Mereka duduk di sofa melingkar di kamar itu setelah menaruh dan membuka satu-persatu makanan yang di bawa. "Oke, nih makan dulu. Katanya, lo belum makan, kan." ucap Jessie seraya memberikan satu slice pizza dan di terima oleh Aurora.
"Nih, minum." ucap Grace setelah menusukkan sedotan ke minuman, Aurora.
"Thank you." ucapnya dengan senyum tipis.
Setelah makan, mereka saling tatap lalu Aurora menghembuskan napasnya dengan berat, sambil menunduk Ia memilin jarinya. "Gue udah enggak lagi sama, Marvel."
Kedua temannya masih diam, tidak berani mengomentari, atau mungkin belum. Sembari menahan isakannya yang akan keluar, Jessie dan Grace mencoba menenangkannya dengan mengelus lembut punggung itu. "Kemarin, gue nge-chat dia. Sore. Karena, dari siang dia gak bales chat gue, terus yang bales ceweknya." Aurora tersenyum getir sedangkan kedua temannya berhasil membelalakkan mata dengan sempurna dengan mulut membentuk bulat.
"What the fuck. Are you serious?"
"Nama cewenya, Celine."
Dengan cepat Grace mengambil ponselnya dari atas meja dan mengetikkan nama itu di kolom pencaharian Instagram. "Coba, gue pinjem handphone lo." katanya dan diberikan oleh Aurora begitu saja. "Ini dia, followed by Marvelmck." katanya lagi membuat Aurora mengangguk.
"Tai ya, bangsat." ucap Jessie dengan kesal. "Gak ada otak tuh cowok, gak ada perasaan banget anjing."
"Najis banget bangsat, ini perlu gue dm gak ni orang. Gue benci banget, asli." ucap Grace pula membuat Aurora menggelengkan kepalanya, menolak saran Grace yang akan mengirim pesan kepada Marvel, yang pasti akan berisi makian.
"Terus ceweknya gimana? kalian chatan kayak gimana?" tanya Jessie.
"Buka aja, di Line. Room chat gue sama, Marvel." katanya membuat mereka berdua langsung bergerak cepat, membuka lalu membaca isi pesan keduanya.
"Ngentot." ucap keduanya membuat Aurora terkekeh kecil. "People come and go, tapi kenapa harus Marvel terus ya." ucap Aurora menerawang.
"Emang gak cocok, Tuhan tau yang jelek, najis, haram, dengan sifat brengsek, gak cocok sama lo. Makanya di jauhin terus, ujungnya." sahut Jessie menggebu-gebu.
"Tapi kenapa dari awal harus dideketin kalo ujungnya kayak gini."
Baik, Jessie maupun Grace dengan serempak menutup mulut. Tidak tau juga harus menjawab apa. "Gue gak pantes dapetin cowok yang gue suka, apa? yang baik."
"Udah di kasih, tapi lo malah lebih milih yang brengsek, Ra." balas Grace. Membuat Aurora yang kali ini bungkam. "Udah, Ra. Let's forget him. Kita disini, ada buat lo. Don't waste your time, cuma buat nangisin cowok gak bener kayak dia. Gak ada gunanya, Ra."
"I need alcohol."
"No, you don't need alcohol to forget him." balas Jessie dengan cepat.
"Kita spend the time di pantai besok. Dari pagi sampe sore."
"Kita nginep disini. Biar lo gak nginget dia dulu buat beberapa saat."
"Lo harus dengerin kita, sekali ini."
"Jangan bawel."
"Okay, fine. Thank you, ya."
"I lost you, V." ucapnya dalam hati. "Goodbye, and thankyou for everything, hope you are happy. And I know, I deserve better than you."
...
marvel ini maunya apa ya kira-kira, nyakitin cewe ga kira-kira banget 😞
kalian masih mau liat marvel-aura ga setelah ini, even setelah marvel berulah LAGI ?😄anw ayoo voteee jangan lupa di vote ya biar ak tamba semangat nulisnya 😞😞
see you on the next chapter⁉️
KAMU SEDANG MEMBACA
The in Between
Teen FictionRomance series #2 warning(s) : harsh words, kissing scenes, skinship, violence sexuality, and mature theme. judul awal : Uncontrollable Feelings "May I kissed you?" "I just miss you, a lot." "I don't know what to do, I don't know how to describe wh...